Delapan

272 9 0
                                        

Waktu istirahat yang ditunggu-tunggu oleh warga sekolah akhirnya dimulai, sebagian dari mereka menyerbu kantin menikmati udara luar sembari bercengkrama dengan teman karib masing-masing  dan sebagian sisanya berdiam diri di dalam kelas. Devan berjalan-jalan di koridor lantai satu blok IPS, karena jurusan IPS paling dekat dengan halaman lapangan upacara sekaligus pintu gerbang sekolah agar anak-anak IPS enggak pada madol pelajaran karena letaknya berada di garda terdepan, Devan melihat Annisa tengah duduk diatas kursi roda sambil membaca sebuah novel, berteduh dibawah pohon rindang dengan kanopi yang cukup lebar bisa memberikan hawa sejuk bagi yang dibawahnya walaupun saat ini sinar matahari mulai terik. Pohon rindang itu masih termasuk kedalam wilayah lapangan upacara meskipun letaknya agak berdekatan dengan pos satpam. 

"Halo Annisa" Ucap Devan lalu duduk menyila kaki diatas aspal lapangan. "Lagi ngapain?"

"lagi baca novel"

"Aku pengen baca coba"

"HAH? yang bener..."

"Beneran, sini coba lihat" Paksa Devan mengambil novel itu dari tangan pemiliknya. Annisa berdecak sebal ketika Devan mencomot secara paksa dalam hati ia menggerutu mana belom ditandain tadi baca sampe mana. Ingin Annisa timpuk dengan buku novel diatas kepalanya. Devan langsung membaca halaman belakang buku dengan seksama. "Sinopsisnya bagus nanti pinjem kalo udah beres baca"

Devan mengembalikan novel pada Annisa yang hanya mengangguk sebagai respon. Devan lalu memeriksa dahi Annisa dengan menempelkan punggung tangannya kemudian mencocokan dengan suhu di tubuhnya. "Kamu demam?" 

Lagi dan lagi Annisa hanya menggeleng-gelengkan kepala sebagai respon seakan tak ada energi untuk berinteraksi. "kalo kamu sakit ayo aku antar ke uks sekarang"

"Gausah repot-repot, aku mau kerumah sakit"

"Sekarang?"

"Iya setiap bulan selalu ada pemeriksaan"

"Tadi kamu kebawah di gendong sama siapa?"

"Aji"

"Aji? mulai sekarang kalau kamu pengen kemana-mana panggil saja aku. Aku gasuka kamu bersentuhan sama orang lain"

"kamu juga termasuk"

"Lah ko begitu, aku termasuk orang lain dong?" Devan memalingkan wajah dengan kedua tangan dilipat pada dadanya. "Selama ini kamu masih menganggap aku orang asing, jangan-jangan hanya aku saja yang cinta? Cinta bertepuk sebelah mata" 

Annisa terhibur dengan kelakuan Devan lalu mencubit-cubit wajah pria itu karena saking lucunya "Enggak kok bercanda sayang" Mendadak pipi Devan mulai memerah layaknya kepiting yang baru saja direbus. "Ohhiya tas aku lupa kebawa, pasti si desti lupa bawa"

"Biar aku aja"

Annisa mengangguk. "Terima kasih" 

Devan berjalan cukup cepat menuju Blok IPA karena letaknya ada dibelakang blok IPS serta kelas Annisa berada di lantai dua pula. Ada beberapa anak buah Devan menyapa dia saat melewati blok IPA. Maklum saja anak buah Devan ada di blok IPA tetapi lebih banyak sudah jelas dari blok jurusanya, IPS. Tak sengaja berpaspasan dengan Bima yang sedang pdktan dengan anak IPA, Devan hanya menyapa sambil tersenyum secara cool memberikan pesan tersirat dari tatapan matanya, semoga berhasil. Ada juga golongan orang yang takut dengan kehadiran Devan mereka inilah murid-murid biasa yang lebih mementingkan akademik dan tak mau berurusan dengan Devan. Orang-orang itu langsung bergunjing sambil menjaga jarak dengan Devan ada yang mengira Devan sedang berkonflik dengan seseorang dari blok IPA, ada juga yang mengatakan menuju kelasnya Annisa. 

Sesampainya didalam kelas, Devan bergerak kearah meja tanpa bangku yang berada dibelakang, kawan sebangkunya tidak mengetahui kehadiran Devan karena sedang terlelap tidur sembari mendengarkan musik melalui earphone Devan menggambil sebuah tas yang terletak dibawah meja lalu meraba-raba kebawah kolong meja dirasa ada terdapat satu buku Devan lalu menariknya, ternyata sebuah note kecil yang lucu dengan sticker bts pada sampulnya. Buku diary, tebaknya. Devan memasukannya ke dalam saku celana tapi karena tak cukup sebab ukuran saku dengan ukuran note itu berbeda jadi Devan menempel buku note kecil di belakang punggungnya dan dikaitkan dengan karet celana sekolahnya lalu ia tutup dengan seragam yang terurai secara berantakan. Setelah semua aman, Devanpun segera meninggalkan kelas Annisa sambil menggendong tas mini yang trend dikalangan siswi sekolah saat ini dengan santai tak merasa malu. Yah begitu selain tak kapok-kapok dihukum Devan juga tak ada malunya. 

"Nih annisa, tas kamu, plus semua barang-baramg kamu ada disini semua" ucapnya sambil memberikan tas kepada Annisa. 

Annisa mengangguk.

"Sudah buat surat izin?"

Annisa mengangguk.

"Kok diem?" Devan bertekuk lutut didepan hadapan annisa. "Lagi badmood?"

Annisa menggelengkan kepalanya. "Aku takut nanti hasil pemeriksaan aku itu ternyata buruk"

"Jangan takut tuhan pasti akan memberi hasil yang terbaik diantara yang terbaik buat kamu" Devan tersenyum. Anak berandalan sekolah yang selalu terlihat sangar, jahat, berdarah dingin, juga tak kenal yang namanya belas kasihan pada akhirnya bisa luntur juga didepan seorang Annisa. "Aku doakan semoga kamu cepat sembuh"

"Emangnya doa kamu pasti dikabulkan?"

"Sebegitu dosa kah saya?"

Annisa tertawa kecil. 

"Kalau kamu sudah sembuh nanti aku ajak kamu jalan-jalan ke semua tempat dimuka bumi ini kalo perlu satu universe kita jelajahi"

"baiklah Pak devan"

Mobil Toyota berwarna hitam memasuki lapangan sekolah dan berhenti. Seseorang yang diyakini adalah supir mobil tersebut turun dan menghampiri Annisa. Tetapi Devan tidak memberi izin pria itu untuk membawa Annisa dengan alasan hanya dialah yang boleh memegangnya sambil bernada ngotot. "Ini perintah ayahnya anda tidak berhak ikut campur"

"Urusan Annisa urusan saya juga" Sanggah Devan. 

Annisa berusaha melerai perdebatan sengit diantara dua orang yang berada di depan hadapannya. Rasanya kedua telinga ini sudah lelah mendengar cekcok dari kedua orang ini. Lalu Annisa membiarkan Devan untuk membawanya kedalam mobil karena takut saja perdebatan ini berujung pada kekerasan fisik bahkan sampai pak satpam saja sampai ikut membantu melerai, orang-orang disekitar hanya menonton kejadian ini sampai beres, Annisa menjadi malu lagi-lagi menjadi pusat perhatian. Memang tata krama Devan perlu dididik lagi, untung saja supir kali ini bukanlah security yang waktu itu Devan temui dirumah Annisa. Jikalau itu benar yang ada malah di blacklist dari daftar tamu sehingga tak dapat berkunjung lagi. 

Mobil itu melenggang meninggalkan lapangan sekolah. Devan memandangi mobil tersebut dan yang ia lihat hanyalah wajah murung Annisa. Devan memberikannya ucapan semangat agar tidak terlalu fokus pada hasil pemeriksaan, tenangkan dirimu saja katanya. Tetapi yang dipikiran Annisa justru berbeda, ia tak suka menjadi pusat perhatian melulu didepan orang-orang semenjak dekat dengan Devan ini dan Annisa takut tidak dapat berada di sisi Devan setiap saat. 

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang