Oleh Ellen Kristi
Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001
Erin memegang surat itu dengan kedua belah tangannya. Ia penasaran. Memang tadi Ibu Guru telah berpesan jelas, jangan buka amplop ini. Tapi ia begitu ingin tahu. Mengapa tidak boleh dibuka? Adakah isinya sesuatu yang sangat rahasia?
Di atas amplop tertulis: kepada yang terhormat Bapak/Ibu Rifki. Bapak dan Ibu Erin. Apa sebabnya Ibu Guru menulis surat kepada Bapak dan Ibu? Erin tak berhenti berpikir sambil melangkah pulang. Aneh, aneh sekali. Sebelumnya tidak pernah Ibu Guru menulis surat khusus kepada Bapak dan Ibu. Paling-paling pemberitahuan jadwal tes, atau rapat orang tua murid, atau peringatan membayar uang sekolah. Bentuknya pun bukan surat, tidak pakai amplop, hanya di-staples biasa saja. Erin hafal betul.
Lalu sikap Ibu Guru tadi pun janggal. Memang masih tersenyum ramah seperti biasa, namun nada suaranya berbeda. Ibu Guru serius sekali memperingatkan Erin agar jangan sekali-sekali membuka amplop ini. Dan untuk itu Ibu Guru sampai merasa perlu memanggil Erin secara pribadi, bertemu empat mata.
Erin agak takut sekarang. Mungkinkah Ibu Guru telah melihatnya mencontek waktu ulangan sejarah tiga hari yang lalu? Erin mengaku malam sebelum ulangan ia malas belajar, jadi dia tidak membuka buku sama sekali. Akhirnya saat menghadapi soal ia kebingungan, kemudian ia mengintip jawaban Muna yang duduk di depan. Tentu Ibu Guru hendak melapor perbuatan buruk Erin pada Bapak dan Ibu.
Keringat menetes di punggung Erin, di balik bajunya. Ia ingat, dalam satu minggu terakhir masih ada beberapa perbuatan buruk lain yang Ibu Guru tentu tidak senangi. Hari Senin, dia melempar kepala Bona dengan kapur. Hari Selasa, dia memasukkan seekor kaki seribu ke dalam tempat pensil Lia sampai-sampai Lia menangis ketakutan. Hari Rabu, dia mematahkan penggaris Dion. Hari Kamis, dia buang air besar di kamar kecil sekolah tapi sengaja tidak mau menyiram. Hari Jumat, dia mengatai Kiki "Si Gendut" dan Kiki melaporkan Erin pada Ibu Guru sambil marah-marah. Erin yakin, Ibu Guru menganggapnya anak yang nakal sekali. Jelaslah hari ini Ibu Guru hendak melaporkan semua tingkah laku jeleknya pada Bapak dan Ibu.
Erin menendang tiang listik dengan jengkel. Terus terang rasanya Ibu Guru agak keterlaluan. Sebetulnya tidak perlu melaporkan Erin pada Bapak dan Ibu. Nakalnya Erin kan belum seberapa dibanding Bono. Bono pernah berkelahi babak belur dengan anak kelas lima di halaman belakang sekolah. Atau Dion? Dion juga nakal. Dion sering memakai uang sekolah untuk jajan. Dan bagaimana dengan Rashid, Teo, Mose? Semua nakal. Juga Lia. Lia itu kalau menangis super keras. Erin pikir Ibu Guru perlu memperingatkan orang tua Lia supaya anaknya tidak terlalu cengeng.
Hampir sampai di rumah. Erin menimang-nimang amplopnya. Kalau Bapak dan Ibu mengetahui kenakalan Erin, Erin bisa dihukum. Uang jajan distop. Tidak boleh nonton tivi. Tidak boleh main play-station. Tidak boleh ke rumah Eyang.
Erin melirik jam tangan. Siang hari begini Ibu sedang sibuk memasak, Bapak pun belum pulang dari kantor. Erin memasukkan amplop ke dalam tasnya. Ia berlari, tergesa membuka pagar, membuka sepatu, mengucapkan salam kepada Ibu, masuk ke kamar dan langsung membongkar tumpukan bukunya. Erin ingat pernah membaca di salah satu buku cerita tentang cara membuka amplop tanpa merusakkannya. Dia harus tahu apa yang ditulis Ibu Guru kepada Bapak dan Ibu. Setidaknya, dia bisa menyiapkan tanggapan bila Bapak dan Ibu memarahi dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Short StoryD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...