---Sebesar apa?---Musim gugur telah menunjukan taringnya, beberapa daun dan bunga sudah meninggalkan dahan, hilang bersama angin, hilang diinjak manusia, hilang karena Sakura ambil, iya tak sengaja tadi jatuh ke rambutnya, lalu dia bawa bunga itu ke rumah, menyimpannya di dalam buku harian, ditempel memakai perekat, diberi senyum, saat hendak menulis satu pemberitahun dari kakaotalk berbunyi, wanita itu ternyata...
Eh siapa namanya? Sakura tak ingat, eh bukan tak ingat tapi tak tahu, keadaan saat itu tak memungkinkan mereka untuk berkenalan 'kan.
'Utakata tak mau memaafkanmu,'
Gapapa, yang penting aku udah minta maaf.
Sakura kembali menyambar pena, hendak menulis karena dia merasa akhir-akhir sudah tak pernah menuliskan hari-harinya yang berharga, salah Sai memang saat itu membuat dia jadi malas menulis, mana sebagian isi buku ini tentang dia, mau dirobek sayang tenaga, mau ganti buku uang jajan bulanannya habis untuk biaya makan kemarin, bahkan Sakura tidak menyentuh makanan itu sedikit pun, untung saja saat haus sudah berdebat dia tak membeli minum lagi, alamat harus cuci piring seharian, gara-gara dia juga sih sombong saat memesan makan 'apa saja deh' jadilah diberi makanan dan minuman yang paling mahal, dasar pelayan itu, malah cari untung.
"Sakura?" panggil ibunya sudah jam makan malam tapi anak gadisnya itu masih tak menampakan batang hidung, jangan bilang masih di kamar.
"Sebentar," jawabnya walaupun masih dikamar yang letaknya cukup jauh dari ruang makan, suara ibunya itu lantang, jadi Sakura masih bisa mendengarnya dengan jelas.
"Ayam goreng nih, banyak kulitnya," dan mungkin sekarang juga belum saatnya Sakura untuk menulis, lain kali saja lah, saat uang di dompetnya penuh.
"Jaket siapa tuh?" tanya ibunya melihat sang anak memakai jaket yang sama sekali tak dia kenal, karena selama ini semua yang Sakura pakai, Sakura punya, bersumber dari ibunya, dia yang selalu membeli dan memperhatikan keperluan anaknya itu.
"Sasuke," jawabnya dengan ceria, hilang sudah wajah gundah gulananya, akhir-akhir ini anak gadisnya kembali ceria dan tersenyum, tampak menyukai hidup lagi setelah hari abu-abunya terlewati.
"Seperti orang yang sedang pacaran saja," ucap ibunya lagi, tak ada suaminya di sini, dia sedang sibuk mengurus pekerjaan, belum pulang walaupun daritadi mengeluh 'aku lelah aku lelah' banyak sekali, sampai Tsunade mengira suaminya itu lelah bukan karena bekerja tapi lelah mengetik pesan.
"Memang pacaran," netra sang ibu hanya terbelalak, terkejut dan sedikit bahagia, karena seperti suaminya bilang Sasuke adalah anak jenius tapi mereka berdua kan masih sekolah, apa ini tak apa-apa?
"Ibu jangan marah, kan waktu itu bilang tak apa-apa jika aku berpacaran dengan laki-laki yang tak kaya," Tsunade menyuapkan satu sendok nasi lagi ke mulutnya, sambil terus menatap anak semata wayangnya yang selalu dia jaga, apa Sasuke itu bisa menjaga Sakura dengan sama baiknya?
"Memang tapi itu untuk nanti, bukan sekarang," Sakura menghentikan aktifitas mengunyahnya, sekarang hanya menatap sang ibu dengan sorot mata yang datar-datar saja tanpa emosi berlebih, tanpa rasa kesal juga.
"Ibu jangan seperti ayah deh, kalau ibu seperti ayah aku harus bercerita pada siapa? Aku tidak mau pacaran sembunyi-sembunyi tau,"
"Tapi janji jangan macam-macam ya?" Sakura kembali mengunyah ayam gorengnya, krispi, enak, tapi rasanya ada yang kurang, entah apa deh.
"Iya," rasanya seperti ada seseorang yang menculik anaknya, Tsunade tak suka perasaan sejenis ini, jika ingat tentang betapa sulitnya memiliki Sakura, ini wajar-wajar saja kan.
![](https://img.wattpad.com/cover/194013181-288-k68651.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fanfiction"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto