Manik matanya mengedar ke sekelilingnya. Sebuah taman di tengah kawasan kampus. Cukup sepi, hanya ada beberapa Mahasiswa yang sedang bercengkrama di dekatnya. Meski banyak orang yang berjujai, tapi mereka tidak tinggal. Hanya sekadar lewat.
Tangannya menadah, membiarkan kelopak bunga ceri berwarna merah muda mendarat di tangannya. Angin yang berembus cukup kencang membuat kelopak bunga ceri berterbangan, membuat pemandangan menjadi semakin apik.
Kakinya bergerak mengetuk bentala, menunggu seseorang yang sedang pergi ke kafe yang berada tak jauh dari taman itu. Jemarinya mengetuk meja kayu di depannya, perasaannya kelesah.
"Maaf ya menunggu lama! Aku harus antre untuk mendapatkan chocolate mousse!"
Dia mengangkat wajahnya ketika mendengar suara seorang lelaki. Lelaki yang dia tunggu sejak tadi. Dia datang dengan seulas senyuman, bersama dua buah gelas di tangannya.
"Bukan masalah. Aku justru merasa rikuh karena Sutradara Kang yang harus mengantre", ucapnya jujur.
Tadi dia bersikeras untuk mengantre di kafe, tapi lelaki yang lebih tua darinya mengelak. Dia bilang, dia rindu suasana kafe sehingga ingin mengantre di sana. Baiklah, apa boleh buat. Dia tidak ingin ada friksi yang terjadi di antara mereka.
"Jangan sungkan denganku, Hoon. Kita 'kan berteman!" kekeh lelaki berbahu lebar yang dipanggil dengan sebutan Sutradara Kang tadi.
Jihoon —lelaki yang berada di depannya membulatkan matanya. Dia tidak menyangka jika seseorang sepertinya bisa dianggap sebagai seorang teman oleh seorang Sutradara yang ada di depannya ini. Sutradara Kang Daniel.
"Ini, latte milikmu", Daniel menyerahkan segelas kopi untuk Jihoon.
"Ah —sudah kubilang tidak perlu repot-repot, Sutradara Kang", ucap Jihoon lesu.
"Repot apanya, hm? Sama sekali tidak repot, kok!" Daniel kembali terkekeh.
Oh, satu hal yang bisa Jihoon simpulkan, seorang Kang Daniel adalah seseorang yang ringan lidah. Dia sangat baik kepada semua orang, tanpa terkecuali. Tidak salah Jihoon mengidolakan lelaki yang berada di depannya ini.
"Sutradara Kang tidak minum kopi?"
Daniel menggelengkan kepalanya, seraya menatap segelas Chocolate Mousse yang berada di depannya. Segelas minuman yang kerap dia pesan semasa kuliahnya dulu.
"Tidak. Aku tidak bisa minum kopi", ucap Daniel.
"Benarkah? Aku baru tahu", Jihoon menatap Daniel.
"Aneh, ya? Hampir semua orang menyukai kopi. Istriku juga sangat menyukai kopi. Hampir setiap pagi dia membuat secangkir kopi, lalu dia membuatkan secangkir cokelat panas untukku. Sepertinya, hanya aku yang tidak bisa minum kopi", Daniel tertawa renyah.
Jihoon menatap Daniel, memainkan jemarinya di atas meja kayu berpelitur kayu pohon ek itu.
"Aku sudah mencoba untuk minum kopi, tapi tidak pernah bisa. Hampir semua orang yang mengetahui itu akan meledekku", kekehnya, lagi.
"Kenapa harus mencoba untuk minum kopi jika kau tidak bisa? Kau tidak perlu menjadi orang lain untuk diterima di lingkungan sosial", kicau Jihoon tanpa sadar.
Daniel menatap Jihoon. Sebuah senyuman terulas di wajahnya. Dia tidak menyangka jika Jihoon akan berkata seperti itu. Tangannya dia gunakan untuk menopang dagunya, menatap Jihoon dalam.
"Aku tak menyangka kamu akan berkata seperti itu", tutur Daniel.
"Eh? A-aku menyinggungmu, ya?" Jihoon tampak cemas, membuat Daniel tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
amore ; panwink✔
Fanfiction🌺𝙘𝙤𝙢𝙥𝙡𝙚𝙩𝙚𝙙🌺 ❝𝐚𝐥𝐥 𝐲𝐨𝐮 𝐧𝐞𝐞𝐝 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞❞ ㅡ 𝘓𝘢𝘪 𝘒𝘶𝘢𝘯𝘭𝘪𝘯 ❝𝐭𝐡𝐞𝐧, 𝐰𝐨𝐮𝐥𝐝 𝐲𝐨𝐮 𝐭𝐞𝐚𝐜𝐡 𝐦𝐞 𝐰𝐡𝐚𝐭 𝐢𝐬 𝐥𝐨𝐯𝐞?❞ ㅡ 𝘗𝘢𝘳𝘬 𝘑𝘪𝘩𝘰𝘰𝘯 Lai Kuanlin, seorang Direktur Utama Perusahaan Perbankan terbesar di...