3

5.6K 518 159
                                    

Sepertinya aku akan menjadi wanita sibuk, kenapa? Karena aku belajar terus menerus sampai kepalaku agak pengang, tapi tidak apa-apa, ini adalah pengorbanan cinta, masa depan itu lebih penting, apalagi masa depan bersama dia, hihi.

***

Pagi yang terlalu aneh melihat Haruno Sakura membaca buku di meja makan, ibunya bahkan tak lagi berminat bermain onet, ayahnya berdiri saja tampak takjub sampai lupa niat kesini untuk mengisi perut.

"Aah, ternyata begitu," sambil menarik gelas yang berisi susu tanpa melihat Sakura kembali membaca sambil meneguk, dia sadar orangtuanya ada di sekitarnya, tapi dia tak tau bahwa mereka berdua menatap Sakura dengan pandangan takjub.

"Kau baca apa sih? Sepertinya seru sekali," sanggah sang ibu melihat anaknya tak konsentrasi makan malah membaca, dia senang tentu saja tapi Sakura harus tetap mengisi perut 'kan? Nanti dia tambah kurus, nanti dia kelaparan di sekolahnya. "Makan dulu,"

"Baca buku ibu hamil, bagaimana cara menjaga bayi di perut agar tetap sehat,"

"Eh apa apa?" tanya ibunya tanpa mau menyembunyikan wajah terkejutnya. "Kau tidak hamil 'kan?"

"Ya tidak lah," sekarang fokusnya teralih, Sakura menatap orangtuanya secara bergantian, bertanya-tanya apa ada yang tidak beres? Mengapa mereka tak seperti biasanya, Tsunade tak memainkan ponsel, Jiraiya tak marah-marah.

"Kenapa ayah dan ibu tak seperti biasanya?" untung saja orangtua Sakura hanya mengernyitkan mata, yang seharusnya bertanya kan mereka bukan anak itu, tapi ya sudahlah yang jelas mereka tak mau meruntuhkan dinding yang mulai Sakura sukai, apapun saja bukunya yang jelas itu adalah awal yang bagus.

"Kenapa diam?" tanyanya lagi sadar betul suasana ini terlalu asing untuk dinikmati.

"Lebih baik kau makan saja,"

"Oke," Sakura menutup bukunya lalu menyuapkan satu sendok penuh brokoli, pagi ini terasa lebih baik, dia tak mendengar ocehan, tak membutuhkan headphone, senyumnya merekah.

***

"SASUKE!" hari ini gadis itu menyapanya dengan senyum lebar, volume suara besarnya membuat seisi kelas menoleh ke arah mereka, merasa tatapan aneh terus Sakura dapatkan dia langsung menepis segala tuduhan salah yang mereka tujukan pada dia.

"Aku tidak suka dia, jangan salah paham, jangan bilang Sai juga, awas ya," teriaknya sekali lagi, kali ini lebih pada teman-teman sekelasnya, Sasuke tak peduli, dia duduk saja di bangkunya.

"Sasuke, aku sudah membaca ini, reproduksi itu menakjubkan ya," kemarin Sasuke membiarkan gadis itu membawa buku usang nya pergi, dia tak mau dibuat repot, atau harus menahan sakit karena di cubit lagi, lebih baik dia memberikan itu, terserah mau di apakan toh dia sudah membacanya.

"Beribu-ribu sel berlomba-lomba untuk hidup tapi hanya satu saja yang berhasil, dan aku termasuk orang yang beruntung karena sudah menang," sudah bukan rahasia lagi Sasuke lebih suka memandangi papan tulis di banding melihat sosok disebelahnya, selain berisik, dia juga memiliki suara yang melengking, membuat pusing, untung Sasuke tadi sudah antisipasi meminum obat puyer dari warung, dia tak bisa terus sehat jika duduk disini.

"Aku juga senang tak berakhir menjadi buih, aku hidup, bernapas, makan," gadis itu terus saja berbicara tak peduli jika Sasuke tetap diam, yang jelas dia suka buku itu, dia suka jika terlihat spesial. "Dan minum juga, buang air, buang angin, dan jatuh cinta,"

"Kalau aku jadi buih mana bisa aku merasa senang saat bertemu dengan Sai, iya 'kan?" Sasuke sekarang memilih mengeluarkan bukunya, tak enak juga pagi-pagi sudah diserang begini, dia harus lebih menyibukkan diri.

"Sasuke bicara dong," tapi laki-laki itu hanya diam, menolak segala kebahagiaan yang Sakura rasakan, jika bisa memilih Sasuke mungkin lebih baik menjadi buih saja, daripada hidup seperti ini, tetapi tidak bisa, dia tak bisa memilih.

"Sasuke," belum sempat Sakura mencubit daerah pundak Sasuke, guru mereka sudah masuk dengan dramatis, meminta maaf karena terlambat masuk, alasannya sih menolong nenek-nenek menyebrang.

"Sasuke," bisik Sakura masih tetap berusaha, tapi laki-laki itu hanya menatap kedepan, apalagi ada guru begini tak mungkin sekali Sasuke akan menanggapi gadis itu, karena merasa diabaikan Sakura malah menatap laki-laki, ternyata selama ini dia salah, Sasuke walaupun sederhana memiliki wajah yang lumayan juga, hidungnya mancung, matanya hitam, jangan lupakan garis rahangnya yang maskulin, dia juga memiliki----

"Apa lihat-lihat?" dia menyadari gadis itu terus menatapnya melalui sudut mata, tak perlu menoleh pun dia sudah tau.

"Kau lumayan juga," Sasuke meringis, tak membutuhkan penilaian wanita itu, kali ini dia tak peduli lagi, tak mau bertanya lagi walaupun merasa risih juga jika ditatap terus-terusan, hingga kelas berakhir pun Sasuke memilih diam saja.

***

"Sai," hari ini Sakura kembali pada habitatnya, dia berkeliaran selama jam istirahat berlangsung, tak lupa membawa Tenten dan Ino juga, menjadi benteng kuat untuk menjaga Sai.

"Kupikir kau akan berhenti," ucap Tenten tampak sedikit senang, dia kemarin bosan sekali tak melakukan hal-hal seperti ini.

"Berhenti apa?" masih dengan formasi Sakura dibelakang Sai, Ino dan Tenten dibelakang Sakura mereka terus berbicara walaupun sedang buru-buru, langkah laki-laki itu cepat soalnya.

"Mengejar Sai,"

"MANA MUNGKIN? YANG BENAR SAJA!" teriak Sakura histeris, sampai-sampai Sai dan temannya menoleh, takut-takut Sakura dirasuki roh jahat, tapi setelah yakin Sakura tak apa-apa mereka kembali berjalan dengan tenang.

"Kemarin itu aku sedang berpikir," Ino yang sedari tadi tak ingin ikut berbicara kali ini malah menjadi orang yang paling bersemangat bicara

"Kau apa?.....berpikir?" Ino terkejut, tapi dia masih bisa menahan mulutnya agar makanannya tertelan, jangan sampai menyembur, bahaya.

"Iya aku berpikir," kedua temannya itu menganggukkan kepala, sulit sekali untuk tampak tak terkejut, gadis ini Haruno Sakura yang itu 'kan? Yang merelakan ponselnya hilang daripada capek-capek berpikir terakhir menaruhnya dimana.

"Aku ingin memiliki masa depan yang cerah," belum sembuh terkejutnya yang tadi kali ini mereka berdua disuruh untuk terkejut lagi, apa-apaan, Sakura berubah begitu saja dalam beberapa hari begitu?

"Memiliki masa depan?" ulang Tenten mengikuti nada suara Sakura, tak memperdulikan langkahnya, dia bahkan tak merasa sakit saat kakinya sedikit tersandung.

"Yang cerah?" Ino pun sama, mereka seperti sedang mabuk, seperti hidup dalam bayang-bayang, terlalu sulit untuk menggerakkan badan, hanya bisa tersenyum aneh.

"Kalian juga harus memiliki masa depan, hamil itu menyenangkan, kita tak akan pernah takut sendirian, karena kita ditemani...."

"Aku juga yah?" Ino tersenyum seram, eh apa? Barusan Sakura bilang apa?

"HAMIL?" ucap mereka berdua kompak padahal sebelumnya tak berencana untuk mengucapkan itu bersama, jadi masa depan yang cerah itu.....hamil?

"Sakura sini," Tenten yang sekarang sudah berhasil normal duluan akhirnya menahan Sakura untuk tidak berjalan lagi, alhasil mereka kehilangan jejak Sai, laki-laki itu hilangnya cepat sekali.

"Kurasa kau sakit," tapi keningnya tak panas, wajahnya tak pucat, bahkan senyumnya natural sekali, ini seperti ada seseorang yang tertahan dalam tubuh Sakura.

"Ah..... Gara-gara kau Sai jadi hilang," perempuan bersurai merah muda itu berlari kencang sekali, ternyata benar itu Sakura, tak ada siapapun yang terjebak dalam tubuh itu, lalu kalau bukan karena itu dia kenapa? Kenapa dia makin tak normal begini? Saat liburan kemarin dia makan apa sih? Jangan bilang makan tanah, soalnya Sakura pernah bercerita saat dia kecil dia pernah makan pasir dan kerikil, apa jangan-jangan sekarang dia melakukannya lagi, jangan-jangan dia makan tanah sengketa, makanya jadi lebih aneh.

"Ino..." mereka berdua saling tatap sebentar lalu menghembuskan napas yang berat.

Huh....

****

So Long! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang