Enambelas

175 7 0
                                        

Bel sudah berbunyi. Semua murid masuk kedalam kelas tetapi devan dan annisa setia duduk dibawah pohon rindang sejak tadi. Karena hari ini annisa akan berjemur lebih cepat dibanding sebelumnya. Entah apa yang dikatakan ayahnya sampai mengizinkan aku untuk berjemur selama satu jam. Yang ada kulitku lama kelamaan coklat tapi, matahari pagi baik untuk kesehatan.

Kruk... Kruk... Terdengar suara perut devan mulai berbunyi. "Kamu belom makan?" Tanya annisa. Devan menggeleng kepalanya sambil mengusap perutnya. "Yaudah kamu pesan makanan dulu" devan mengangguk. Kemudian mendorong annisa ketengah lapangan.

"Aku beli makanan dulu ya" izin devan. Annisa mengangguk. Devan segera berlari kekantin. Memesan makanan. Tak selang beberapa lama. Devan kembali dengan satu kantong plastik. Tanpa tas yang ia kenakan. Karena saat kekantin. Dia sempatkan untuk menaruh tas terlebih dahulu.

Devan kembali ketengah lapangan. Duduk dibawah annisa. "Heyy annisa" sapa devan.

"Kamu ngapain disini?" Tanya annisa. Kebingungan.

"Nemenin kamulah"

"Nanti ketahuan guru bagaimana?" Tanya annisa. Devan asik menyantap nasi uduk dalam kertas nasi dengan mengunakan sendok. Lalu melambaikan tangan pada annisa. Tidak peduli.

Benar saja ucapan annisa tak jauh dari inti pertanyaanya. Seorang guru muda. Menghampiri kami berdua. "Devan kamu ngapain disini? Gak masuk kekelas?" Tanya guru muda tersebut.

Devan menelan makanannya kedalam tenggorokan. "Enggak bu, saya temenin annisa soalnya kelas saya gaada guru"

"Banyak alasan kamu cepet masuk kelas!" Paksa guru muda itu pada annisa.

"Astaghfir buu, percuma aja saya kekelas. Yang ada disana tuh bosan, gabut. Mendingan disini sama annisa"

"Kamu disini gak panas?"

"Enggaklah bu. Lagian matahari pagi baik untuk tubuh"

Guru muda itu hanya menghela nafas. Lalu pergi meninggalkan. Tak ada gunanya bertele-tele dengan devan. Karena tak ada siapapun yang menang bahkan bu melan(selaku guru bk terkiller) pun tak bisa menaklukkan devan.

"Kamu ya devan ngeles mulu dikasih tau"

Devan tertawa kecil. "Gapapa asal sama kamu aja"

"Emang kelas kamu beneran ada guru?"

"Ada sih cuman gurunya jarang masuk lagian dia gatau aku ada apa engga"

"Devan... Sayang kamu buang-buang waktu gini. Lebih baik kamu belajar saja"

Devan tersenyum kearah annisa. Tak sadar ada sebutir nasi menempel disisi bibirnya. "lebih baik ga belajar daripada ninggalin kamu sendirian disini"

Ucapan devan ada benarnya. Kehadirannya membuat rutinitas ini menjadi amat menyenangkan. Tidak seperti dulu. Bosen, pengen cepat berakhir. Namun semua itu annisa hilangkan semenjak kedatangan devan. Tapi kalau begini terus dia akan banyak ketinggalan. Sedangkan aku? Mungkin diberi toleransi oleh kepala sekolah. Tetapi devan? Aku takut jika dia benar-benar di keluarkan dari sekolah.

Devan menghabiskan makananya. Dua bungkus nasi uduk ludes. Plus air minum ukuran 600 ml habis setengah. Devan berdiri. Membuang sampah. Lalu kembali mendorong kursi roda annisa dari belakang.

"Olahraga kecil dulu kan? Hehehe" Annisa tersenyum. Ia merasa sangat nyaman diajak berputar-putar dilapangan bersama Devan. Seperti melihat dunia ikut berputar mengitari dirinya. Devan kemudian berhenti. Ia memetik sebuah bunga dandelion. "Kamu tau bunga apa ini?" Tanya devan, berjongkok. Mengenggam banyak bunga dandelion ditangannya.

"Bunga dandelion"

"Betul. Dulu saat kecil aku suka banget niup bulunya. Bersama ibu aku..." Wajah devan murung. Kepalanya menunduk.

"Devan... Jangan sedih. Kamu sekarang bisa tiup bersama aku"

"Iya juga iya" devan setengan berdiri disebelah annisa. Mengenggam tangannya. Lalu meniup bulu bunga dandelion secara bersamaan. Bulu putih bunga itu berterbangan kesana kemari bagaikan orang yang bebas. Tanpa peraturan.

"Jarang-jarang bunga ini tumbuh"

"Ya, kelak aku tau siapa orang yang akan selalu disisiku"

"Orang itu ada disisimu sayang hihihi"

Devan tertawa kecil. Merangkul annisa. Benar juga ucapan pacarnya. Hanya annisa yang selalu disisinya. Bahkan dia merasa punya temen yang benar-benar ada disekolahan ini. Aku tau kapan kamu mencintaiku. Tetapi kau tak mengerti betapa sialnya aku mencintaimu.

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang