Aku kurang suka hari kemarin, gara-gara kesal pada murid kelas khusus itu aku kehilangan momen untuk menatap-natap Sai, aku tak tertarik membeli makan di jam istirahat, sampai Tenten dan Ino tampak terkejut, ini adalah kali pertama aku tak mau meneropong Sai dari atap sekolah sambil meminum jus jeruk, aku jadi menyesal, bagaimana kalau Sai di ganggu oleh gadis-gadis, jika tak ada aku pasti mereka semua dengan hasrat tinggi menempelkan tangan kotor mereka di seragam Sai, sialan memang anak khusus itu, aku juga mendapat nilai nol untuk hari pertamaku di kelas baru, aku sebelumnya bisa mendapat nilai dua atau tiga.
Lihat saja kau, aku tak akan terus diam.
***Kali ini Sakura tak memakai headphone di meja makan, dia harus membuat perhitungan dengan sang ayah, dia selama ini tak keberatan di dampingi oleh siapapun, tapi yang bernama Sasuke itu terlalu membuat kesal, dia harus kembali ke kelas khusus, Sakura akan mengemis belas kasihan pada ibunya kali ini karena tau ayahnya tak akan mendengarkan.
"Pagi sayang," Tsunade masih memegang ponsel, dia sedang maniak-maniaknya bermain onet, ini terlalu seru daripada melihat pertikaian anak dan suaminya, permainan ini adalah media pengalihan yang bagus untuk mencegah stres.
"Pagi bu, ibu.....jangan main onet dulu deh, Sakura ingin cerita,"
"Cerita saja, walaupun ibu main telinga ibu tetap fokus mendengarkanmu kok," sanggahnya masih mencari-cari beberapa hewan yang terlihat sama, karena jika mengandalkan warna itu terlalu sulit.
"Anak khusus yang sekarang sombong sekali, kemarin dia bahkan tak mengajariku apa-apa," ibunya tak lekas menjawab, dia ternyata sedang bahagia levelnya naik.
"Seharusnya kau yang bertanya kalau begitu," sambar seseorang yang Sakura yakini bukan suara ibunya, sang ayah kali ini memakan roti yang sudah disiapkan, sambil menatap Sakura dengan sorot mata sulit dijelaskan.
"Tapi, biasanya mereka yang mengajari aku tanpa ku pinta,"
"Bukankah kau yang membutuhkan dia bukan dia yang membutuhkan kamu?" satu alis Sakura terangkat, tatapan benci tiba-tiba tergambar jelas disana, kali ini ibunya lagi-lagi sibuk bermain game, Sakura berjanji akan menghapusnya nanti.
"Kenapa ayah membela dia? Seharusnya dia kan lebih aktif, dia hanya anak beasiswa, tak layak untuk angkuh,"
"Karena anak itu adalah aset sekolah, dia manusia paling pintar di angkatanmu, dia mengharumkan nama sekolahku, berbeda dengan anakku yang bahkan mendapat nilai nol, apa yang kau pikirkan sih?" seperti hari-hari sebelumnya, selalu seperti ini jika mereka sarapan, sungguh bukan keluarga harmonis dan bahagia.
"Tapi terserah, ayah tak akan mengganti dia dengan siapapun, dan jika kau masih malas ya paling kau tak lulus saja, mudah saja untuk ayah sekarang," kali ini sang ibu tak ikut berbicara karena masih sibuk dengan ponsel dan otaknya.
"Ayah mengancamku?"
"Tidak juga, kalau kau mau bukti ya malas saja sampai akhir, dan lihat apa yang akan kau temui nantinya," dan kali ini dia merasa semakin jauh dengan kedua orangtuanya, semenjak ayahnya keras Sakura merasa hidup tak lagi adil, tapi dia masih senang karena ibunya selalu ada untuknya, tapi hari ini lihatlah sang ibu malah lebih tertarik pada game itu.
"Ayah tak meminta kau mendapat nilai yang bagus, cukup mendapat hasil rata-rata saja, karena kau tak akan selamanya tinggal disekolahku,"
"Iya iya," dan ternyata kali ini Sakura tak bisa berperan menjadi anak kesayangan lagi.
***
Berbeda dan aneh, cukup dua kata itu yang menggambarkan sosok dan perilaku Sakura hari ini, biasanya dia riang, berjalan kesana kemari menjadi ekor Sai tanpa diminta, atau dia akan berjalan paling depan dengan Ino dan Tenten yang terasa seperti dayang dibanding sahabat atau teman, kali ini dia diam saja, menatap kosong bangku-bangku malang yang tak berpenghuni, istirahat kali ini pun dia tak memiliki energi, semua orang pergi meninggalkan kelas, apa begini rasanya saat ditinggal sendirian dan mereka lulus?

KAMU SEDANG MEMBACA
So Long!
Fiksyen Peminat"Tahun ini ayah tidak akan mengirim satu anak khusus untuk mengajariku kan? Aku ingatkan mulai sekarang, itu tak akan berhasil," © Mashashi Kishimoto