(ii)***
Suasana ruang makan kali ini terasa begitu tak menyenangkan untuk Jiraiya sang kepala keluarga, bisa-bisanya dia dipaksa untuk ikut ke rumah sakit menjenguk Sasuke yang baru saja anaknya sebut dengan belahan jiwa, bisa-bisanya anaknya itu tak memikirkan image keluarga Haruno yang sudah ia bangun sejak dulu, apa-apaan? Masa iya anak gadis yang membawa keluarganya pada laki-laki, memang sih anak laki-laki itu pintar, tapi tetap saja 'kan, ini keterlaluan, dulu bahkan dia malu sekali saat mendatangi rumah Tsunade, kenapa sekarang anaknya begini.
"Ayolah sayang, kita jenguk Sasuke," ini lagi, kenapa istrinya juga memaksa begini? Kalau Tsunade yang minta 'kan agak susah untuk menolak.
"Iya ayah, kasian Sasuke kesepian, kemarin dia lihat ada pasien baru datang bersama keluarganya, mukanya sedih aku tak tega," ucap Sakura lagi masih berusaha keras untuk membawa kedua orangtuanya untuk menjenguk sang kekasih.
"Tapi kan..."
"Ayah jahat," simpul Sakura dengan cepat, tak lama istrinya pun mengangguk tanda setuju.
"Dia 'kan anak yang ayah bilang sebagai aset sekolah,"
"Iya benar, tapi konteksnya sekarang berbeda, ayah disuruh menjenguk pacarmu bukan menjenguk aset sekolah," mendengar ini semua sang istri hanya tersenyum, mengerti tentang pemikiran suaminya tapi tak tega menolak permintaan Sakura, dia benar-benar dalam kondisi yang tak mengenakan.
"Yasudah anggap saja menjenguk aset sekolah, kalau dia sakit terus bisa-bisa tahun ini nilainya turun loh," ucap Tsunade akhirnya, sudah terlalu kesal menunggu mereka berdua menemukan titik temu, percuma saja tak akan dapat.
"Tapi..."
"Ibu sudah menyiapkan mobil dan komsumsi, yakin tak mau burger?" tapi pada akhirnya Jiraiya luluh juga, bukan karena burger tapi dia jadi tau kalau anak semata wayangnya itu kini memiliki kepeduliaan dan mau membagi kasih sayang orangtuanya pada oranglain, dulu dia mana pernah begini, menjenguk Tenten saja tak boleh dengan alasan dia tak mau kasih sayang mereka terbagi pada Tenten.
"Yasudah, tapi janji ya kamu harus lebih giat belajar, malu dong sama pacarmu itu," Sakura dengan senyum yang sangat manis langsung mengangguk.
"Iya ayah janji,"
***
Mereka berangkat setengah jam setelah obrolan lumayan panjang itu, sang ayah duduk di samping pak supir, istri dan anaknya duduk di belakang, rasanya sudah lama sekali tak berformasi begini, Sakura mereka sekarang sibuk, iya benar sibuk pacaran alih-alih belajar.
"Disana ya bu ada bapak tukang bersih-bersih yang baik sekali suka dia sering membagi onigiri padaku pagi-pagi, ada dokter juga yang sering mentraktirku makan ....hm,"
"Makan apa?" tanya sang ibu yang hanya dibalas dengan senyuman.
"Pokoknya mereka semua harus kita bagi burger ya bu,"
"Iya,"
"Ayah tidak dibagi? Ayah juga sudah berbaik hati padamu loh," Sakura tersenyum lagi lalu memberi satu buah burger yang tadi dia beli banyak sekali.
"Bilang makasih dong yah," ucap Sakura karena dia harus sedikit berjuang memberikan itu, tangannya penuh burger, jadi dia agak kesulitan.
"Tidak mau, ayah sudah ikut saja harusnya sudah cukup dong," wajah tak suka Sakura membuat ibu dan ayahnya tertawa, bisa tidak sih anaknya begini terus?
"Yasudah deh ya, bu di sana juga ada suster baru, karena suster lama Sasuke sedang hamil, dia cantik deh bu, tapi dia aneh," suara angin tak serta merta membuat fokus ibunya hilang, dia tetap mendengarkan Sakura dengan seksama.

KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fanfiction"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto