Sekolah sudah ramai. Ramai akan siswa yang mulai berhamburan keluar dari lingkungan sekolah. Entah pergi main kemana dahulu, ada yang diem dahulu disekolah, ada yang masih ngerjain tugas serta ada yang memilih langsung pulang kerumah. Tetapi annisa tidak masuk kedalam tipe-tipe tersebut. Dia memilih untuk menunggu ayahnya.
Kali ini annisa tidak menunggu di koridor pada umumnya. Berada dibawah pohon mangga yang rindang. Sejak tadi, devan langsung menggendong annisa kebawah. Kini pria itu sedang memanjat pohon mangga yang sedang ranum. Buahnya sudah memasuki usia matang. Oleh karena itu devan memanjat pohon.
"Devan awas nanti kamu jatuh!" Teriak annisa dari bawah. Kepalanya mendongak keatas memastikan agar devan tidak terpeleset atau apapun itu. "Awas banyak semut nanti kamu digigit" Devan hanya bergumam iyaa. "Nanti kamu ketahuan guru gimana?" Hari ini annisa cukup bawel. Membuat devan terpaksa menghentikan pengambilan mangga.
Devan kemudian turun dari pohon secara perlahan. Lalu loncat hingga kaki telanjangnya menyentuh aspal lapangan. Merapihkan bajunya. Membersihkan dari kotoran yang menempel. Devan memberikan mangga yang telah ia ambil kepada annisa. "Kamu tadi bawel banget sih?" Tanya devan dengan diiringi rasa kesal.
"Aku tu takut sayang..." Ucap annisa sembari mengupas mangga yang ada ditangannya.
"Iya tapi jangan sampe buat aku takut juga" Jawah devan sambil memakai sepatu. "Lagian gaada yang tau kok kalau kita ngambil" sambungnya.
"Iya sih guru gaada yang tau, mungkin murid lainnya. Tapi tuhan tau segalanya devan kalau kamu mencuri"
Ahh bawa-bawa nama tuhan, gajelas" setelah memakai sepatu. Devan duduk dibawah. "Gimana mangganya? Enak?" Tanya devan.
"Enggak ihhh asam-asam kecut gimana gitu" Eskpresi annisa waktu mangga masam membuat devan tertawa. Melihat wajahnya yang kemasaman. "Kok kamu ketawain aku sih?!" Ucap annisa dengan nada tinggi.
Devan menghentikan tertawanya. "abisnya muka kamu lucu bat tadi" Tawa itu berakhir hanya menyisakan senyuman dilengkungan bibir devan. "Mangga kalo dibuat rujak banget ya?"
"Beuuhhhhh enak van. Aku aja bisa makan berkali-kali"
"Emang bener? Sebelumnya aku gak pernah makan rujak"
"Kamu belom pernah?"
Devan mengangguk.
"Astaga kamu kemana aja devan. Masa gatau rujak sama sekali"
"Seriusan aku"
"Yaudah kerumah aku aja nanti kita ngerujak bareng"
"KAPAN?"
Annisa tersentak kaget. "Ya nantilah. Kamu kalo kerumah aku aja semangat banget kenapa si?"
"Hehehehe kan itu rumah masa depan kita hihihi"
"Apaansi Devan" Annisa berusaha menahan tawa agar tidak tersedak.
"Emang kalo malam ini gabisa?"
Annisa menggelengkan kepalanya.
Devan berdecak kecewa. "Yahhh sayang banget kenapa dong? Nanti malam aku harus tahan rindu dong..."
"Yah itu resiko kamu"
Tak lama mobil ayahnya datang. Lalu berhenti dekat dengan annisa. Sang ayah lalu turun. Dengan wajah yang sedikit cemas karena Annisa sudah berada dibawah. "Kamu kok udah ada dibawah?" Tanya ayahnya berdecak khawatir.
"Tenang aja pa. Aku tadi digendong sama devan kok"
"Devan? Siapa dia?" Tanya ayah annisa. Mata annisa bergerak kekanan. Memberi kode bahwa orangnya ada disebelah kanan. "Oh jadi kamu yang namanya devan?"
Devan mengangguk. "I-i-iya om" ucapnya dengan sedikit gemetar dikakinya. Wajah ayah annisa saat ini bagaikan tentara. Beda seperti kemarin-kemarin. Apakah ayah annisa memiliki kepribadian ganda?
"Kamu yang kemarin nemenin anak saya dirumah sakit sampai gak pulang kan?" Tanyanya lagi.
Devan mengangguk. Mengucapkan perkataan yang sama. Sementara, annisa hanya menahan tawa sambil menyimak semuanya.
"Kamu juga yang waktu itu datang pertama kali datang kerumah bawa martabak kan?" Tanyanya lagi.
Devan mengangguk. Satu tetes keringat mengalir dari dahinya. Devan menyeka keringat. Entah kenapa ayah annisa hari ini banyak bertanya. Membuat devan sedikit ketakutan dibuatnya.
"Sekarang kamu jawab jujur pertanyaan om" Ayah Annisa memberikan pertanyaan lagi. Devan penasaran apa pertanyaannya?. "Kamu pacaran kan sama annisa?" Sebuah pertanyaan yang mencangkup seluruh alur.
Aduhhh kalau gue jawab jujur nanti gue gaboleh pacaran ma annisa.
Tapi kalo gue boong? Emang enak menjalani sebuah hubungan yang ditutup-tutupi?
Udahlah kasih tau aja. Engga atau iyanya, itu serahkan sama yang maha kuasa.
Setelah melalui perdebatan batin yang cukup memakan banyak waktu. Akhirnya devan mendapat sebuah keputusan. Ayah annisa membunyikan jarinya. Ingin membutuhkan jawaban secepatnya. Memang benar kata annisa, ayahnya itu memiliki tingkat kepo yang sangat tinggi.
Devan menghembuskan nafasnya. "iya om saya pacaran dengan annisa" jawabnya dengan singkat. Beberapa waktu lenggang. Tak ada suara sama sekali. Hanya deru nafas. Detak jantung yang selalu memecahkan keheningan.
Ayah annisa menepuk pundak devan. Membuat pria itu teramat kaget. "Kamu hebat"
"Hebat apanya om?"
"Hebat saja menurut om. Karena kamu mencintai annisa tidak memandang fisik melainkan hati. Saya salut sama kamu, belom tentu anak muda jaman sekarang mau sama annisa" ucap ayah annisa. "Kamu betul-betul mencintainya? Tidak main-main apalagi menjadikan annisa pelarian?"
"Tidak sama sekali om. Karena annisalah yang membuat saya berubah om. Lebih bersyukur atas kehidupan dan dia juga yang membuatku semangat"
"Om pegang kata-kata kamu. Bagi nomor dong calon menantu om hehehe"
"Wleee boleh-boleh papi mertua"
Kekakuan itu meleleh sudah. Annisa bersyukur sangat lega. Karena ayahnya tidak seganas apa yang dibayangkan. Juga devan. Dia begitu tenang menghadapi ayah aku. Hingga mereka kini sedang tertawa bersama bagaikan persahabatan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Semoga saja kehangatan ini akan tetap selalu ada. Aku mohon.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Teen Fiction"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...