22.00
Devan melajukan mobilnya, kami sedang dalam perjalanan pulang. Hari ini membuat annisa merasa senang bahkan saking senangnya ia lelah dan tertidur pulas seakan dia sedang dikamar. Wajah imutnya saat tidur mampu meredam emosi siapa saja yang melihatnya.
Tak sengaja mobilnya melintasi polisi tidur sehingga helai rambut menutupi wajah annisa. Tangan kiri devan menyingkirkan rambut Annisa dari wajahnya dan mengesampingkan ke telinga. Mengapa perempuan secantik annisa diberi ketidaksempurnaan ini begitu dalam mungkin baginya.
Setelah sampai didepan rumah annisa. Devan begitu kaget ketika banyak sekali orang ramai memenuhi halaman depan rumah annisa. Iapun menyalakan klaskon dan permisi kepada orang-orang yang menghalangi jalannya. Devan keluar dari dalam mobil dan bertanya kepada pak satpam yang menunjukkan wajah murung, ini membuat devan semakin curiga.
"Pak ada apa ya? Ko rame begini?" Tanya devan bernada khawatir.
"Ayah annisa dibawa ke UGD, dia sekarat untung saja tadi pembantunya melihat dan segera menelpon ambulans" Kata pak satpam murung. "Kalo tidak mungkin dia sudah tidak ada lagi" Lanjutnya.
"Apa? Lalu sekarang dia dirawat di ugd mana?" Tanya devan. Pak satpam memberitahu alamat UGD yang dituju. "Oke pak makasi"
"Ehh nak devan!" Panggil pak satpam membuatku mengurungkan langkah dan berbalik kepadanya. "Ini. Saya temukan diatas baju ayah annisa"
Sebuah kertas. Devan memasukannya kedalam saku celana. "Kalo gitu saya bawa annisa kedalam"
***
Matahari terbit sambil menyambut suka cita. Annisa membuka matanya perlahan setelah ia merasa udara sudah mulai menghangat, ia merenggangkan tubuhnya agar lebih rileks. Betapa serunya hari kemarin, ingin sekali Annisa kembali ke waktu itu. Tangannya menyambar ponsel yang ada disampingnya ia menonton video kemarin berupa fancam seokjin.
"Uhhhhh seokjin gimana aku ga makin halu coba" Ucapnya sambil menonton video. Mengigit jarinya karena greget melihat worldwide handsome. Bahkan semua rekaman dan foto didominasi oleh seokjin. Tak heran jika photo card yang ia beli dari album-album sejak masa never walk alone ia sangat mengoleksi lebih banyak foto si worldwide handsome baik di handphone maupun album yang telah ia buat.
Saat menonton video dan sedang asyik-asyiknya. Sebuah panggilan mendadak dari Devan betul-betul membuatku merasa terganggu.
Annisa menghela nafas. "Halo ada apa?"
"Aku udah ada dirumah kamu, boleh masuk kagak?"
"Tumben banget izin segala biasanya juga kagak"
"Ada yang harus aku kasih tau kekamu"
"Apa itu?"
"Akan kukatakan nanti"
Devan menekan tombol merah. Panggilan terputus. Membuat annisa merasa penasaran sebenarnya apa yang akan ia bilang? Ah paling dia cuman ngerdus doang. Apalagi omongan dia yang hanya omong kosong tak berisi.
Pintu terketuk. Ah pasti itu Devan. "Masuk" Devan membuka pintunya lalu menghampiri aku diatas kasur dan duduk disamping. Wajahnya kali ini begitu murung seolah ada rahasia. "Kamu kenapa ko murung?"
"Gak apa-apa kok"
Annisa akan bersedih jika aku mengatakannya, kuusahakan tidak.
"Heem dari pagi aku ga denger suara ayah kayak kosong banget kemana ya dia?" Ucapnya dengan tersenyum. Devan makin merasa kasian pada annisa, andai iaa tau, masih bisakah dia tersenyum disaat situasi seperti ini?
"Ohh tadi aku liat dia udah b-berangkat entah kemana?"
"Ahmasa sih?" Tanya annisa. "Bisa bantu aku?" Devan membuka kursi roda dan meletakkan tubuh annisa diatas kursi roda itu lalu mendorongnya hingga ke balkon. Bahkan, mobilnya tidak dipakai. "Berangkat gimana? Itu mobilnya masih ada"
"M-mungkin saja mobilnya rusak"
"Ayah tidak akan pergi tanpa mengendarai mobil" Sangkal annisa.
"Serah kamu aja, akukan udah bilang juga"
"Kamu tuh kenapasi sensi banget aku nanya gitu juga"
Devan gelagapan. Annisa memutar balik kursi rodanya sendiri, masuk kedalam kamar. Mengapa hal ini seakan membuat annisa merasa curiga bahwa ada sesuatu hal yang ia sembunyikan. Tetapi aku tak mau dia sedih mendengar hal ini. Tetapi, bagaimana jika aku tak ada disini, dia bertanya-tanya dimana ayahnya? Semakin waktu berjalan maka semakin gawat keadaannya.
"Kamu tau ga devan? Ini foto aku bersama ayah saat liburan bulan lalu" Kata annisa sambil memandangi pigura photo seorang ayah sedang asik bersama putrinya saat bermain pasir. "Ini juga mungkin liburan terakhir bersama ayahku, aku bisa bayangin kalo dia mendadak pergi"
Dari belakang Devan, menahan air matanya. Berusaha agar tak membasahi pipinya. "Kamu beruntung ada ayah, bisa liburan. Aku? Bahkan waktu kecil aku tidak tau siapa ayahku" Ucap devan.
"Sudah ku bilang, bahwa ayahku adalah ayahmu juga" Ucap annisa melayangkan senyuman padaku. Akupun tersenyum balik, menahan senyum saat hati sedang kacau itu susah minta ampun. "Aku juga gatau kedepannya kamu bakalan naik kelas atau gak?"
"Kok gitu? Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"
"Yhaaa kamu kan nakal suka buat kasus sana sini, sampe bu melanpun lelah"
Devan menunduk. "Aku akan belajar rajin agar kamu bahagia" Katanya dengan penuh semangat. Annisa turut senang, iapun menaruh foto itu diatas nakas.
Mungkin ia tak melihatnya lebih dulu sehingga bingkai itu hancur luluh lantah diatas lantai berserakan. Dengan cepat devan langsung menepikan Annisa agar tidak mengenai pecahan kaca. Jari jemari devan memungut perlahan pecahan kaca.
"Hati-hati nanti bisa tergores"
Devan hanya bergumam lalu membuang pecahan kaca itu kedalam tong sampah. Annisa berpikir bahwa telah terjadi sesuatu. Tetapi ia sendiri tidak tau itu apa? Aku merasa khawatir dengan ayah, bagaimana kabarnya? Lalu mengapa ia pergi tanpa bilang dahulu padaku?
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Teen Fiction"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...