Duabelas

200 8 0
                                        

Selepas bel berbunyi. Devan teramat semangat menuju parkiran motornya. Dia kemudian menaikinya. Tanpa basa-basi. Ia pergi meninggalkan halaman sekolah yang sangat membosankan. Ditanya apakah ia berbuat onar? Tentu tidak. Siang tadi bahkan setelah pagi hari dihukum. Devan hanya terdiam. Tak bersemangat. Bahkan satria yang mengajaknya untuk sebat bersama pun devan tak selera. Bahkan bima yang keponya melebihi lambe turah melihat devan hanya menatap foto annisa dari handphonenya. Devan mampir ke salah satu supermarket. Indonovember. Untuk membeli beberapa cemilan.

Tujuannya kali ini tak jauh dari rumah sakit dimana annisa dirawat. Rindunya tak tertahankan ketika dirinya tanpa annisa. Motornya telah sampai didepan bangunan yang memiliki lantai bertingkat-tingkat. Devan kemudian turun dari motornya. Melangkah masuk. Berjalan santai menuju ruangan yang ia jadikan patokan.

Devan mengetuk pintu ruangan annisa. Nampak tak ada sama sekali orang. Sepi. Devan membuka pintu itu. Hanya annisa yang terlelap tidur. Devan tersenyum. Pelan-pelan ia masuk agar tak membangunkan gadis imut-nya. Devan melepaskan tas dan juga jaketnya. Duduk diatas sofa yang ada didalam ruangan. Mengeluarkan buku. Mengerjakan pr. Bukan mengerjakan lebih ke nyalin :v.

Mata annisa terbuka. Merasa ada seseorang yang baru saja masuk keruangannya. Kepalanya bergerak kesana-kemari. Kemudian melihat dibawah ada devan yang tengah nyalin contekan ke bukunya.

"Devan..." Panggilan itu membuat devan mendongak dan membantu annisa untuk bersandar dipunggung kasur. "Kamu abis pulang sekolah?"

"Iya ini aku lagi kerjain pr"

Annisa tersenyum.

"Tadi disekolah aku gabut banget ihhh, kesel gasuka deh"

Annisa hanya tersenyum saja. Devan menggenggam tangan wanita itu. "Kamu cepet sembuh ya. Aku mau lihat kamu sekolah lagi"

"Iya devan..." Bibir pucat dan juga mata lemah annisa membuat devan sedikit meringis. Ia berharap agar ada keajaiban buat annisa kedepannya. "Kamu... Kerjain aja pr-nya, aku mau..."

"Mau apa?"

"Engga dev..."

"Katakan saja"

"Aku lapar..."

"Kamu lapar? Aku bawain cemilan nih buat kamu" Devan meraih kantung plastik berisikan cemilan yang ia beli barusan di salah satu supermarket.

"Makasi devan..."

Devan tersenyum.

"Aku kerjain pr dulu ya"

Annisa mengangguk kepalanya. Devan kembali mengerjakan PR. Tampak cepat tangan devan menulis beberapa kata diatas kertas bukunya. Annisa tersenyum melihat devan sedikit demi sedikit mulai berubah. Tapi ucapan dokter tadi pagi membuatnya menjadi patah semangat untuk hidup.

"Karena kaki annisa lumpuh total. Kakinya tidak bisa sama sekali bergerak"

Annisa menitikan air matanya. Mengapa tuhan melakukan hal ini padaku? Apakah ini adil? Jika adil dimana letak keadilan-mu ya tuhan! Annisa sudah banyak berharap namun harapan itu sengaja terpatahkan oleh tangan tuhan yang bisa berkehendak kapan saja. Tak apa setidaknya, aku memiliki devan disamping. Devan. Pria yang membuat aku bahagia. Yang membuat aku selalu merasa memiliki teman. yang membuat aku merasa terlindungi.

"Oh iya Annisa? Besok sekolah libur jadi aku bisa temenin kamu sampai malam" ucap devan sambil menulis.

"Devan... Apakah kamu gak dimarahin sama orang tua kamu"

"Ahh mereka tidak peduli aku pergi kemana saja. Yang penting perginya aku ke tempat yang tepat" Devan mendongak. Tersenyum padaku.

"Sayang..."

"Apa" devan tersenyum saat mendengar kalimat itu. Bahkan kalimat yang ia tulis menjadi salah dan butuh dihapus beberapa kali. Betapa bahagia dipanggil sayang oleh orang yang kita sayang.

"Kamu kerjain pr apa nyontek"

Devan hanya terdiam saja.

"Sayang..."

"Eh? Hmmm anu aku nyo-tek" devan mengaruk kepalanya dengan pensil. Annisa tertawa kecil melihat kelakuan devan barusan.

"Gapapa nyontek yang penting kamu rajin"

"Kok gitu? Malahan orang-orang bilang pada aku gaboleh nyontek, kok sama kamu boleh?"

"Karena nyontek adalah langkah awal dari rajin..."

"Rajin nyontek maksud kamu"

"Ihhh bukan dengar dulu kenapa sih"

Devan tertawa kecil.

"Gapapa nyontek yang penting kamu rajin mengerjakan pr daripada engga sama sekali. Tetapi kerjain dulu pr-nya kalau susah baru nyontek"

"Sumpah aku gapaham sayang"

"Udah lanjutin aja nyontek" Ucap annisa bernada sebal. Devan duduk disebelah annisa. Menatap sambil nyengir kehadapannya. "Apa sih devan ga lucu tau"

"Lucu ih liat kamu marah ada gemas-gemasnya gitu"

Annisa hanya bermuka datar sambil memakan cemilan yang ada ditangannya. Beberapa kali devan menatap annisa dengan tatapan seperti itu. Membuat annisa sedikit kesal. Tetapi itu bagian yang devan suka. Menganggu annisa. Walau wanita itu selalu risih jika diganggu. Tapi kesenangan ini membuat annisa seketika melupakan kesedihannya.

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang