1

11.1K 684 153
                                    

***

Waktu itu malam, tapi suasana nya tak dingin. Aku memutuskan meminum sirup karena aku belum dewasa, aku tak bisa meminum beer atau sejenisnya walaupun sebagian besar manusia disana memilih itu, katanya sih enak, tapi orangtuaku selalu mengancam jika mulutku bau alkohol, mereka akan menggelitik telapak kakiku sampai kakiku menipis, aku menuruti saja. Toh, karena itu aku menemukan dia, sosok yang aku sukai, dan sampai sekarang pun, kita masih berada dikelas yang sama, sudah bertahun-tahun aku menyukainya, ya semenjak dia menyapaku dimalam yang tak dingin itu, dia tersenyum, dan memberiku sebuah sapu tangan, padahal saat itu aku sedang tidak flu atau menangis, karena dia tampan jadi aku senang saja, walaupun masih menjadi tanda tanya besar, apa itu sebuah titipan? Dia akan menyatakan cinta padaku di masa depan? Aku sih berharap demikian, karena sapu tangan itu sekarang sudah ku taruh dikamarku, memakai akuarium agar tak rusak.

Dan hey besok, kita akan bertemu lagi dikelas dua belas, aku benar-benar tak sabar, aku tak akan lupa untuk menjagamu dari para wanita menyebalkan.

***

"Nilai-nilaimu ini membuat ayah ingin menangis," pagi hari yang cerah, terdapat tiga orang sedang menyantap sarapannya, dua diantara mereka adalah perempuan, orang yang berharga untuk Jiraiya, istrinya dan anaknya, tapi dua orang itu tampak tak mendengarkan, malah sibuk dengan ponsel masing-masing, apalagi sang anak yang selalu memakai headphone, jelas sekali bahwa dia tak mau mendengar ocehannya.

"Lepas alat itu ditelinganya," perintah sang ayah pada istrinya yang duduk sebelahan dengan Sakura, kepalanya masih bergerak-gerak seiring musik yang terputar.

"Ihhh," ucapnya tak suka saat merasa lagunya hilang dari indera pendengaran lalu Sakura menatap dua orang didekatnya secara bergantian, walaupun kesal dia masih sempat menyuapkan satu potong daging ke mulut.

"Kau akan begini terus? Nilaimu benar-benar menyedihkan,"

"Iya nanti aku belajar," dustanya, berharap tak ada lagi ocehan di pagi hari yang cerah ini.

"Jangan memarahi Sakura begitu, nanti dia trauma, kalau dia mimpi buruk nanti malam bagaimana?" kesalnya hilang di gantikan dengan perasaan yang lain, ibunya itu memang yang terbaik.

"Kau ini malah sama saja," sebenarnya dulu kedua orangtuanya selalu memanjakan Sakura, melakukan semua hal yang dia pinta, tak pernah marah, tapi semenjak Sakura menginjak masa-masa remaja nya sang ayah berubah drastis, dia selalu menuntut ini dan itu, apalagi tentang pelajaran dan nilai, padahal Sakura tahun lalu dikelas sebelas mendapat peringkat ke tiga puluh empat dari tiga puluh enam siswa, dia berada dua tingkat diatas anak yang lain, tak bodoh-bodoh amat 'kan?

"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil." sang ayah terdiam sebentar lalu tertawa padahal tak ada yang lucu, ditatapnya Sakura dengan mata meledek, sudah tahun terakhir dia masih mau sombong?

"Dengar Sakura, kau ini sudah ada di tingkat akhir, jika nilaimu tetap jelek, kau akan tetap menjadi anak kelas dua belas, disaat teman-temanmu lulus," Sakura lagi-lagi tak memperhatikan ayahnya, kali ini dia hanya menatap sang ibu, meminta perlindungan, tapi kali ini sosok yang amat dia sayangi itu menunduk, seolah berbicara 'dengarkan saja ayahmu' setelah tau kondisi ini cukup sulit Sakura ikut-ikutan menunduk, dia tak mau tetap dikelas dua belas, disaat calon kekasihnya lulus nanti, dia harus selalu ada disamping laki-laki itu 'kan?
"Dan satu lagi, karena ayah masih sayang padamu, akan ada satu anak khusus yang akan mendampingimu kali ini," tetap menyebalkan seperti biasa, ayahnya selalu saja begitu.

"Ya," mau tak mau, suka tak suka, sebagai anak hanya bisa menerima, walaupun sering memberontak apalah artinya, jika saja perutnya bisa tahan tak makan satu minggu, Sakura pasti berhasil untuk menghindari segala keterpaksaan ini, sayangnya baru satu hari mogok makan perutnya sudah sakit tak karu-karuan.

So Long! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang