Duapuluhsatu

151 7 0
                                        

Pukul delapan pagi adalah terapi yang harus annisa lakukan dari dulu. Sebenarnya annisa sudah bosan dengan itu semua. Tapi dengan iming-iming kakinya bisa sembuh kembali, Annisa terpaksa melakukannya. Walau kenyataannya dia tidak akan bisa kembali sempurna. Hanya diam dan diam. Annisa merasa bosan. Dia melirik kebelakang berharap ada devan yang sedang berjalan menujunya.

"SINI KAMU CEPET!" teriak pak agus. Cukup mengagetkan annisa yang sedang berjemur. Ia melirik kesampingnya ada devan yang baru saja dihukum. "Kamu hormati bendera sampai bel istirahat!" Pak agus lantas pergi meninggalkan kami berdua.

Devan melirik pak agus sudah semakin jauh bahkan sudah masuk kedalam kelasnya. "Kamu dihukum?"

"Yoi"

Annisa menepuk jidatnya. "Kamu tuh kenapa sih? suka kayaknya bikin masalah"

"Abisnya aku pengen sama kamu. Dikelas ada gurunya otomatis gabisa temenin kamu"

"Nanti kamu ketinggalan pelajaran"

"Gapapa kan nanti bisa bareng sama kamu. Kamu juga pastinya ketinggalan pelajaran banyak kan?"

"Aku emang dari awal ketinggalan banyak"

Devan mengambil ponselnya lalu membuka aplikasi Instagram memilih efek light untuk berselfi. "Ayoo nis selfi" annisa yang kaget, tak sempat bergaya depan kamera keburu ketekan oleh devan.

"Ihhh devan! Aku belom sempat bergaya"

Devan terkekeh kecil. "Gapapalah nanti foto-foto kita akan aku polaroid, biar jadi kenangan"

"Aku gamau jadi kenangan. Maunya terus menjadi nyata dan hidup didepan kamu"

Devan tersenyum lalu berjongkok didepan annisa. "Annisa kalau kamu butuh tempat bersandar atau curhat atau apapun itu. Bilang aja ke aku. Aku selalu siap untuk kamu"

Mendadak annisa mengaduh kesakitan. "Kamu kenapa sayang?" Tanya devan khawatir. "Sumilangeun lagi?" Tanyanya. Annisa mengangguk. "Aduh gimana ni?" Devan kebingungan. Ia mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Kamu tunggu sebentar ya" devan pergi meninggalkan annisa. Devan berlari menuju meja piket. Tidak ada siapapun disana.

Devan akhirnya kembali. Mendorong kursi roda annisa. Perempuan itu masih mengaduh kesakitan bagaikan sakit perut tapi gamau keluar. Devan membawanya sampai didepan uks. Lalu menggendongnya. Menaruh tubuh perempuan itu diatas kasur. "Kamu masih sakit?"

"Yaiyalah!" Ngegas annisa membuat devan sedikit terkejut. Lalu ia memutuskan untuk keluar mencari guru piket. Akhirnya ada juga bu melan. Devan memberitahu semuanya ke bu melan. Langsung bergegas menuju uks. Memeriksa annisa. Namun keputusan yang diambil bu melan itu membuat devan merasa keberatan.

"Apa gabisa disekolah dulu bu? Masa dipulangkan?" Tolak devan mentah-mentah.

"Harus devan soalnya sumilangeun itu gabisa dikaitkan dengan sakit perut biasa. Nanti annisa terganggu ketika belajar. Hasilnya dia tidak konsen belajar" ucap panjang lebar bu melan kepada devan. Agar si Dajjal sekolahan itu mengerti kondisi annisa. "Yaudah ibu buatin surat izin dulu, kamu jaga annisa. Sama bawakan tasnya" Perintah bu melan. Devan hanya mengangguk dengan wajah murung.

"Masa kamu pulang sih?" Mendadak devan merengek seperti anak kecil.

Annisa terkekeh. "Masa dajjal sekolahan kayak anak kecil aja cuman gegara aku pulang"

"Yaiyalah nanti aku disekolah sama siapa? Aku kesepian gaada kamu"

"Kamukan bisa kerumah nanti pas pulang. Bisa gak bangunin aku?"

"Iyaya" Devan membantu annisa bangun lalu mendudukan annisa diatas kursi roda.

"Kamu itu harus dipekain dulu ya baru ngeh. Capek ngodein kamu"

"Iyaya"

"Ko jawabnya cuman iyaya mulu"

"Aku badmood" Nampak wajah devan yang masam. Bibirnya dimajuin beberapa centi dari sumbernya. "Aku ambil tas kamu aja" devan bangkit. Keluar dari uks, berjalan menuju kelas annisa.

"Maafin aku devan. Karena aku penyakitan. Aku tidak bisa menemani kamu disekolah seperti yang lain. Tapi kamu sabar devan. Tetapi, aku yang tidak enak padamu. Andai aku sempurna. Pasti aku akan selalu ada buatmu dan kau selalu ada buatku. Saling melengkapi itu indah tetapi, aku terlalu banyak kekurangan. Mungkin kau juga, lalu apa yang harus kami isi agar mencapai kesempurnaan?"

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang