Enampuluhdua

51 1 0
                                        

"Lalu bagaimana bisa ibu menikah dengan ayah? Apakah ayah tahu ibu terikat kawin kontrak dengan pria itu?" Tanya bagas penasaran.

Runi mengangguk. "Dia sudah tahu dan kawin kontrak itu tidak mengikat kita untuk menikah dengan siapapun, lagian pria itu juga memiliki keluarga lain dan ini hanya permainan saja" Runi tertawa kecil.

"Dasar ibu licik"

Bagas langsung berdiri dan memutuskan untuk keluar dari ruangan yang membuatnya kecewa. Polisi menahannya tetapi tenaga dalam bagas sanggup merobohkan penahanan tersebut. Runi berusaha mengejarnya, pria itu berlari dengan sangat kencang dan juga beberapa polisi ikut mengejarnya dari belakang. Bagaspun tertangkap dan memberontak untuk bisa keluar dari tempat ini. Dia ingin pulang, dia berteriak histeris untuk pulang tapi petugas membawanya kedalam sel penjara. Tinggallah bagas sendirian, ia menelungkup kepalanya diatas kedua lutut, menahan isak tangisnya. Bagaimana ibunya berbohong besar akan hal ini? Pantas saja setiap pulang kerumah selalu saja lama dan bagas kira pekerjaannya menumpuk taunya ada keluarga lain yang dia urus.

Satu sisi, devan belom juga siuman. Akibat benturan itu kepalanya sulit mengatur keseimbangan. Detak jantungnya terus memberikan petunjuk garis atas bawah secara signifikan memberitahu bahwa dia masih hidup. Tetapi siuman yang dia alami harus disertakan mimpi beruntun dan tak ada habisnya.

Rekaman masa lalu yang sudah rusak kini dipaksa untuk diputar bagaikan melihat film dari cd yang sudah kusut. Dirinya waktu kecil pergi ketaman ditemani oleh seorang anak kecil cewek. Lalu pikiranya terlempar pada sebuah memori dimana ia berpelukan dengan anak itu.

Devan mengambil dan mengetik nomor supir sang ayah. Tetapi pandangannya terpusatkan pada sebuah wallpaper dengan foto anak kecil yang sedang berpelukan dan mereka nampak sekali bahagia. Chacha menyadari devan melihat wallpaper handphonenya. "Itu foto temen kecil gue Van"

Satu foto dua foto tiga foto hingga foto yang membuat devan kaget. Kedua anak kecil berpelukan dan terlihat bahagia satu sama lain persis seperti wallpaper ponsel chacha.

"Ini buat chacha"

"Ayoo sama mamah foto satu dua cekrek yaaa bagus sekali kalian!"

~

Ketika pulang sekolah. Saat itu aku masih sekolah dasar, kami biasalah bermain-main dibelakang taman yang sudah tidak terurus. Kebiasaan saat kecil suka keluyuran dulu.

BYURRRRR

"Dingin banget airnya" kata bagas.

"Lang kok kamu ga berenang si yok buruan ga dalam ni" ajak devan.

"Engga ah entar aku masuk angin"

~

"Cieee Devan sama chacha mulu kemana-mana" Kata elang memanas-manasi bagas yang sedang makan es goyang. "hari ini panas tapi kayaknya ada yang lebih panas haha"

"Ihhh nyebelin banget kamu!" Seketika Bagas langsung menjahili elang sampai mereka berlari dan devan beserta chacha hanya menatap mereka sambil tertawa.

Juga saat ketika bagas terluka akibat bermain bola dilapangan sekolah ketika hujan turun deras. Dengan besar hati, devan memapah sahabat itu dan membantunya berjalan ke pinggir lapangan lalu mengobati lukanya pake daun disekolah sd dulu yang katanya ampuh memberhentikan pendarahan ditubuh, lebih manjur lah daripada Betadine.

~

Suka maupun duka kami lalui bertiga kadang bersama chacha. Beribu-ribu kilometer kami bermain kesegala tempat, sambil menemukan teman baru dan kesenangan baru yang sama sekali aku takkan lupakan itu. Pagi kami sekolah siangnya pulang terus main sampai adzan Magrib tiba, saat itu aku tidak menyadari hal apapun. Yang ada dipikiranku saat kecil hanya main main main dan main. Tak peduli rasa sakitnya cinta, dibohongi, dikecewakan, dan juga patah hati seperti ini. Rasanya ku ingin kembali ke masa kecil. Rekaman ini mendadak terputar kembali, apakah ini ingatanku tentang mereka. Chacha, elang? Mereka semua memang benar temanku dimasa kecil? Kenapa aku terlambat untuk menyadari itu semua.

Kenapa juga aku harus ilang ingatan tentang kenangan manis yang pernah aku dengan mereka lalui. Bagas, yang diingatanku hanyalah musuh bebuyutan tanpa hati nurani nyatanya jauh sebelum itu kami pernah bersahabat dan dekat satu sama lain.

~

"Elang jangan pergi kita semua disini pasti kangen banget sama kamu" Kataku menangis lalu memeluk elang yang akan meninggalkan tanah air. Bagaspun ikut memeluk.

"Kalo gaada kamu gak seru" Tambah Bagas.

"Tenang saja elang bakalan pulang dan balik lagi kesini, dan elang harap kalian berdua akur saat elang kembali oke? Janji?"

"Janji!!!"

~

"Kemarin elang kok sekarang kamu sih cha? Aku ga rela juga" Ucap devan menangis. Chacha tersenyum lebar meski air mata terus mengalir jatuh.

"Iyaaa ihhh cha huhuhu kenapasi harus pada pergi semuanya" Tambah Bagas. Kami berbicara didepan mobil chacha yang sebentar lagi akan pergi meninggalkan kota ini. Orangtuanya mengizinkan kami berdua untuk berbicara padanya.

"Hei kalian ini. Kok pada nangis entar juga aku bakalan datang kesini lagi dan chacha harap kalian tidak akan melupakan aku yaaa" Chacha tertawa kecil. "Terutama kamu devan" tambahnya.

~

Saat smp kami berdua memutuskan sekolah bersama. Tanpa elang semuanya berjalan hambar. Kami juga udah lost contacts dengannya karena saat sd kami belom memiliki ponsel genggam. Tepat dikantin bagas menunjukan sebuah foto wanita cantik. Sepertinya Bagas cinta pada wanita itu.

"Hei liat nih" bagas menunjukan foto padaku. "Cantik ga?" Aku mengangguk. "Eits jangan lama-lama ini cewe gue jangan lo embat haha"

"Dih siapa juga"

~

Tepat pulang sekolah devan ingin memberikan sesuatu pada cewek yang ia cintai selama ini. Tetapi pemandangan yang tak seharusnya aku lihat begitu mengejutkan jantung dan hampir saja berhenti. Bagas menyatakan perasaannya pada wanita yang aku sayangi, annisa.

"Kamu mau kan?"

Annisa mengangguk dengan malu-malu. Mereka pun berjalan bersama tetapi aku berjalan sendirian.

~

Tak hanya itu saja, karena annisa akupun dengannya mulai merenggang. Tak pernah saling sapa. Bahkan saat berpapasan saja kami hanya diam, membisu seolah tak kenal dan bagaikan orang asing. Hari itu mulailah geng devan dan bagas bertebaran dimana-mana bagaikan kubu Prabowo dan kubu jokowi. Rekrut merekrut tanpa mandang fisik. Ketika salah satu geng devan dilukai oleh geng bagas, saat itu terjadilah tawuran kecil dijalanan.

Hingga saat ini tawuran akan selalu menjadi jalan ninjanya dan selalu menjadi andalan untuk membalaskan dendam pada bagas. Dia sudah merebutnya dan sekarangpun ia rebut jugaaa? Ini sudah keterlaluan.

Kedua mata devan terbuka lebar tak sadari air matanya telah membasahi. Kali ini ia telah mengingat semuanya. Kali ini juga ia tau mengapa chacha selalu bilang bahwa ia adalah teman dimasa lalunya begitu juga elang apalagi bagas yang selama ini adalah yasudahlah, kenapa aku baru mengingat semua. Kenapa aku terlambat sekali untuk menyadari. Devan mengangkat tubuhnya dan berusaha mencabut jarum infusan yang tertempel dipunggung tangannya. Akhirnya tercabut.

Devan berjalan sempoyongan menuju pintu ia terjatuh dan mengambil handphonenya kemudian menekan nomor annisa ehh tidak lebih baik chacha. Suara bunyi tuuuut tuuuuut tuuuuut terdengar dan juga suara "hallo Devan lo dimana?"

"Tolongin gue chacha" devan menangis.

"Kenape lo? Kasih alamat sekarang juga"

"Gue butuh bantuan elang dan lo"

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang