Tapi, kau itu berbeda.***
"Nilaimu turun lagi?" pagi di awal musim gugur, mengapa harus pertanyaan itu yang harus terlontar sih padahal sekarang ini sudah mulai mendingin, tak takut Sakura sakit atau apa, malah menanyakan nilai, harusnya di belikan mantel yang baru.
"Iya, aku dapat tiga kemarin," ayahnya menghela napas panjang, padahal kemarin-kemarin sudah merasa senang anak tunggalnya itu mendapat nilai lumayan. "Mau kalau tidak lulus?"
"Tak masalah," jawab Sakura datar sambil mengoleskan selai strawberry di roti, dia mendadak tersenyum melihat ibunya menjulurkan jari jempol ke arahnya.
"Tidak apa-apa ya, yang penting anak ibu bahagia," Sakura mengangguk-anggukan kepala, melahap roti itu dengan semangat lalu meminum susu.
"Yasudah kita biarkan saja Sakura sekolah sampai dia tua ya?"
"Iya tidak apa-apa, jadi anak kita menjaga sekolah terus deh sampai dia tua," Sakura tertawa lagi merasa ada yang membela, lalu menjulurkan lidah pada ayahnya yang terlalu pusing tentang nilai, toh Naruto tanpa lulus sekolah bisa-bisa saja membuka ternak lele, Sasuke juga bisa berkerja, lalu kenapa? Yang penting selama ini Sakura tak pernah menyontek, tak pernah nakal, atau melakukan hal-hal yang merugikan, kalau otaknya tumpul yang mau bagaimana lagi, takdir itu namanya.
"Apa karena tak pernah belajar malam lagi dengan Sasuke?" Sakura hanya menaikan kedua bahunya, tak mau membahas ini.
"Karena aku malas, habis belajar itu susah sih, sudah ah aku berangkat dulu," ayahnya hendak berbicara lagi tapi tak jadi, sang istri dengan sigap menutup mulutnya.
"Hati-hati sayang," Sakura mengangguk lalu pergi, yang tersisa kali ini hanyalah tatapan bingung Jiraiya, sorot matanya seperti memaksa Tsunade untuk menjelaskan semua ini.
"Kau itu laki-laki jadi tak akan mengerti," jawaban itu tak membuat suaminya puas, sekali lagi dia berusaha untuk meminta penjelasan.
"Dia sedang mengalami masa sulit, lebih baik kita tak perlu memaksanya, aku tak ingin dia murung lagi," Jiraiya kembali sibuk dengan rotinya, tak tampak terpengaruh sedikit pun oleh penjelasan itu, memangnya kenapa kalau sedang masa sulit, belajar itu penting.
"Kalau sampai kau menanyakan nilai lagi padanya jangan harap mendapat kue di hari sabtu," dan yah alasan itu cukup kuat untuk membuat dia menutup mulut, mana bisa dia melewatkan hari manisnya yang bahkan terasa lama jika di tunggu.
"Yasudah,"
***
Tak pernah sebelumnya Sakura merasa kelas ini begitu sepi, kenapa tak ada satu pun suara? Kenapa tidak ada yang tertawa? Bahkan Sakura bisa mendengar suara hentakan sepatunya karena kelas ini begitu sunyi, dan tumben juga melihat Sasuke datang lebih cepat hari ini.
"Kalian kenapa----'
"SSSSSTTT," Sakura terkejut mendengar suara kompak seisi kelas ini tapi cukup lucu juga, seperti sedang berada di rumah Tenten saja.
"Jangan berisik, kau tak mau kita semua di hukum lagi kan?" ucap seseorang yang duduk paling depan, Sakura bahkan bisa melihat di dahinya tertempel koyo, jadi gara-gara kemarin ya.
"Oke aku tak akan berisik," setelah merasa sudah menguasai diri untuk diam dan tenang Sakura pun memilih untuk duduk saja.
"Naruto?" panggilnya bisik-bisik dan dengan cepat anak laki-laki itu menoleh.
"Apa?"
"Selamat pagi," anak laki-laki berambut kuning itu pun tersenyum.
"Selamat pagi Sakura," jawab Naruto tanpa bisik-bisik, malah suaranya kencang sekali sampai terdengar di penjuru kelas, Sasuke yang sedang sibuk membaca pun sempat-sempatnya menoleh ke arah sana, ada sesuatu asing yang menyusup ulu hatinya, bahkan sampai bel istirahat berbunyi rasa itu tak mau hilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Фанфик"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto