Bab 43 : Metanoia

1.2K 207 94
                                    

Dari lantai lima, netranya mampu menangkap bintang-bintang yang bertaburan di langit dengan eloknya. Cuaca sedang cerah hari ini, membuat bintang di langit terlihat dengan jelas.

Cuaca memang cerah, namun hatinya tidak.

Gemuruh melanda relung hati. Sejak dua hari yang lalu, rasanya belum pergi. Cemas, panik, sedih, menjadi rasa yang terpendam di hati. Rasa dalam hatinya tidak kunjung hilang sampai yang dia cemaskan sudah lebih baik.

Nyatanya sampai detik ini, belum.

Dia memandangi sebuah jepit rambut berbentuk bintang di jemarinya. Jepit rambut berwarna kuning itu diserahkan oleh Daniel padanya, kemarin. Daniel bilang, jepit rambut itu tersemat pada saku pakaian yang dikenakan Jihoon —pemuda yang kini terbaring di atas ranjang. Sosok yang membuatnya menghabiskan waktu dengan menginap di Rumah Sakit sejak dua hari lalu.

Beruntung dia memilih kamar dengan kelas paling atas. Sehingga di kamar itu tersedia ranjang bagi kerabat yang menunggui pasien. Membuatnya tidak bingung harus tidur di mana.

"Dokter menemukan ini di saku Jihoon. Tersemat di sana, mungkin itu alasan mengapa benda ini tetap ada di tempatnya. Mungkin, ini amulet bagi Jihoon, sehingga anak itu menyimpannya di saku," begitu keterangan Daniel kemarin kala menyerahkan benda itu padanya.

Dia juga menggenggam ponsel Jihoon sejak kemarin. Selain memberikan jepit bintang itu, Daniel juga menyerahkan tas yang dibawa oleh Jihoon padanya. Daniel bilang, lebih baik dia yang menyimpannya, karena dia adalah kekasihnya.

Kemarin dia sudah menghubungi atasan tempat Jihoon bekerja, pemilik kedai kopi Pippy yang langsung memekik begitu mendengar kabar yang dia sampaikan. Telinganya langsung berdenging begitu mendengar reaksi yang dia terima. Lelaki bernama Yoon Jisung yang dia kabari langsung meminta alamat Rumah Sakit Jihoon, dan langsung menyambangi mereka berdua kemarin.

Jisung menyambangi Jihoon dengan air mata yang menganak sungai. Dia bilang, dia tidak menyangka kejadian itu akan menimpa Jihoon hingga dia terbaring tidak berdaya. Jisung datang sendiri, dan dia bilang, dia akan datang bersama pegawai lainnya di hari lain.

Matanya enggan terlepas dari layar ponsel Jihoon. Lockscreen ponsel milik Jihoon adalah foto Jihoon sendiri —yang diam-diam dia kirim ke ponselnya. Foto itu sanggup membuat dirinya sedikit lebih tenang, meski dia tentu tidak bisa tenang sepenuhnya karena Jihoon belum sadar dari masa kritisnya.

 Foto itu sanggup membuat dirinya sedikit lebih tenang, meski dia tentu tidak bisa tenang sepenuhnya karena Jihoon belum sadar dari masa kritisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setidaknya, Kuanlin —si lelaki yang dimaksud sejak tadi mampu mengulas sebuah senyuman tipis di wajahnya ketika dia melihat foto itu.

Netranya kembali memandang jepitan berbentuk bintang yang diletaknya di atas meja. Diambilnya jepit itu, dipandangnya lagi. Diusapnya pelan dengan ibu jarinya.

"Cepatlah bangun, Jihoon. Aku akan menyematkan ini di rambutmu lagi," dia bergumam, netranya menatap Jihoon lagi.

Kuanlin menghembuskan nafas, dalam.

amore ; panwink✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang