Devan duduk melamun diatas kursi sambil memakan gorengan dengan tatapan mata kosong. Bima, amar dan satria datang. Mereka selalu saja datang barengan, kayaknya ogah banget harus jalan kekantin sendirian.
Amar dan satria memesan makanan pada salah satu kantin karena lapar. Sementara bima hanya nitip pada mereka dan duduk menatapi devan yang melamun. Bima melambaikan tangan didepan wajah devan tetap saja tidak berkedip apalagi ia menjentikkan jarinya pun tak bisa.
"Heh devan" Serunya. Tetapi devan tak merespon apa-apa. "Waduh si Devan kenapa gays?" Kata bima bernada takut. Kemudian ia pindah duduk disebelah devan. "Hey hello! Anyone out there" bisik bima ditelinga Devan. "Heh sue! Bau conge, dah berapa lama kagak di kerok ni kuping"
Satria dan amar datang sambil membawa pesanannya. "Napa lu bim?" Tanya satria.
"Hooh kek takut banget" Tambah amar.
"Si devan guys... Melamun kek gaada tujuan" Kata bima.
"Tumbenan amat dia melamun?" Satria menepuk-nepuk pipi devan. "Woi! Woi!" Tetap tak sadar.
Akhirnya amar melempar cup minumannya berisi air mineral ke wajah devan habis membuat seragamnya basah.
"Heh anjir lu! Kurang ajar banget!" Amuk Devan mencengkeram kerah seragam amar. Wajah pucat amar bisa terlihat jelas. Bima terkejut sampai menutupi mulutnya. Satria hanya ternganga kaget juga. "LO MAU GUE AMUK DISINI?!"
"S-s-santai bro gue ga bermaksud demikian g-gue cuman pengen lo sadar aja dari lamunan lu" jelas amar berusaha menjelasakan walau dalam ketakutan.
Mendadak sorot mata tertuju pada meja yang mereka duduki seolah hal ini sudah biasa dan jadi tontonan sehari-hari jika pergi kekantin jam-jam segini. Satria untuk membubarkan massa yang kepo dan untuk tidak membuat devan marah.
Devan kembali duduk. "Gue pengen nagih duit kas anak-anak sekarang!" Kata devan.
"Sekarang?" Tanya bima. "Why? Ko secepat itu?"
Devan mengangkat salah satu kakinya keatas kursi. Layaknya preman pasar kampung. "Gue maunya sekarang ya sekarang!" Tegas Devan.
Ketiga sahabatnya pun kaget dengan perilaku si Devan yang rada bringas dari biasanya. Akhirnya devan memutuskan untuk pergi. "Heh sat lu yang bayar" Kata devan pada satria.
Devan berjalan sambil melahap gorengan bala-bala yang masih ada ditangannya. Kemudian devan berjalan dikoridor sekolahan bagai mencuri pusat perhatian tatapan dingin itu kini telah kembali. Dajjal akhirnya Comeback di sekolahan ini. Semuanya kini takut.
Devan mencegat beberapa anak yang melewati anak tangga. "HEH! DUIT LU SINI!" Kata devan merampas.
"Gaada duit"
"Lu boong pengen gue tonjok apa!" Ancam devan. Karena takut akhirnya beberapa anak itu memberikan uang pada devan lalu ia biarkan mereka pergi. "Mayan dua puluh" lalu devan menelpon salah satu bendahara gengnya, Wanda. Iya perempuan, kenapa wanda masuk kedalam geng Devan, karena geng devan perlu yang namanya bendaharawan. Juga pandai mengelola keuangan dan itu hanya wanda yang mampu melakukannya.
"Wanda lu samperin gue ketangga bawah sambil bawa buku kas CEPETAN!" Suruh devan.
Chacha yang baru saja ingin naik tangga mendadak ketemu dengan devan. Pertemuan tak sengaja ini membuat perempuan itu tersenyum padanya sedangkan devan? Senyumannya kini telah hilang.
"Hai devan lo lagi ngapain disini?" Tanya chacha lalu mendekat pada devan.
Tak lama wanda datang dengan terburu-buru sambil membawa buku kas. "Lo mending pergi aja gue ga mood ngobrol basa-basi sama orang" Cetus devan bernada tajam.
Chacha memahaminya dan ia memilih untuk pergi. "Sorry van kalo gue ganggu" pamitnya.
Devan membuka buku kas dan ternyata banyak sekali kekurangannya. "Kemana semua donatur dadakan? Biasanya tiap bulan selalu nambah?" Tanya devan heran.
"Itu dia bos gue juga kaget. Apalagi pengeluaran dari para member banyak banget. Kalo sampe ngutang sana-sini, kita juga belom tentu bisa lunasin" Kata wanda. Ada yang unik para jabatan yang dibawah devan wajib memanggilnya bos jika dalam bertugas. Tapi jika sedang santai, anggap saja sebagai sahabat.
"Gue gamau tau sekarang juga penagihan ditangguhkan!" Tegas Devan.
"Sekarang bos?"
"Hooh, gue panggil seksi rentenir biar lu gampang dikit" Devan menelepon. "Heh dadang dudung lu bantu wanda sekarang buat nagih duit satu sekolahan! Amanat bos nih lu pada jangan ngeluh"
Telepon dimatikan.
***
"Gas ada yang gue pengen omongin sama lu"
"Paan?"
"Kayaknya akhir-akhir ini devan agak emosional banget, soalnya tadi aja gue nanya basa-basi sama dia aja judes banget gila nusuk bat dihati"
"Hhahaha gue yakin pasti mereka putus mangkanya devan galo hahaha"
"Eh anjir seriously?"
"Hooh"
"Kok bisa?"
"Gue gabisa cerita di telpon tapi kalo lo kepo banget. Lo bisa hubungi gue aja entar kita janjian temuan dimana"
"Oke deh eh btw udah bell gue duluan"
Chacha mematikan ponselnya lalu memasukkannya kedalam saku roknya. Ia merasakan angin sepoi-sepoi sungguh mengelus wajahnya. Mendadak saja ketenangannya hancur oleh teriakan wanda yang cukup bikin telinga orang budeg mendadak.
"Bayar ceban!"
"Paan lu mendadak nagih gue..."
"Eh? Bentar-bentar lu yang ditangga barusan kan?" Kata wanda mengingat. Chacha mengangguk. "Eh lu murid baru bukansi?"
"Iya banyak nanya lu"
"Abisnya gue ga pernah liat muka lo kek asing" ucapnya. "yaudah berhubungan lu disini murid baru gue pengen kasih tau tradisi disekolahan ini"
"Hah? Tradisi? Apaantu" Chacha tertawa ringan saking ngakaknya.
"Seriusan anjir gue kagak boong. Tiap bulan satu murid disekolahan ini harus bayar sepuluh ribu berlaku satu sekolah"
"Manfaat gue bayar kek gituan apaan? Ogah ah" Tolak chacha.
"Oh kalo lo nolak ya gapapa" wanda memasang wajah kalem. "Dadang dudung jelasin ke dia apa manfaatnya"
"Manfaatnya lu bisa selamat dari kematian" Ucap dadang murka.
"Dan kalo ga bayar bakalan hidup dalam ketakutan" Tambah dudung.
"Kasar banget sama cewe main pukul segala" ucap chacha.
Lalu ponsel wanda mengalami panggilan dan itu dari bosnya. "Iya bos ada apa?. Ini gue lagi didepan orangnya. Ohh gaboleh? Kecualikan dia? Gapapa nih bos?. Oke deh" Wanda mematikan teleponnya. "Okee lu beruntung banget tadi barusan devan mengecualikan nama lo dari daftar pemerasan ini" Wanda mencoret nama chacha didaftar penagihan. "Dadang dudung let's go"
"Ih dasar dedemit aneh" umpatnya secara berbisik. Harus tahan dalam hati. Kenapa gue bisa salah sekolah kek gini? Asu emang. Batin chacha.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Fiksi Remaja"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...