Toy

1.2K 170 38
                                    

Jihoon tengah merebahkan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Dia baru saja rampung membersihkan seluruh rumah yang besarnya bukan main ini. Yah, dengan bantuan asisten rumah tangga yang setia menolongnya, sih. Namun tetap saja, ini sangat melelahkan. Tinggal di rumah dengan luas hampir seperti lapangan sepak bola -mau tidak mau, kau juga harus membersihkannya, bukan?

Dia melirik jam dinding yang berada di salah satu dinding ruangan. Sudah jam dua belas siang. Tandanya, dia harus mulai menyiapkan makan siang guna dimakan oleh sang suami, dan juga menyiapkan makanan untuk anak pertamanya.

Jihoon tengah ditinggal di rumah kala Kuanlin dan Eddie pergi bermain. Memang sialan si jangkung itu. Dia mengatakan jika Jihoon tak boleh ikut karena ini adalah gilirannya untuk menjaga Eddie, jadi dia akan bermain sepuasnya dengan Eddie.

Lihat saja nanti, Edward. Jihoon akan membalasmu dengan caranya sendiri.

Jihoon memilih untuk segera pergi ke dapur, memasak untuk keluarga kecilnya yang mungkin akan pulang sebentar lagi. Masih ada daging sapi yang dibelinya kemarin, dia akan memasak bulgogi untuk Kuanlin dan para asisten rumah tangganya. Pengalamannya bekerja di banyak bidang membuatnya lihai dalam melakukan pekerjaan apapun, khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga.

Lain halnya dengan Kuanlin yang justru hobi mengganggu pekerjaannya.

"Oke, aku yakin ini akan enak," Jihoon bergumam pelan seraya tangannya terus mengaduk masakan yang ada di atas wajan. Jemarinya perlahan mengambil bumbu-bumbu yang dibutuhkan, menaburnya ke atas masakan secukupnya.

Jihoon tersenyum. Membayangkan wajah Kuanlin yang kerap tersenyum kala menyantap masakannya membuatnya bahagia. Kendati, tiga tahun sudah berlalu sejak pernikahan mereka, namun Kuanlin tak pernah berubah. Dia tetap seperti dulu, sikapnya tiada yang berubah. Menyebalkan, memang. Namun dia selalu mengapresiasi sekecil apapun hal yang sudah Jihoon lakukan dengan penuh usaha.

Meski kadang dia akan meledeknya dulu, sih.

Pernah kala itu Jihoon si buta bahasa asing berusaha untuk membacakan buku untuk Eddie yang belum tahu apapun. Jihoon berusaha untuk membaca nama-nama binatang yang tertera di buku edukasi itu, namun berakhir dengan Jihoon yang membacanya dengan aneh. Dia membaca turtle menjadi turtele, elephant menjadi elepahant, dan giraffe dibacanya girafefe.

Kuanlin yang mendengarnya tentu tergelak. Dia meledek Jihoon, yang mengakibatkan dirinya dipiting oleh Jihoon. Namun pada akhirnya, Kuanlin akan meminta maaf, kemudian mengajari Jihoon perlahan. Setelahnya, Kuanlin akan mengapresiasi usaha yang sudah Jihoon lakukan.

Jihoon merasa sangat beruntung karena dia dipertemukan dengan Kuanlin, meski dengan pertemuan awal yang tak pernah diduga.

"Kami pulaang!"

Jihoon menoleh, mengikuti sumber suara. Ada Kuanlin yang tengah membuka sepatunya sambil menggendong Eddie di tangan satunya. Eddie tampak tertidur di dalam gendongan sang suami.

"Sudah pulang? Tadi pergi ke mana saja?"

"Pergi jalan-jalan! Pokoknya, kau menyesal karena tak ikut!"

"Ya! Kau yang melarangku untuk ikut! Aku sudah hendak pergi mandi sebelum kau tahu-tahu pergi berdua dengan Eddie tanpa pamit padaku!"

"Hahaha, maaf, maaf. Ini, aku bawakan kue keju kesukaanmu," Kuanlin meletakkan sekotak kue keju di atas meja makan.

"Aku akan menidurkan Eddie di ranjangnya dulu," Kuanlin segera berjalan menuju kamar Eddie, meninggalkan Jihoon yang masih sibuk dengan masakannya.

Kuanlin berjalan kembali ke dapur, menatap punggung Jihoon dari belakang, melukis sebuah senyuman di wajahnya. Dia berjalan mendekat, kemudian memeluk Jihoon dari belakang, membenamkan wajahnya di bahu Jihoon yang lebih pendek darinya.

"Jangan erat-erat, aku sedang memasak, sedikit susah jika kau memelukku begini."

"Jadi, mau dilepas saja?"

"Tidak mau! Mau dipeluk, tapi jangan erat-erat!"

Kuanlin terkekeh pelan, kemudian bergerak untuk mengecup pipi Jihoon dari samping.

"Tadi pergi ke mana?"

"Ke Doosan Tower," jawab Kuanlin pendek. "Membelikan mainan untuk Eddie."

"Mainan apa? Apakah ada toko mainan yang cocok untuk Eddie di sana? Sepertinya tidak ada."

"Memang tak ada, jadi yang dibeli ya lego."

"Ya! Itu bukan untuk Eddie, tapi untukmu, 'kan?! Sudah kubilang, jangan beli lego terus! Hendak disimpan di mana lagi semua legomu?! Lemarinya sudah penuh!" Jihoon berbalik, mendesis kesal.

Kuanlin hanya bisa terkekeh tanpa dosa. "Yaa... beli lemari lagi!"

"Lai Kuanliiin!"

Pekikan Jihoon hanya menghasilkan kekehan tanpa dosa dari Kuanlin, yang akan terus seperti itu kendati Jihoon sudah berkali-kali teriak padanya.

Yah, dia tak pernah jengah mendengar pekikan Jihoon saban harinya.

-Toy;End-

Mungkin aku akan post cerpen lepas kayak gini di sini, kalau kalian terganggu atau tidak berkenan, mohon maaf yaa, hehehe.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang