Annisa tengah berada dibalkon memandangi dari atas betapa indahnya perkomplekan jika dilihat dari atas. Jalanan sepi sekali, malam pun sunyi mungkin hati annisa juga sunyi karena ada tak seseorang yang biasanya tiap malam selalu menemani. Mendadak lamunan annisa hancur oleh suara bising motor yang sudah tak asing lagi ditelinganya. Devan.
Dengan cepat annisa memutar balikan kursi rodanya kedalam kamar lalu menutup pintunya rapat-rapat. Perasaan malu bercampur senang. Ada dalam dirinya. Bagaimana tidak. Kehadiran pria itu selalu aja buat annisa menjadi canggung.
Suara ketukan pintu membuat annisa kaget setengah mati. "Bentar Devan aku lagi ganti baju"
"Devan siapa? Ini ayah"
Annisa menghembuskan nafasnya. Huft hanya ayah. "Masuk" Ayah membuka pintunya. Annisa menghampiri ayahnya. Kemudian pria bertubuh tinggi muncul dari tembok disisinya. Sambil tangannya entah memegang apa itu dari belakang. Annisa tidak tau. "Devan?"
"Tadi dia didepan kebetulan ayah sama mang usep lagi nonton bola. Ayah kira dia mau ikutan nonton bola taunya pengen ketemu kamu"
Annisa tertawa kecil. "Saya boleh masuk om?" Tanya annisa.
"Oh silahkan. Ayah mau kedepan dulu sama mang usep. Kalian jangan macam-macam ya awas" perintah ayah. Dicampur dengan nada ancaman yang kadang bikin mengetarkan hati.
"Siap om"
"Teruntuk kamu jaga anak saya"
"Siap om"
Ayah annisa pergi meninggalkan kami berdua. Devan masih mematung didepan hadapanku. Tangannya yang disembunyikan dibelakang membuat aku semakin penasaran.
"Devan dibelakang kamu itu apa?"
"Tangan"
"Ihhh iya aku juga tau. Maksud aku apa yang kamu pegang"
"Apa coba?"
"Hmmmm pasti bunga"
Devan menggelengkan kepalanya.
"Coklat"
Sekali lagi kepala devan menggeleng.
"Boneka"
Kepala devan menggeleng kembali dengan bibirnya yang dimajuin kedepan.
"Lalu apa itu?"
"Kalo kamu pengen tau ada syaratnya"
"Apa?"
Devan mendekatkan pipinya. Annisa tau kode devan. Pria itu ingin meminta kiss darinya. Annisa melihat kekanan-kekiri. Semoga ayahnya benar-benar ada diluar. Tapi dirumah ini amat sepi. Annisa mencium pipi devan dengan lembut. Membuat devan semakin menjadi-jadi.
Lalu devan menunjukan sebuah tiket konser dan memberikannya kepada annisa. "Tiket apa ini?"
"Coba baca dulu"
"INIKAM TIKET KONSER BTS DIJAKARTA KAN?!" Annisa kaget tak percaya dirinya bahkan hampir berloncat-loncat diatas kursi roda miliknya. Perasaan haru bisa dirasakan oleh annisa. Ingin rasanya dia menangis. Menetes untuk saat ini.
"Kamu kenapa nangis?" Devan berjongkok. "Kenapa nangis? Aku salah ya? Kalo salah aku minta maaf ya"
Annisa mengelengkan kepalanya lalu memeluk devan. Pria itu seketika kaget. Ini bukan tangisan sedih tapi tangisan bahagia. Devan merasa senang dan membalas pelukan annisa. Tangisan itu membasahi pundak devan. "Udahlah sayang jangan nangis terus"
Annisa melepaskan pelukannya. "Bagaimana aku gak nangis van. Ini tuh hadiah harapan aku saat ulang tahun" Annisa kesulitan dalam berbicara karena isakannya. Hidungnya seketika mampet. "Aku gatau dengan cara apa aku bisa membalas kebaikan kamu. Kamu terlalu baik"
Devan mengelus rambut annisa. "Aku sayang sama kamu begitu juga kamupun sayang kan sama aku?" Annisa mengangguk. "Konsernya masih lama ko tanggal delapan kalo ga salah. Nanti berangkatnya sama aku aja"
"Kamu serius mau ikut?" Devan menganggukkan kepalanya.
"Udah dong jangan nangis-nangis aku nanti ikutan terharu nih. Senyum dong" Devan melemparkan senyuman kearah annisa. Entah aura apa yang terdapat pada Devan. Sanggup membuat annisa ikut tersenyum. "Nah gitu dong kan enak dilihatnya. Ohiya aku lupa bawa makanan"
"Kamu bawa cemilan lagi?"
"Iyalah"
"Ngemil mulu entar gendut"
"Gapapa biar gemes. Bentar yah sayang" devan berdiri, berlari cepat menuju motornya yang berada diluar. Ketika sampai diluar kantong plastik yang ia bawa tak ada. Namun matanya melihat kearah pos tempat ayah annisa serta mang usep sedang menonton bola. Devan mendekat. Banyak makanan yang sudah dibuka serta dimakan oleh mereka berdua dan makanan yang mereka seolah tak asing.
"Eh nak devan ada disini" Kata mang usep sambil membuka kuaci.
"Oi sini duduk sama om, kita nonton bola bersama-sama" Ucap ayah annisa sambil menepuk tempat yang disebelahnya kosong.
"Om makan cemilan yang devan bawa bukan?"
"Itu cemilan kamu? Dikira buat om"
"Jadi om makan semuanya?" Tanya devan dengan wajah yang pias.
"Iya daripada sayang didiemin. Btw martabaknya enak banget ini aja sisa dua. Kamu mau?"
"Astaghfirullah nu agung om itukan cemilan buat devan sama annisa ngapel" devan menahan amarahnya. Bagaimanapun itu didepannya adalah calon mertuanya. Lagian bisa dibeli inikan?
"Kamu marah cemilannya dimakan sama om?!" Ucap ayah annisa bernada tinggi. Membuat devan setengah mati ketakutan. Memilih untuk diam.
"Eng-enggak om ambil saja lagian devan bisa beli lagi"
"Nah gitu dong sama mertua"
Devan mengelus-elus dadanya sabar Gusti ini ujian ini ujian! Ujian yang menggetarkan hati serta batin haduh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Jugendliteratur"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...