Bel pulang sekolah telah berbunyi. Annisa keluar dari kelas dengan mendorong kursi rodanya sendiri. Annisa selalu menunggu ayahnya di balkon depan kelas. Tak lama, Devan menghampiri Annisa yang sedang duduk di atas kursi roda dengan pancaran wajah yang kosong. Entah apa yang di lihat olehnya.
"Hai kamu"
"Hai juga" Annisa mendadak teringat dengan ucapan desti waktu itu dan berusaha untuk tidak terbawa perasaan.
"Ga baik ngelamun nanti kesurupan lho"
Annisa merasa tidak tegaan pada Devan yang mungkin saja membuat pria itu sedikit penasaran. "Kamu kok diem aja?" Tanya Devan
Annisa menggelengkan kepalanya. Buat apa aku bertanya pada Devan soal itu? Yang ada aku malah menjadi-jadi. Batin annisa.
"kamu tiap hari sering begini?" ucap Devan yang kedua kalinya.
"iya. Selalu, terkadang aku iri sama mereka yang bisa bermain kemanapun dengan kaki mereka sendiri" Annisa menghela nafas dengan sangat berat. Devan yang berada disampingnya itu hanya bisa menatapi dengan kasihan dengan perasaan sedih. "nyawa kedua kaki ini mungkin sudah di ambil oleh tuhan"
Yang bisa Devan lakukan sekarang hanya bisa terdiam menyimak sepotong curahan hati dari mulut Annisa. "Pasti rasanya menyenangkan bukan? berlari kesana kemari dikejar guru - guru, kadang - kadang aku tau kabar kamu sering dimarahin, di jewer telinganya, di jemur..." Annisa menghentikan omongannya dan tersenyum. "Di jemur karena di hukum bukan karena alasan kesehatan"
Devan menggenggam tangan annisa erat-erat. Annisa bisa melihat dari kelopak mata pria itu sudah mulai menahan tangisnya. "sorry hari ini aku agak emosional, maaf yah"
"Sama sekali ga masalah, Makasih juga karena udah mulai berani cerita sama aku. Aku mulai menyadari sedikit demi sedikit kehidupan yang aku jalani sekarang"
Tak lama ayah Annisa kali ini yang menggendong Annisa bukanlah ayahnya melainkan sang supir yang bertubuh besar. Sedangkan ayahnya membawa kursi roda. Devan inisiatif untuk membawakannya tapi dicegah oleh tangan ayah Annisa seakan Devan tak boleh menyentuh benda tersebut. Devan berusaha tersenyum didepan ayah Annisa hanya saja selalu di abaikan olehnya. Devan cuman bisa bersabar sambil mengelus-elus dadanya.
Didalam mobil, Annisa duduk sambil mengecek ponselnya, lalu Annisa mengintip dari balik kaca mobil. Devan masih saja berdiri di tempat itu seraya menatap kearah mobil kami ketika kendaraan ini mulai bergerak meninggalkan halaman sekolah barulah Devan juga pergi dari tempatnya. Sebenarnya aku masih ragu-ragu dengan Devan karena siapa tau dia hanya membutuhkan pelampiasan dan itu jatuh kepada diriku.
"Annisa" panggil ayahku. "Kamu berteman sama cowo tadi?" Tanya ayahku.
"Iya ayah"
"Kayaknya dia nakal, kamu jangan deket-deket sama dia. Ayah gasuka kamu bergaul sama anak nakal, pakaiannya aja urakan apalagi sikapnya" Pantangan ayah. Ayahku memang baik juga dia sangat ingin aku bergaul dengan orang yang baik-baik tetapi, jika aku beri kesempatan mungkin ayah akan menarik kata-katanya..
Notifikasi baru
Mendadak ponsel milik Annisa berdering, karena penasaran lantas Annisa membukanya.
+62xxxxxxxxxx:
Hai savebackAku:
Siapa?+62xxxxxxxxxx:
Ini aku devanAku:
Dapat nomor aku dari siapa?+62xxxxxxxxxx:
Kamu gak perlu tau.
Eh btw kamu udah belajar belom?
Bisa bantu aku gak?Aku:
Bantu apa?Telah mengubah nama...
Devan:
Bantu tugas matematika ini, pasti kamu tau.Aku:
Mau kapan?Devan:
Kalo hari ini bisa? Soalnya besok harus dikumpulin"Tumben banget devan niat ngerjain tugas? Biasanya anak bad bad gitu malas soal pr kecuali nyontek" kataku memikirkan sifat devan yang seketika berubah.
Devan:
Kalau gitu aku kerumahmu saja
Share lock cepetAku:
Jangan sekarang plis ada bapak aku nanti kena omel lhoDevan:
Tenang saja kokorang aku niatnya cuman pengen ngerjain tugas.
Katanya sih kamu pinter dikelas makanya aku minta bantuan kekamu
Aku:
yaudah terserah kamu ajaTak ada balasan apapun dari Devan. Annisa merasa gugup sekaligus harap-harap cemas karena baru pertama kali dalam hidupnya merasakan perasaan yang aneh. Hal yang tak bisa Annisa jelaskan ataupun bisa digambarkan. Menurut dia, devan itu anak yang baik sebenarnya hanya saja tenggelam oleh image dia sebagai anak nakal yang lebih dikenal daripada kepribadian aslinya. Aku tak tahu mengapa dia bisa sebegitu nakalnya, menurutku juga dia seperti membuang masa-masa sekolah saja. Kenapa tak kau lumpuhkan saja dia tuhan!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Teen Fiction"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...