Hari ini, aneh ya?.
.
.
Mereka sudah berhasil masuk ke dalam pesawat bahkan sebelum ada oranglain, Sakura bersyukur di dalam hati karena tidak ada gangguan jadi dia akan sampai tepat waktu, tapi setelah melihat jam digital yang terpasang di layar untuk menonton film Sakura bergidik sendiri, sudah pukul setengah sembilan, kenapa tak terasa?
Ah mungkin eror, tapi dia kepikiran juga, dia tak mungkin membuka ponsel, soalnya ya untuk apa juga, 'kan sedang dalam pesawat, nanti terlihat mencurigakan, dan Sasuke jadi tau kalau dia berbohong.
Tapi penasaran, bagaimana dong?
"Hei," sudah berkali-kali Sasuke mengetuk-ngetuk bahu Sakura, tapi wanita itu terus terdiam menatap ke arah depan yang bahkan tak ada apapun, kecuali bangku-bangku kosong, dia tidak serangan jantung dadakan 'kan? Ah tidak, dia tak memegang dada dan sesak napas tuh.
"Haruno Sakura," kini yang ia lihat adalah sosok perempuan yang tubuhnya terguncang.
"Apa sih? sakit tau," Sasuke langsung menggosok-gosok pundak Sakura yang barusan kena sengatan lengannya, ya habis, suruh siapa begitu.
"Kau kenapa?"
"Aku tidak kenapa-kenapa," jelas sekali dia berbohong, sejak kapan seorang Sakura tak memanfaatkan senderan kursi yang nyaman begini, sejak kapan dia tegang duduk dengan tegap lurus sambil melamun, pasti ada apa-apa.
"Yakin?"
"Yakin dong," Sasuke hanya terdiam tanpa mau melanjutkan ini lagi toh dia juga sedikit mengantuk, tidur sepertinya adalah pilihan yang terbaik, tapi setelah melihat gelagat Sakura yang tak wajar lelaki itu mengurungkan niatnya, tubuh gadis itu tetap tegap dan kaku seperti tadi.
"Kenap---"
"Sasuke ibumu cantik sekali ya, pantas saja kau begini,"
"Jadi daritadi kau memikirkan itu?" Sakura tersenyum, kini dia sudah mulai merebahkan punggung kurusnya pada senderan kursi.
"Ya,"
"Bisa tidak sih memikirkan hal yang lebih penting?"
"Penting tau, semua hal mengenai Sasuke itu penting," Sasuke menghela napas, kalau sudah begini dia sedikit ringkih, takut kalau otaknya mengeluarkan asap lagi.
"Lebih penting sekolah, pelajaran dan ini..." Sasuke mengetuk kepala Sakura, berharap suatu saat nanti benda ini bisa berguna dan berfungsi sebagai mestinya.
"Sasuke lebih penting,"
"Oke terserah kau saja,"
"Kalau menurut Sasuke pasti lebih penting pelajaran ya daripada aku?" nada suaranya sama, ekspresi wajahnya pun tetap begitu, apalagi tatapan matanya, dia Sakura sekali, tapi kenapa pertanyaannya sedikit sulit untuk di jawab.
"Tidak usah di jawab, aku tau kok jawabannya," Sakura tersenyum dengan lebar lalu menutup matanya, mungkin dia ingin tidur atau pusing? Entahlah..
"Sak---"
"Kubilang tak usah di jawab, aku sudah tau," kini perempuan itu kembali duduk tegap sambil menatap mata Sasuke dengan penuh perasaan.
"Karena cita-citaku adalah bersama Sasuke sampai tua, dan cita-cita Sasuke adalah....."
"Kau lebih penting," jawab Sasuke sebelum perempuan itu menyelesaikan ucapannya, mana mungkin dia bisa menjawab hal kejam begitu atau membiarkan Sakura membuat opini sendiri, mana mungkin Sasuke mau membiarkan perempuan kelebihan perasaan bahagia ini kehilangan kelebihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fanfic"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto