Malam ke lima, jeritan yang entah keseberapa, bagaimana bisa tempat semanis ini, bahkan tempoknya berwarna merah muda dan ungu, bisa membuat Sasuke menderita, laki-laki yang entah mengapa mau-mau saja untuk mengikuti serentetan aktifitas kurang normal ini masih memegangi pipinya yang terasa berkedut, dia bahkan baru menyadari wajahnya merah semua saat bercermin sore tadi, apa ini adalah akhir hidupnya? Dia akan jadi aneh setelah menjalani semua ini?
"Ini yang terakhir," sambil mengipas-ngipas wajahnya memakai kelima jari Sasuke akhirnya bisa bernapas tenang, semuanya sudah selesai.
"Yang terakhir itu besok," ya besok saat mereka berdua akan tampil di depan semua orang, jangan berhenti sekarang, sayang sekali tinggal sehari lagi soalnya.
"Maksudku, jangan lakukan hal-hal aneh padaku lagi, kalau mau aneh sendiri saja, jangan bawa-bawa aku," Sakura mengangguk membantu Sasuke mengipasi wajahnya yang merah entah karena panas atau efek dari perawatan yang dia lakukan, yang jelas wajahnya sangat merah sekarang.
"Panas yah Sasuke,"
"Aa," gadis itu pun pergi setelah mendengar jawaban dari pacarnya Sasuke kembali sibuk dengan wajahnya, kalau begini terus sih dia tak akan jadi lebih baik, malah bagus biasa saja kan daripada begini.
"Sejuk 'kan?" dan tiba-tiba saja wanita itu datang lagi membawa majalah yang berisi gambar kuku-kuku wanita yang unik dan menggerak-gerakan buku itu agar ada anginnya.
"Hm,"
"Pipi Sasuke jangan panas lagi ya, kasihani aku, dia jadi marah-marah terus padaku," ucapnya manis dengan satu tangan sibuk mengipasi Sasuke dan tangannya yang bebas mengelus-elus pipi merahnya.
.
.
.
Penyesalan [ii]
.
.
.
Acara itu dimulai malam nanti pukul tujuh, setiap kelas dan perwakilannya sudah bersiap-siap untuk unjuk gigi diperhelatan yang lumayan akbar itu, bayangan liburan panjang terus menghantui tapi setelah ingat bahwa perwakilannya adalah Sasuke semangat mereka hilang, karena yah Sakura walaupun sedikit absurd dan tidak jelas dia memiliki wajah cantik dan lucu, saat wanita itu tersenyum dia membuat orang yang disekitarnya tersenyum juga, jadi tak salah untuk Sakura tapi kenapa dia egois sih, jangan mentang-mentang Sasuke pacarnya dia jadi tak memikirkan nasib teman sekelasnya yang butuh waktu liburan yang lama.
"Sudah kuduga Sakura pasti cantik," Ino dan Tenten menemani gadis itu di tempat manis yang Sasuke sebut diatas, bahkan riasannya pas sekali di wajahnya, gaunnya juga manis, sungguh hebat, Sakura jadi luar biasa cantik.
"Apa wajah Sasuke masih merah?" Sakura terdiam sebentar lalu tersenyum, wajah pacarnya memang sedikit merah akhir-akhir ini tapi itu tak masalah.
"Lihat saja sebentar lagi," ya Sasuke masih di dalam bersama bu Kurenai dan ibu Sakura, mereka benar-benar excited tentang penampilan Sasuke, entah karena apa yang jelas tadi Sakura di suruh keluar duluan.
"Apa kalian berdua juga berpikir bahwa Sasuke biasa saja dan tak layak?" dibelakang Sakura laki-laki itu sudah keluar dari ruangan, Tenten dan Ino melihat itu dengan jelas.
"Ti--Tidaaak, tidak," mereka memperhatikan laki-laki yang tampak tak nyaman dengan jas yang sedang ia pakai, apa yang di depan mereka ini Sasuke yang Sakura sebutkan barusan? Kenapa ini seperti .....

KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fanfiction"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto