[ by phone ]

2.8K 380 59
                                    


.

.

.

"Sasuke?" isakan tangisnya sudah memasuki fase terberat, seumur kenal dengan gadis itu baru kali ini Sasuke mendengar dia nangis sampai sesenggukan begini.

"Hey kenapa?" dia baru tidur dua puluh menit, entah mengapa siang ini tubuhnya lemas sekali, tapi setelah mendengar suara Sakura yang tampak kesulitan untuk berbicara, kantuknya hilang begitu saja.

Sasuke ikut diam, menunggu perempuannya siap untuk berbicara lebih jauh, Sakura harus menenangkan diri dulu, jadi yasudah dia akan menunggu saja, walaupun rasanya sedih juga mendengar tangis itu menggema di dalam sambungan telpon.

****

Pagi hari ini ada yang berbeda di kampus Sakura, ada pengumuman yang cukup menarik tertulis di papan tulis, sebuah ajakan untuk ikut tim inti koki kampus, sebuah kehormatan bisa masuk kesana, sebenarnya dulu mereka semua pernah berjuang untuk masuk dalam tim itu dan kini sudah terbentuk dengan keren, tapi ada salah satu anggota yang keluar karena alasan kesehatan, jadilah mereka mencari pengganti untuk mengisi kekosongan, jika dulu mendaftar akibat coba-coba saja dan pasrah kini beda lagi cerita.

Ayahnya masih marah gara-gara dia dan ibunya pergi ke tempat Sasuke tak bilang-bilang, padahal sudah tiga minggu berlalu, padahal biasanya tak pernah selama ini, jadilah dia berpikir jika dia bisa masuk tim inti kampus itu bisa dipakai sebagai kesempatan untuk meminta maaf.

"Sakura," ucap seseorang yang sedari tadi membaca formulir, dia bukan memanggil tapi nada suaranya seperti 'eh ini serius?' perempuan berambut merah muda itu cukup paham maksud ucapan itu tapi dia memilih tak ambil pusing dan malah mencari posisi duduk yang nyaman.

"Ya dia serius lah, selain bodoh dalam mata pelajaran dia juga 'kan.... Lelet, berantakan, terus kita selalu pulang lebih lama gara-gara menunggu dia selesai menghias, dan sekarang pakai mau ikutan, menyusahkan sekali." kini perhatian Sakura sudah sepenuhnya terfokus pada obrolan beberapa gadis yang berdiri tak jauh dari meja guru.

"Ya biasalah anak donatur, mau seperti apa juga guru-guru tetap baik pada dia, membuat muak saja," Sakura menunduk menatap lantai yang bersih sambil berusaha untuk tersenyum, tak apa-apa, tak semua manusia harus suka padanya.

"Sama, aku juga muak melihat dia terlalu di anggap spesial padahal kebodohan di borong oleh dia semua," tapi terkadang rasa sakit itu bisa saja langsung menyusup walaupun Sakura sudah tau bahwa mereka semua tak harus menyukainya, tiba-tiba saja pundaknya bergetar sedikit saat ada seseorang menepuknya, Sakura tau tentang wanita itu, perempuan paling jago di kelasnya, dia pintar dan cekatan hanya saja saat itu orangtuanya sedang sakit makanya tak ikut tes.

"Ucapan mereka tak usah di hiraukan," ucapnya sambil berlalu, sejauh ini hanya dia yang selalu mengajak Sakura bicara walaupun hanya berbisik, walaupun diam-diam.

"Hey Temari, kau berteman dengan dia?" gadis yang dipanggil Temari itu hanya menggeleng lalu bergabung pada sekumpulan gadis-gadis yang sedang bergosip, wajahnya sedikit gusar saat ada yang bertanya seperti itu.

"Tentu saja tidak, yang benar saja," jawabnya dengan senyum sumringah walaupun suaranya terdengar agak aneh, baru kali ini Sakura mendengar Temari berbicara seperti itu, dan tentu saja itu membuat hatinya tambah sakit.

"Ya jelas lah, anak paling cerdas dan garang di dapur ini tak pantas berteman dengan si benalu, bisa-bisa kau kena sial," mereka semua tertawa, benar-benar keras, kecuali Temari yang malah mencuri-curi pandang pada Sakura, seolah sedang meminta maaf melalui tatapan, tapi dia lega saat melihat Sakura tersenyum.

So Long! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang