"Woi lu kemarin kemana aja? Ko kagak ada tadi?" Tanya devan setelah ChaCha masuk kedalam ruangannya.
"Maap tadi gue jajan dulu sama bagas"
"Cieee pasti kalian pdkt ya"
Bukan pdkt pacaran tapi pdkt buat jadi pihak ketiga.
"Kagaklah anjir" sangkal chacha. "Eh btw gue mau balik kerumah gue gabisa lama-lama disini lu gapapa kan sendirian disini?"
"Ohiya lagian lu udah terlalu berlebihan sama gue pake jagain gue segala. Thanks ya karena udah jagain gue" Devan tersenyum pada ChaCha. Ia hanya bisa berterimakasih pada perempuan didepannya. Seolah wajah chacha pernah ada dalam sebuah memoriesnya tetapi apa ya? Ia tak ingat sama sekali.
"Gue mau nanya"
"Apa?"
"Lu musuhan sama bagas?"
"Gue sama dia awalnya sahabatan sejak smp cuman karena ada something gue sama dia jadi suka berantem, dendam bangetlah gue sama dia. Eh jadi keterusan deh sampai sekarang"
"Emangnya lu gabisa baikan sama dia kayak dulu lagi?"
Mendadak devan tertawa. "Heh walaupun dunia terbelah menjadi dua tetap saja gue sama dia gabisa baikan kayak dulu"
"Kenapa udah gabilang gabisa? Siapa tau suatu saat kalian bakalan bisa berteman kayak dulu"
"Ga mungkin bahkan sampai upin ipin numbuh rambut juga gue bakalan jadi rivalnya dia"
"Yaudah deh gimana kalian aja. Tapi serius tadi cewek yang dikursi roda itu adalah cewe lu?" Tanya chacha dengan wajah serius.
Devan mengangguk. "memangnya kenapa?"
"Kagak sih kagak apa-apa, btw dia itu orangnya pandai bersosialisasi gitu ya? Gue juga tadi didekat dia kayak punya temen cewe baru wkwkw"
"Iya dia itu bikin gue nyaman. Ketika orang-orang Liat gue dari cover yang begitu buruk dan juga takut kalo deket sama gue. Tapi dia dengan mudahnya bertanya padaku layaknya seorang manusia"
"Semoga kalian tetap bersama" Ucap chacha sambil menadah kedua telapak tangannya.
"AMIN!"
"Eh tapi sebelum gue pergi. Gue mau kasih tau lo sesuatu" Mendengar nada bicara chacha serius, devan menatap wanita yang kini tengah duduk disamping. Siap untuk mendengar. "Lo masih ingat sama anak cewe yang selalu disamping lo waktu lo masih kecil?" Tanya chacha.
Devan mulai berpikir keras. Ia merasakan sesuatu yang sakit dibagian otaknya. "Gausah dipaksa van, gue cuman mau tanya itu doang" Melihat devan kesakitan sambil memegang kepalanya yang masih diperban membuat dirinya merasa bersalah. Ini semakin parah.
Rekaman masa lalu yang sudah rusak kini dipaksa untuk diputar bagaikan melihat film dari cd yang sudah kusut. Dirinya waktu kecil pergi ketaman ditemani oleh seorang anak kecil cewek. Lalu pikiranya terlempar pada sebuah memori dimana ia berpelukan dengan anak itu.
"Gue ingat tapi gue gatau siapa namanya" Ucap devan setelah akhirnya ia berhasil mengingat walau tak semuanya tetapi itu sudah cukup untuk chacha.
"Serius lu gak inget siapa namanya?" Tanya chacha sekali lagi. Apa bener dia sudah lupa dengan gue.
"Ko lu mendadak nanya itu sih? Ada apa emang? Sampai kayak serius gitu ngomongnya"
"Ga apa-apa, gue cuman test memori lu aja siapa tau ingat" Chacha merasa ia sudah terlambat. "Eh gue balik duluan ya. Baik-baik lu disini ya" Chacha melambaikan tangan pada devan kemudian berjalan menuju pintu. Fiks setelah chacha, devan merasa kesepian. Ia tak ada kawan untuk diajak ngobrol bahkan ia tak bisa untuk tidur walau sesaat. Gue harus keluar dari neraka ini.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/201648083-288-k613039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Fiksi Remaja"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...