.
.
.
Ini bahkan belum bisa di sebut dengan pagi, hari masih gelap tapi Sakura beserta ibunya sudah duduk di meja makan, memilah roti yang paling empuk dan berebut selai strawberry.
"Kenapa ibu ikut bangun sih?"
"Ya kan ibu menyiapkan sarapan untukmu," Sakura kesal setengah mati karena hanya mendapat selai yang sedikit, padahal itu adalah selai favorit, walaupun ada yang lain tapi tetap saja tak bisa menggantikan posisi selai strawberry di hatinya.
"Kalau roti saja sih aku juga bisa menyiapkan sendiri," atau bahkan segala makanan, dia bisa memasak, dia bisa memotong dengan cepat juga, semenjak jadi kandidat tim inti entah mengapa dia jadi senang untuk sombong.
"Ah, ibu hanya ingin tau kenapa sih ingin berangkat subuh begini, tak berniat meledakan kampusmu itu 'kan?"
"Ah aku tidak kepikiran untuk itu, tapi boleh deh di coba,"
"Iya besoknya nangis-nangis deh di penjara," Sakura tersenyum sambil membayangkan berada di penjara, pasti deh banyak nyamuk, pasti deh pengap karena di kurung terus seperti kelinci.
"Oh iya, kenapa sih mereka sampai sebegitu nya padamu? Belum tau mereka kau itu anak siapa, nih...." tunjuk sang ibu pada dirinya sendiri, bisa-bisanya mereka seperti itu pada anaknya, mau di buat mati atau bagaimana?
"Mereka tau sekali, kata mereka aku ini anak donatur,"
"Eh memangnya kenapa? Bukankah itu bagus?" Sakura mengangkat kedua pundaknya, tak tau harus menjelaskan seperti apa.
"Guru-guru terlalu baik padaku, tak pernah ada yang memarahiku walaupun aku membuat kesalahan fatal, itu yang membuat mereka membenciku,"
"Serius? padahal ayah dan ibu sering bilang pada rektor mu untuk memperlakukan mu sama dengan yang lain,"
"Awalnya sih ada ibu guru yang sering kesal dan marah padaku, tapi tak lama dia juga jadi baik," Tsunade
mengangguk-anggukan kepala, mungkin memang sulit untuk memperlakukan Sakura sama dengan yang lainnya."Yasudah, yang penting sekarang kau harus terbuka pada ibu, biasanya juga sering cerita kalau ada apa-apa,"
"Ih kan sekarang aku sudah dewasa, jadi aku tak bisa bercerita lagi," Tsunade menghela napas, memikirkan sosok ini yang semakin lama semakin menjauhi genggamannya, apa sudah tiba? perpisahan batin yang selalu dia takutkan, ternyata dia sudah terlalu banyak tumbuh, sudah mencoba berbagai cara untuk menutup masalahnya.
"Orang dewasa juga butuh bicara sayang, jangan di pendam sendiri, kau butuh teman untuk berbagi, walaupun ibu tak bisa berbuat apa-apa untukmu, setidaknya ibu tau apa masalah yang sedang kau hadapi, oke?" Sakura menandaskan potongan roti terakhirnya sambil mengacungkan jari jempol, dia harus cepat, hari sudah mulai sedikit terang.
"Aku harus berangkat bu, pak supir sudah siap 'kan?"
"Sudah tuh dari tadi, sudah makan roti juga tadi duluan," Sakura bergegas sambil memberikan kiss bye pada ibunya, jarang sekali dia melakukan hal itu, Tsunade jadi senang melihat Sakura terus bertambah tinggi badannya, masuk ke mobil dengan anggun dan manis, dulu 'kan main lompat-lompat saja.
"Oke deh, dadah ibu, nanti aku buatkan masakan yang enak untuk ibu," teriaknya dari dalam mobil,
"Iya, awas kalau tidak enak,"
"Kalau tidak enak kasih bapak supir,"
"Enak saja non, masa dikasih ke bapak sih yang tidak enaknya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Фанфик"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto