Hari berganti menjadi malam. Matahari sudah terbenam, digantikan dengan bulan sabit yang memancarkan cahayanya. Terlihat banyak bintang yang bertaburan di langit, mempercantik pemandangan satu malam di musim semi.
Udara pun cukup hangat –namun tidak terlalu panas. Udara yang sangat bagus dan dinikmati banyak orang. Pantas saja masih banyak orang yang berkeliaran di malam yang sibuk ini. Lalu lintas pun masih diramaikan oleh kendaraan bermotor yang lalu-lalang di jalanan kota Seoul.
Seharusnya, jam kerja para karyawan sudah usai. Namun, lain halnya dengan dirinya yang masih betah mendekam di dalam ruangannya. Dengan ditemani cahaya lampu kekuningan –suatu kondisi yang sangat pas jika ingin terlelap. Sangat mendukung untuk pergi ke alam mimpi setelah seharian lelah bekerja.
Dia terduduk di kursinya yang berlapis kulit, mengkilap. Warna cokelatnya berpendar ketika diterpa cahaya lampu ruangan yang bersinar cukup terang. Kedua tangannya berada di atas meja, bertugas untuk menopang dagunya kala dia menatap lurus ke layar laptop yang menyala, menampilkan laporan mengenai perusahaan yang dia kelola.
Kendati matanya memandangi laporan, tapi pikirannya mengawang kemana-mana.
Pikirannya tidak berada pada laporan yang ada di hadapannya. Sungguh, pikirannya mengawang kemana-mana. Bahkan dia tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan saat ini. Sesekali dia memeriksa jam yang berada di laptopnya –kemudian kembali terlarut dalam pikirannya.
"Dia sudah makan malam atau belum, ya?"
Matanya melirik ponsel yang terletak di atas meja. Tanpa ragu dia meraihnya. Mencari nama di kontak ponselnya. Sampai akhirnya ibu jarinya berhenti menjelajah buku kontaknya ketika dia sudah menemukan kontak yang dicarinya.
Dan tanpa pikir panjang, dia menekan tombol telepon. Menyambungkannya dengan orang yang dituju.
"Halo?"
"Hei! Sudah makan belum?"
"Siapa ini?"
"Aku tanya padamu kau sudah makan atau belum?"
Hening sejenak.
"Ini siapa, sih?" terdengar suara di seberang sana sedang bergumam pelan.
"Hei!"
"Ah –tidak jelas sekali!"
Pip.
Lelaki itu membulatkan matanya begitu mendengar respon dari orang yang dia hubungi. Apa-apaan? Dia disebut tidak jelas?! Enak saja! Masih beruntung dia memberikan perhatian padanya! Kenapa orang itu justru bilang jika dirinya tidak jelas!
Jemarinya kembali menekan tombol hijau –tombol telepon.
"Hei!"
"Apa sih?! Kenapa orang ini menelpon lagi, sih?!"
"Siapa, hyung?"
"Tidak tahu, Jeongin! Tidak jelas sekali! Sejak tadi hanya hei hei saja! Sepertinya ini penipuan, deh!"
"Kalau itu penipuan, blokir saja nomornya, hyung!"
Dia kembali membelalak begitu mendengar orang yang berada di sana sedang berbincang dengan rekannya. Enak saja nomornya hendak diblokir! Apakah dia sudah gila sampai-sampai hendak memblokir nomornya? Dia itu bukan oknum penipu!
"Hei! Aku bukan penipu!"
"Lalu kau siapa?! Mengganggu sekali! Aku sedang bekerja, tahu!"
"Ini aku!"
"Aku siapa?! Kau tidak punya nama, ya?! Baiklah kalau begitu, aku akan memanggilmu babo!"
"Heh! Sialan! Ini aku, Lai Kuanlin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
amore ; panwink✔
Fanfiction🌺𝙘𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙🌺 ❝𝐚𝐥𝐥 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞❞ ㅡ 𝘓𝘢𝘪 𝘒𝘶𝘢𝘯𝘭𝘪𝘯 ❝𝐭𝐡𝐞𝐧, 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐦𝐞 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞?❞ ㅡ 𝘗𝘢𝘳𝘬 𝘑𝘪𝘩𝘰𝘰𝘯 Lai Kuanlin, seorang Direktur Utama Perusahaan Perbankan terbesar di...