Bab 42 : Psithurism

1K 201 79
                                    

Satu minggu telah berlalu dengan biasa.

Tidak ada sesuatu yang berubah dalam kehidupan Jihoon. Tidak ada yang berganti. Semua berjalan seperti halnya biasanya. Tidak ada yang berbeda, sedikit pun.

Oh, ada suatu hal yang berbeda.

Kuanlin tidak menghubunginya sejak malam itu. Malam di mana keduanya pergi melihat bintang di atas bukit. Malam di mana Kuanlin menyatakan perasaannya pada Jihoon. Malam di mana ciuman hangat itu terjadi.

Suatu hal yang tidak ingin diingat oleh Jihoon, dengan dalih jika dia mengingatnya, dia akan merasa wajahnya memanas. Kendati bayangan itu masih acapkali berseliweran di benak Jihoon dan membuat wajahnya memerah tiap kali dia mengingatnya, dia bersikeras tidak ingin mengingat kejadian itu.

Dia berusaha untuk melupakannya, dengan menyibukkan diri dalam pekerjaannya. Berusaha untuk tidak mencuri pandang pada ponselnya —yang masih gagal dia lakukan. Entah apa yang dia harapkan saat dia menyalakan ponselnya, namun dia sering merengut ketika mendapati tidak ada notifikasi yang masuk.

Pesan dari siapa yang kau harapkan, Jihoon?

Kini dia berada di lokasi syuting. Pelabuhan peti kemas menjadi lokasi syuting tim mereka. Jihoon sudah berganti pakaian dengan baju yang diberikan oleh tim tata busana, kini berdiri di depan peti kemas berwarna merah tua.

Matanya mengadahkan kepalanya ke atas. Dia mendapati tiga peti kemas yang ditumpuk menjadi satu. Hatinya sedikit berdebar. Adegannya kali ini sedikit beresiko. Dia harus melompat dari peti kemas yang ditumpuk itu —mendarat dengan sempurna di bawah.

Dia tidak bisa membayangkan jika dia tidak berhasil mendarat dengan baik. Apakah dia akan mati jika terjatuh dari sana? Melihatnya saja, sudah mampu membuat Jihoon bergidik ngeri.

"Ah. Hanya melompat dari ketinggian tujuh meter. Aku pernah menggantung di lantai lima belas sebuah gedung dan semuanya baik-baik saja sampai sekarang. Ini adalah hal yang mudah bagiku," Jihoon menepuk dadanya sendiri, melontar kalimat penghibur pada dirinya. Supaya dia merasa lebih baik.

Jihoon melangkah mendekat begitu mendengar suara Daniel yang memanggil dirinya. Daniel yang semula berdiskusi dengan kru lainnya memanggil Jihoon, guna berdiskusi tentang adegan yang hendak Jihoon lakukan ini.

"Jihoon, nanti kau akan dikejar oleh Youngmin. Ketika kau mendapati Youngmin sudah mendekat, kau harus mempercepat langkahmu. Ketika kau sudah ada di ujung, langsung melompat ke bawah, ya. Tidak usah menengok ke belakang lagi, tidak perlu ragu. Kami akan menyiapkan kasur di sana, jadi kau tidak akan terluka," Daniel memberi pengarahan.

Jihoon menganggukkan kepalanya, patuh. Dia sudah memahami semua instruksi yang diberikan oleh Daniel. Dia juga sudah sempat membaca skenario yang diberikan padanya. "Kalau begitu, kapan pengambilan gambarnya dimulai, hyung?"

Daniel menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Mengalihkan pandangannya, menatap kru lain yang tengah sibuk menyiapkan properti. Dirasanya, semuanya sudah siap.

"Sekarang saja. Kamu sudah siap, 'kan?" Daniel memastikan.

Jihoon kembali menganggukkan kepalanya. "Aku sudah siap, hyung."

Daniel mengulas sebuah senyuman, menepuk pelan bahu Jihoon sebelum dia kembali membuka mulutnya untuk memberi arahan pada krunya.

"Kita akan segera mulai pengambilan gambarnya, ya! Semuanya sudah siap?" Daniel bertanya, sedikit berteriak supaya semua mendengar pertanyaannya.

"Sudah, Sutradara!"

Daniel tersenyum simpul. "Baiklah! Kita akan segera mulai! Tolong siapkan pengamanannya!"

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang