Tanpa basa-basi devan segera pergi dari bar untuk menemui annisa. Tak peduli jika perempuan itu sedang marah padanya yang terpenting dirinya dan dia bisa selesaikan semuanya. Motor devan melaju dengan cepat diatas jalanan tengah malam yang sudah malam. Devan memasukan motornya kedalam parkiran rumah sakit kemudian turun serta berlari. Efek anggur merah yang ia minum membuat kepalanya sedikit pusing dan ia kemungkinan bisa terjatuh kapan saja.
Devan membuka pintu ruang dimana ayah annisa dirawat tapi tidak ada siapapun disitu. Hanya ruang kosong yang sudah tidak berpenghuni lagi. Kebetulan seorang suster sedang melewat sambil membawa beberapa obat.
"Sus!" Panggil devan. Suster itu menengok kebelakang. "Dimana Pasien kamar ini?" Tanyanya.
"Sudah dipindahkan ke ruangan UGD, keadaannya sudah kritis"
"Lalu anaknya yang jenguk ayahnya dimana dia?"
"Dia sudah pergi lebih dulu sebelum ayahnya dimasukan ke UGD"
Jalan raya yang sering dilalui devan kini sepi. Berangsur-angsur sepi seiring larutnya malam. Lalu tancapan gas motor milik devan seakan memecahkan keheningan ditengah malam yang sunyi ini. Sudah beberapa kali devan menelpon annisa melalui telepon biasa, tetap saja tidak bisa. Walau ia menghapus nomornya tetapi devan tak tahan, akhirnya ia menyerah dan minta pada desti. Sesampainya didepan halaman rumah annisa. Devan turun dari motornya, berlari masuk. Melihat pak satpam tertidur, Devan memutuskan untuk mengendap-endap masuk.
Lalu dari bawah, devan mendengar suara canda tawa dari halaman belakang. Devan berjalan perlahan-lahan. Suara tawa annisa itu sangat familiar ditelinganya karena ia selalu membuat bahagia perempuan itu sebelum putus hubungan. Namun apa yang dilihat devan memang benar-benar tak diinginkan.
"Makasi udah nemenin aku malam ini. Sumpah aku gabisa tidur malam ini" kata annisa.
Mereka sedang berdua ditaman sambil bakar barbeque. Mungkin sedang makan malam. Devan mengepalkan tangannya. Ingin sekali mendekat tapi itu terlalu buru-buru. Biarkan mereka yang melihat bukan diriku yang menunjukkan diri sendiri.
"Gapapa ko apasi yang engga buat kamu" Jawab bagas. Kemudian tangan pria itu merangkul pundak annisa. Ditambah annisa bersandar dipundak bagas membuat devan semakin panas. Ingin menitikkan air mata. "Kamu sama devan sudah putus hubungan?" Tanya bagas.
"Sudah, aku muak dengan dia"
Bagas menyeringai. "Kamu gausah lagi deket-deket sama dia. Aku bisa ko pindah sekolah demi kamu"
"Ah gausah gas. Aku mungkin akan homeschooling saja"
Ponsel bagas berbunyi lalu mengeluarkan dari kantong. Sebuah nomor tak dikenal. "Siapa dia?" Tak ada pilihan, bagas mengangkat panggilan itu. "Halo?"
Suasana memang sangat sunyi. Bagas bisa mendengar suara dirinya sendiri. Seolah ada yang speaker panggilan. Iapun bangun dan mencari-cari sumber suara itu hingga ketika melihat ke sebuah sudut taman. Ada devan sambil menyeringai.
"Devan" Kata bagas. "Devan lo ngapain kesini?"
Annisa juga ikut terkejut dan menegok kebelakang. "Devan"
Devan membanting ponselnya keatas tanah. "Brengsek!" Sebuah tinjuan menghantam pipi bagas hingga tumbang. Kedua tangan mencekik leher bagas. "Persetan!"
Bagas berusaha melepaskan diri. "Devan!" Teriak annisa. Lalu ia bangun dan berusaha untuk berdiri namun ia terjatuh karena kursi rodanya terlalu jauh. "Tolong! Tolong!" Teriak annisa.
Kemudian datang pak satpam dan memisahkan mereka berdua sebelum makin menjadi-jadi. "Astaghfirullah ada apa kalian ini? Malam-malam malah berantem"
"Gatau nih pak orang mabuk ini tau-tau ninju saya" Adu bagas.
"Ngomong apa lu barusan anjink!" Emosi devan namun ditahan oleh pak satpam.
"Udah nak devan kamu pulang aja"
"Pulang pak? Saya ada urusan sama annisa" kata devan.
"Urusan apaan? Gue udah gaada urusan apa-apa sama lo ya. Mending lo pergi aja" Usir annisa. Bagas kemudian membantu annisa berdiri dan meletakkannya diatas kursi roda.
"Gue akan pergi" Devan menghela nafas. "Gue tau segalanya. Jadi... Gue gausah bilang apa-apa lagi ke lo" Devan menunduk. "Biarkan saya keluar dari sini dengan terhormat"
Devan memilih untuk pergi dengan rasa sakit sekaligus perih yang ia rasakan. Langkahnya yang lambat mendadak cepat. Motornya membelah jalanan. Devan sengaja tak memakai helm. Kecepatan motornya diatas rata-rata. Air matanya tak mampu ia bendung begitu saja. Hati ini merasa amat sakit. Sudah tak ada harapan lagi. Semuanya sudah pupus.
Ketika sudah sampai dirumah. Devan melihat mobil sang ayah. Betapa dirinya amat tenang melihat ayahnya sudah pulang. Iapun langsung menghapus air matanya dan berusaha untuk kembali menjadi normal. Devan melihat ayahnya sedang membaca tab diatas sofa. Iapun langsung menghampiri ayahnya dan memeluknya bagai anak kecil yang rindu orang tuanya.
"Ayah pulang" Kata devan. Sang ayah terkejut dan mematikan tab yang ia pegang. "Devan rindu sekali"
Fahri mencium kening ayahnya. "Kamu kenapa baru pulang? Abis darimana?" Tanya fahri dengan saksama. "Kamu abis minum?" Fahri mendeteksi bau alkohol.
Devan hanya menundukkan kepalanya tanpa berkata. "Kamu cepat istirahat jangan lupa makan pengar selepas ini"
Fahri berdiri dan meninggalkan devan sendirian. Pria itu amat resah dengan perkembangan buah hatinya. Tetapi apa dayanya bukan siapa-siapa dirinya bagi devan. Kini devan hanya merenung dan memikirkan bahwa yang ia lakukan adalah ingin melupakan sejenak masalah yang sejak tadi terus menghantui pikirannya. Lamunan devan terganggu ketika sebuah tab disampingnya bergetar. Ayah pasti lupa membawakannya.
Devan memilih untuk mengangkatnya dan melihat nama kontaknya 'istriku yang sah' Devan tertawa melihat nama kontaknya dan menyangka itu pas mamahnya. "Iya halo mah?"
"Mamah? Siapa anda?"
Devan tertegun mendengar ucapan seorang wanita dan suaranya amat beda dengan suara ibunya. "i-ini siapa ya?"
"Saya ini istrinya. Kemana dia? Dan kenapa tabnya bisa ada dikamu? Kamu apain suami saya hah?!"
"B-bukan gtu bu. Saya juga gatau, saya nemu tab ini. Mungkin sudah tidur"
"Bilang padanya suruh dia pulang! Sudah lama sekali tidak pulang kerumah"
"I-iya bu"
Telepon terputus. Devan mengatur nafasnya sejenak. Jadi, siapa wanita yang memaksa gua untuk suruh ayah pulang? Apa jangan-jangan ayah ada memiliki hal selain kami berdua? Devan mengusap wajahnya yang kebas dan memutuskan untuk tidur diatas sofa sampai pagi hari.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Teen Fiction"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...