7

4.1K 520 127
                                    


Dua studi dari Loma Linda University di California telah menunjukkan kebenaran bahwa makan cokelat dapat memiliki efek positif pada tingkat stres, serta mempromosikan perubahan bermanfaat pada peradangan, suasana hati, memori, dan kekebalan.

***

"Halo," Sasuke terkejut sebentar lalu dengan cepat menguasai diri, sungguh tak pernah terpikirkan wanita itu akan datang kesini, malam-malam, menunggunya pulang bekerja, salahnya memang mengapa pintu rusak tak pernah dibenarkan, salahnya memang membawa gadis ini kerumahnya.

"Kau pasti lelah, aku membawa alat pijat pukul ini untukmu," dengan cepat Sasuke mendorong alat itu ke lantai, tapi wanita itu tak kehabisan akal, dia membuka lagi tasnya mengeluarkan beberapa alat serupa, mungkin jumlahnya ada lima, atau lebih?

"Ayo sini," tapi Sasuke hanya menatapnya dengan kejam, wanita itu tersenyum saja lalu menyimpan alat pijat itu, ternyata laki-laki itu benar-benar tak suka.

"Ada apa?"

"Ayo ajarkan pelajaran yang tadi, ada beberapa yang tidak aku mengerti,"

"Beberapa atau semuanya?" ucap Sasuke dingin seperti biasanya, tapi tenang Sakura sudah mulai terbiasa.

"Semuanya," jawabnya jujur Sasuke hanya menghela nafas, sungguh ...bisakah dia terlepas untuk tak bertemu gadis ini sehari saja?

"Oke, aku ke toilet dulu," Sakura mengacungkan jempol lalu kembali sibuk membuka beberapa buku catatannya, tak lupa dia mengeluarkan sesuatu yang lebih penting dibanding buku dan alat pijat, setelah berhasil mendapatkan barang itu Sakura menyimpannya di dalam genggaman, dia ingin memberi kejutan.

"Yang mana?" setelah kurang lebih sepuluh menit menghabiskan waktu di toilet untuk mandi dan berpakaian Sasuke akhirnya keluar juga.

"Yang ini," tunjuk Sakura pada kertas kosong, Sasuke yang sudah sadar itu kosong malah berusaha sekuat tenaga untuk membaca, dia takut sedang lelah atau apa, sampai penglihatannya bermasalah begini.

"Taraaaa," Sakura menyimpan satu bungkus cokelat kecil diatas kertas kosong itu sambil tersenyum, akibat ulahnya itu dia mendapat tatapan seram, salah sendiri sih.

"Jangan marah, aku kan memberikan cokelat karena wajahmu terlihat stres," ucapnya penuh alibi, tapi memang benar kok, niatnya kan agar Sasuke rileks, tapi yang di dapatkan Sakura sekarang adalah wajah dingin dan penuh emosi yang tertahan, apa Sakura keterlaluan ya?
"Aku membaca dibuku yang pernah kupinjam darimu kalau stres obat yang paling ampuh adalah coklat,"

"Sasuke," panggilnya setelah merasa kehilangan arah pembicaraan, mata tajam Sasuke serta diamnya, membuat wanita itu agak kesulitan untuk melanjutkan ucapannya, tapi dengan cepat Sakura membuka bungkus yang menutupi coklat itu, lalu memasukan secara paksa pada mulut laki-laki yang masih menatapnya dengan tajam.

"Kau....." Sasuke lagi-lagi hanya menghela nafas, sungguh tak mengerti pada jalan pikiran wanita didepannya ini.

"Kuharap coklatnya benar-benar membuat stresmu hilang," tak tampak sedikit pun ekspresi menyesal diwajah Sakura, dia sekarang malah meraut pensil dan mengotori lantai rumah Sasuke yang tadi pagi sudah dia bersihkan.

"Bagaimana? Sudah membaik?" tanyanya dengan senyum innocent yang selalu menghiasi wajahnya jika sedang berbicara.

"Aku malah tambah stres," Sakura dengan semangat menggebu membuka satu buah bungkus coklat lagi, hendak melakukan hal yang sama seperti tadi.

"Cukup, aku tak butuh," ucapnya sedikit memakai nada tinggi, lalu setelah merasa bahaya mengancam Sasuke menutup mulut memakai tangan, demi neptunus, demi uranus, demi ibunya yang sudah ada disurga, Sasuke rasanya ingin bergabung dengan mereka saat ini juga.

"Tapi kau kan sedang----"

"Tidak," jawabnya dengan cepat tanpa mau menunggu Sakura selesai berbicara, besok Sasuke berjanji akan membeli masker untuk jaga-jaga, ternyata obat puyer saja tak cukup.

***

Mobil mini cooper melesat cepat mengarungi jalanan yang lumayan padat itu, tampaknya mereka akan terlambat karena pagi tadi sebuah insiden tak terduga, Sakura tak bisa keluar dari lift, sepertinya sih rusak.

"Jangan menangis terus, salah sendiri manja," lagi-lagi Jiraiya memarahi anaknya yang terus saja menangis karena ketakutan tertahan di dalam lift sendirian, memangnya Sakura tau akan ada kejadian begitu, kalau tau juga dia akan turun memakai tangga, dia bisa kok sehari saja tak manja.

"Ya habis, ayah tak mengerti sih betapa seramnya terkunci disana," ayahnya tidak lagi menjawab, suasana mobil sekarang masih sendu, suara tangis Sakura menjadi backsound yang cukup mengganggu, pagi yang cukup aneh, dan benar dugaannya ternyata dia terlambat, disekolah sudah tak ada lagi tanda-tanda kehidupan, mereka pasti sudah belajar dikelas masing-masing.

"Mau sendirian saja ke kelasnya?" tanya sang ayah sebenarnya dia khawatir setengah mati tadi, tapi sebagai kepala keluarga dia harus tetap tenang.

"Iya, ayah pulang saja sana, temani ibu, ibu kan tadi masih menangis," Jiraiya mengangguk lalu pergi begitu saja, Sakura yang ditinggalkan kini pergi ke kelasnya dengan langkah yang cukup berat.

"Maaf Pak," sebenarnya Kakashi (guru yang sedang mengajar) tampak akan memarahi gadis itu tapi tak jadi setelah melihat beberapa tetes airmata terus turun dipipi Sakura, tak biasanya anak itu menangis begini.

"Ya silahkan duduk, jangan diulangi ya," Sakura mengangguk pergi dengan langkah yang pelan, membuat sang guru gemas ingin mendorongnya, sementara Sasuke merasa keberuntungannya habis, setelah tadi Sakura yang terus-terusan tak datang dia merasa tuhan memberinya dispensasi untuk bebas, tapi nyatanya tidak, gadis itu datang, dengan mata yang sembab, hidung merah, dan beberapa sisa airmata.

"Sasuke," dan masih sempat-sempatnya memanggil nama laki-laki itu dengan nada yang sama.

"Apa?"

"Kau punya coklat?" tanya gadis itu serius tapi hanya dibalas dengan sebuah gelengan, apa-apaan Sasuke tak mungkin memiliki makanan sejenis itu, jikalau punya pun dia tak akan sudi membawanya ke sekolah.

"Sasuke?" kali ini gadis itu sudah berhasil duduk di bangkunya tapi tetap saja tak mau diam, tetap saja memanggilnya walaupun sedang menangis.

"Apa lagi?"

"Ini minummu, maaf ya terlambat, kau pasti masih haus 'kan?" sambil memberikan botol yang ukurannya tak besar-besar amat itu Sakura berusaha menghapus airmatanya memakai tisu.

"Padahal tidak usah,"

"Minum yah," kali ini wanita itu tersenyum, lalu menatap papan tulis, dia tak ingin tertinggal lebih jauh lagi.

Dan pemandangan tentang pemberian minum itu tak luput dari mata Sai, apa dia melewatkan sesuatu? apa gara-gara lelaki itu, Sakura berhenti? Cukup menarik juga untuk dilihat.

***

So Long! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang