Limapuluhdua

87 2 0
                                        

Suara roda memecahkan keheningan. Didorong cepat oleh beberapa perawat, membelah keramaian. Devan disampingnya ikut mendorong dengan seragamnya yang basah dan tak henti-hentinya menitikan air mata melihat annisa pingsan. Cepat-cepat pula mereka membawa annisa kedalam ruangan gawat darurat, devan tidak bisa masuk kedalam hanya bisa menunggu diluar.

Devan menelungkupkan kepalanya diantara dua lutut, gelisah hatinya sungguh tak tertahankan, berdoa kepada yang maha kuasa beberapa kali, tangis tiada henti, bagaimana mungkin annisa bisa tercebur kedalam kolam renang? Bahkan ia melihat sendiri raga annisa terapung ditengah-tengah kolam renang bagaikan mayat. Devan tak kuasa melihatnya lagi, ia lemah saat itu dan membawanya kerumah sakit. Baju dinginnya seolah tak menganggu dirinya.

Chacha perlahan-lahan mendekati Devan. Lalu membalutkan handuk kepada seragam devan yang basah. Devan menyadari dan langsung melepaskannya. "gue ga butuh itu"

"Entar lo masuk angin dev"

"Masabodo gue ga peduli" Devan mengusap wajahnya yang murung oleh tangis air mata dan menutupnya dengan kedua tangannya. "Ya allah kenapa ini bisa terjadi pada annisa!" Devan bersandar pada dinding. "Gue tau ini pasti karena ulah seseorang. Annisa mana mungkin jatuh dengan sendirinya, dia pasti akan mikir dua kali"

"Misalnya nih kalo lo ketemu orangnya yang buat annisa kayak begini? Lu mau apa?" Tanya chacha penasaran.

Devan berpikir. "Gue bakalan habisin tuh orang berani-beraninya berbuat gitu sama dia" chacha meneguk salivanya. "elo kenapa ngikut gue?"

"Malas belajar gue tadi pas lo bawa annisa gitu, gue ikut ae dibelakang lo duduk disamping lo. Tapi lo gak merhatiin gue. Malah nangis terus didepan annisa"

Devan tertawa kecil. "Dev gue pengen nanya sama lo" Devan menoleh. "Apakah selama ini lo hidup bahagia?"

"Kenapa lo nanya gitu ke gue?"

"Ya gue pengen tau aja lagian kita temen masa kecil"

Devan terdiam. Tidak teringat apapun. Bahkan mengaku bahwa chacha hanya sksd saja. Tetapi ada perasaan batin yang terikat padanya namun ilang bagaikan kepingan puzzle yang dibuang oleh pemainnya. "Kenapa lo sering sebut-sebut kalo lo itu adalah temen masa kecil gue? Padahal gue ga inget apapun tentang masa kecil gue"

"Kalo lo udah inget lo bakalan tau semuanya"

Dokter keluar. Devan langsung berdiri begitu juga chacha. "Bagaimana dok keadaannya?" Tanya devan bernada khawatir.

Dokter itu tertulis nama rafki. Menghela nafas beberapa saat. "Untung saja kalian membawanya kesini jika tidak dia sudah kehabisan nafas beberapa saat lagi tetapi..."

"Tapi apa dok?" Desak devan.

"Dia koma ada kemungkinan dia akan sadar tapi kita tidak tau kapan ia bisa terbangun" jawabnya. "ada kabar baik tadi perawat kami memeriksa kakinya dan katanya pasien ini menderita lumpuh tetapi syukurlah setelah kami cek syaraf-syarafnya sudah kembali normal serta banyak harapan dia bisa berjalan"

Devan bahagia mendengar kabar itu matanya berbinar-binar hampir ia menangis terharu. "Terimakasi dok terimakasih terimakasih!" Kata devan mencium punggung tangan dokter. Rafki tersenyum bahagia.

"Berterimakasih pada tuhan mungkin ini salah satu keajaibannya" ucapnya. "Dalam kasus pasien lumpuh seperti annisa kecil kemungkinan bisa berjalan karena tenggelam" Rafki menepuk pundak devan. "Kau harus pulang, kau sangat basah" rafki melenggang pergi dari hadapan devan dan chacha.

"Alhamdulillah annisa bisa jalan lagi hehe" Kata chacha memasang wajah bahagia.

"Iya Alhamdulillah tapi... Dia bukan milik gue lagi" Devan menundukan wajahnya dengan murung. Lalu ia berjalan dan mengintip dibalik jendela pintu. Terlihat annisa tertidur dengan berbagai perlengkapan alat bantu pernapasan. "Semoga apa yang dikata dokter itu ada benernya" bisiknya dengan penuh harap.

"Dev lu harus pulang" Kata chacha. "Untuk urusan izin gue bisa ke sekolah sekarang dan bisa kasih tau guru piket" Bantu chacha. Devan menegok kebelakang.

"Ponsel gue basah lagi"

"Pake ponsel gue aja" Chacha memberikan ponsel. Devan mengambil dan mengetik nomor supir sang ayah. Tetapi pandangannya terpusatkan pada sebuah wallpaper dengan foto anak kecil yang sedang berpelukan dan mereka nampak sekali bahagia. Chacha menyadari devan melihat wallpaper handphonenya. "Itu foto temen kecil gue Van"

***

Setelah mandi devan berkemas-kemas didalam kamarnya mendadak pikirannya teringat pada wallpaper ponsel chacha barusan seolah ada hal yang berkaitan dengannya dimasa lalu. Devan mencari-cari sapu disekitaran ruangan kamarnya. Padahal begitu banyak debu dilantai kamarnya. Terpaksa devan mencari kegudang.

Gudang rumahnya berada dibawah tanah. Ketika dibuka. Gelap menyeruak, ketakutan dalam dirinya sudah muncul. Devan menyalakan lampu, lalu berjalan perlahan-lahan karena tangganya amat rapuh. Ia lalu menekan tombol stop kontak dan lampu menyala. Gudangnya begitu berantakan banyak benda-benda yang tak dibutuhkan. Bahkan ada sebuah kursi bayi yang sudah usang dan beberapa pigura foto yang tertumpuk disebuah wadah. Devan mengambil satu persatu, banyak debu. Ia lalu menyingkirkan dan itu foto seorang anak kecil dengan orang tuanya. Tapi ini bukan Tante Runi dan bapak fahri. Serasa asing. Lalu devan membalikkan pigura itu dan ada sebuah tulisan dibelakangnya.

Devan Wijayanto
Feb 2003

Ttd anto susi

Anto susi? Siapa mereka? Devan menghiraukan dan malah tertarik untuk memeriksa setiap figura foto itu sampai akhir. Foto masa kecilnya mengapa disembunyikan digudang dan tidak dibuatkan album saja. Satu foto dua foto tiga foto hingga foto yang membuat devan kaget. Kedua anak kecil berpelukan dan terlihat bahagia satu sama lain persis seperti wallpaper ponsel chacha.

Ah sudahlah. Devan malah terfokuskan oleh foto-foto yang membuatnya pusing. Ia melihat seonggok injuk tergeletak dibawah. Devan menariknya namun injuk itu susah untuk dilepaskan. Namun tarikan devan membuat satu rak berukuran kecil tumbang dan menumpahkan banyak sekali barang. Devan segera mendirikan rak tersebut dan mengambil barang-barangnya. Tetapi ada sebuah akta kelahiran yang udah usang.

"Siapa Anto susi?" Heran devan.

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang