Tigabelas

183 8 0
                                        

Sudah malam hari tetapi devan tak kunjung pulang kerumah. Dirinya masih mengenakan seragam sekolah. Setelah selesai mengerjakan pr juga merangkum membuat tangannya pegal alias kram.

"Kamu belom pulang ntar dicariin mamah papah kamu"

"Udah aku bilang, mereka tidak peduli denganku"

"Walau begitu kamu jangan sering pulanh kemaleman. Aku gamau kamu memalukan nama baik orang tua kamu"

"Nama mereka baik tapi kelakuan mereka ga baik"

Annisa menatap devan. Terdengar bunyi rintikan hujan dari luar. Devan menegok dari jendela. Mengintip. Ternyata benar. Jendela ruangan annisa beruap. Air menetes membasahi jendela.

"Diluar hujan sayang" Ucap devan. "Itu tandanya tuhan tidak mengizinkan untuk pulang"

"Enak aja kamu"

Devan mengenggam tangan annisa yang diinfus. "Kaki kamu bakalan sembuh? Atau bisa berjalan lagi?" Tanya devan.

Annisa menundukan kepalanya. Ini yang annisa takutkan ketika devan menanyakan tentang penjelasan dokter yang membuat dirinya down begitu juga ayahnya. Kini ayahnya berusaha mencari solusi. Untuk pengobatan aku.

Annisa menggelengkan kepalanya. "Aku bakalan selamanya lumpuh total" Wajahnya mendadak murung. Bibirnya membentuk senyuman tipis. Seolah menutupi kesedihannya.

"Kamu jangan sedih... Ada devan disini" Annisa mengusap air mata yang mengalir bebas di pipinya. "Devan-bakalan-temenin-annisa-sampai-sembuh" Ucap dengan sedikit pelan. Tidak terlalu cepat.

"Makasi devan kamu pacar aku yang pengertian" annisa tidak bisa menahan haru. Juga devan yang menetes melihat annisa bersedih.

"Kamu jangan sedih dong. Rasanya aku ikut nangis juga"

Kemudian beberapa menit datanglah seseorang. Ayah annisa dengan memakai jas yang nota-bene sudah pulang dari kantornya. Devan yang melihatnya langsung mencium punggung tangan calon mertuanya.

"Hey kamu ada disini?" Tanya ayah annisa. Semenjak sogokan martabak itu. Hubungan devan dengan ayah annisa semakin akrab. Kekakuan mereka mencair. "Belom pulang?"

"Engga om devan temenin Annisa disini. Kasihan annisa sendirian"

"Yasudah kamu pulang nanti dicari sama orang tua kamu" Perintah calon mertua kepada devan.

"Papa..." Panggil annisa. Ayah mendongak kepada annisa. "Devan itu susah dikasih tau tadi annisa suruh pulang dianya malah gamau"

"Oalah nakal kamu"

Devan tertawa kecil. "Yaudah devan balik dulu om" devan mencium kembali punggung tangan ayah annisa. "Annisa aku duluan" Devan melenggang pergi dari ruangan annisa. Menyisakan mereka berdua didalam ruangan.

Ayah mendekat kepadaku. "Annisa..." Aku hanya bergumam iya. "Dia kayaknya suka sama kamu deh"

"Apasi papah"

"Ihhh kasih tau atu nis. Papa juga pengen tau. Papa tidak akan melarang annisa melakukan apapun selagi itu baik. Katakan dong sama papa"

Annisa memutar bola matanya. Pusing dengan hasrat kepo ayahnya yang mulai meledak bagaikan lambe turah. Gue kira ayah bakalan keras dan ganas depan devan. Mendadak ko hubungan mereka menjadi kayak mertua-menantu.

"Ada deh pah. Nanti juga annisa kasih tau" annisa hanya tersenyum menahan tawa. Sementara ayahnya berdecak sebal karena tidak diberi tau oleh anaknya sendiri. Melihat tingkah laku ayahnya yang konyol membuat annisa bahagia disekelilingnya. Ayah, Devan, makasi sudah buat aku tertawa dan merasa memiliki teman dalam hidup.

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang