..
.
"Pagi," ucapnya sambil duduk di sebelah sang ibu, karena duduk di dekat ayahnya sudah tak terasa aman lagi.
"Pagi," jawab Tsunade dengan senyum sambil menyuapkan sebuah potongan roti tapi dengan sigap Sakura berhasil menghindar.
"Ayah," ucap Sakura lagi masih belum berminat untuk melahap sarapannya.
"Hm?"
"Besok datang ya ke kampusku," tatapan Jiraiya berubah seram, wajah yang beberapa hari ini selalu Sakura lihat dengan jelas.
"Aku tidak melakukan hal-hal yang salah kok, malah aku berhasil masuk final, untuk masuk tim inti," Jirainya menahan diri untuk tersenyum, dia terus mengingat-ngingat kesalahan fatal yang dibuat oleh istri dan anaknya.
"Oh,"
"Tapi kalau ayah sibuk tidak apa-apa kok, aku akan tetap berusaha untuk menang," ucapnya lagi kini tak memandang ke arah Jiraiya lagi, tatapannya hanya terfokus pada roti selai kacang yang masih hangat.
"Sudah hampir terlambat, aku berangkat dulu ya," Sakura mengambil roti itu lalu menggigitnya dengan sekuat tenaga agar tak jatuh, dia masih harus merapikan tali sepatu dan memakai kaos kaki.
"Hati-hati sayang,"
"Iya bu...." Haruno Sakura melangkahkan kakinya dengan wajah tak sumringah, hari ini dia akan berlatih dengan keras, akan menang dengan cara yang adil, dan membuat ayah ibu dan Sasuke bangga padanya.
"Aduh," dan belum apa-apa, dia sudah terjatuh, untung tak sampai luka, berterimakasih lah pada sang ayah, memakai rumput di halaman ternyata cukup efisien, hanya malu saja sih, habis pak supir malah langsung ketawa-ketawa.
"Ketawain apa?" tanya Sakura so galak, habis bukannya menolong malah ketawa-ketawa.
"Soalnya sudah feeling gitu non, kalau non bakalan jatuh," Sakura bangun sendirian, masuk ke mobil sambil menghempaskan pintu keras-keras, sakitnya sih ga seberapa, kesalnya minta ampun, kalau udah feeling kenapa tidak bilang coba?
"Jangan marah non,"
"Aku tidak marah," pak supir tertawa lagi, padahal sudah terlambat ini, mau nyuruh buru-buru tapi lagi kesal, Sakura kan jadi bingung.
"Tapi kesal?" tanya pak supir lalu dibalas dengan sebuah anggukan.
"Ya sama aja non, marah sama kesal itu satu arti beda kata aja,"
"Sejak kapan bapak bisa ngomong kaya gitu? Siapa yang ajarin?" sang supir menyalakan mesin sambil berpikir 'siapa yang ajarin ya?'
"Ya itu kalau bapak lewat, terus ibu suka nonton telenovela, ya pernah denger gitu deh," jawabnya sambil mulai menyetir dengan santai, pakai acara dengerin radio lagi.
"Pak, kok jadi santai? lihat sekarang udah jam delapan,"
"Apaan? Sekarang itu jam tujuh,"
"Jam delapan pak," Sakura melihat ke jam tangan dan ponsel, dua-duanya sama kok.
"Jam tujuh, eeeh iya jam delapan tadi bapak liat jam tujuh itu gimana ceritanya ya?" dia mencoba mengingat-ngingat lalu terdiam sejenak sampai setitik ingatan menghancurkan sesi melamun nya.
"Kalau sekarang jam delapan, non terlambat dong?" Sakura tak menjawab, hanya tatapan matanya yang tiba-tiba jadi seram.
"Ya ampun gimana dong non?"
KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fanfiction"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto