Bel pulang sekolah berbunyi keras sekali, membangunkan para murid yang tertidur pulas saat jam kosong. Annisa mengirimkan pesan chat kepada devan agar kekelasnya sekarang juga. Apa yang diucapkan oleh desti membuat annisa menjadi kepikiran. Ya ini tau sangat lebay tetapi jika devan kenapa-kenapa atau paling tidak jika masuk polisi? Kan aku jadi ga semangat untuk berangkat sekolah.
Devan berjalan agak cepat menuju kelas annisa. "hay annisa" Devan menongolkan kepalanya dibalik jendela. Annisa menyuruhnya untuk masuk. Annisa menggerakan kursi rodanya sendiri mendekati devan. "Ada apa annisa panggil-panggil aku? Aku lagi buru-buru"
"Mau kemana?" Tanya annisa.
Devan kehabisan ide. Satu bulir keringat mengucur deras dari balik dahinya. "Aku... Hmmm mau ngerjain remedial sama bima, satria, dirumahnya amar"
"Ohh baguslah"
"Kalo gitu aku duluan ya nis" Devan berbalik badan, dan perlahan berjalan meninggalkan annisa.
"Aku tau kamu bohong" Langkah devan berhenti ketika sudah diluar pintu kelas. Annisa mendorong sendiri kursi rodanya, berada disebelah devan. "Tapi aku hanya mengiyakan saja. Aku tau temen-temen kamu itu sama seperti kamu. Aku juga tau kamu akan ikut tawuran iyakan?"
"Kamu tau darimana?"
"Aku tau semuanya devan" Ucap annisa dengan wajah datar. "Kalo kamu sayang aku, kamu jangan pergi, jika kamu udah enggak sayang sama aku, kamu pergi. Karena dirimu adalah diriku dan diriku adalah dirimu. Kalo kamu terluka gimana? Atau masuk ke kantor polisi gimana?"
"Tapi ini urusannya penting"
"Penting apanya? Kalah jadi arang menang jadi abu. Sia-sia. Kamu mau dihormati sampe melakukan hal itu?" Annisa tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Air matanya mendadak jatuh. Devan berjongkok didepan annisa.
"Kamu jangan nangis"
"Kamu mau seperti mantanku?"
"Kenapa emangnya?"
"Dia juga sama seperti kamu, suka banget tawuran terus aku tinggalin dia tanpa ada kata putus. Karena aku tau ditinggalkan oleh orang yang aku sayangi lebih sakit daripada memutuskan"
Devan terdiam, ia bingung mana yang harus ia pilih. Karier sebagai monster atau cinta? Melihat annisa sudah terdiam membuat devan semakin ikut bersedih juga. Dia tidak mau kesehatan annisa terganggu oleh itu. Tibalah mobil ayah annisa sudah sampai.
Devan menyingkirkan tasnya dan memakainya didepan tubuh. "Naik" Ucap devan sambil memunggungi annisa.
Annisa menempelkan tubuhnya diatas punggung devan yang membidang bagaikan atlet. Merasakan tubuh annisa dibelakang membuat devan merasa tak ingin ditinggalkan oleh annisa. Apa jadinya jika sampe hal itu beneran terjadi? Devan tak berani membayangkannya.
"Hai om" sapa devan kepada ayah annisa dengan tersenyum.
"Van, kamu kuat juga ya angkat anak om"
"Ayah kira annisa itu gajah apa gabisa digendong"
Sang ayah tertawa akan gurauannya. Devan memasukan annisa kedalam mobil. Setelah itu devan mengambil segera kursi roda annisa yang tertinggal didepan kelas.
"Devan anak yang baik ya" Ucap sang ayah. Annisa hanya mengangguk. Hmm. Sambil memainkan ponselnya. "Lho kamu kenapa? Lagi marahan ya"
"Enggak ko"
Devan kembali sambil membawa kursi roda milik annisa yang sudah ia lipat. Kemudian memasukannya kedalam mobil. Ayah annisa berpamitan pada devan. Sebelum akhirnya benar-benar hilang dari pandangan devan. Didalam mobil, Annisa melihat devan dari jendela mobil. Betapa ia bisa melihat wajah seseorang yang banyak pikiran. Tapi itu yang terbaik untuk devan agar dia berpikir dua kali.
Amar:
Lu dimana? Semua udah nunggu.Gue masih disekolahan
08xxxxxxxxx:
Semua orang sudah nunggu tapi ketuanya ko kagak ada?
Hahahahaha
Cemen lu njenk!
Kalo lo takut bilang aja. Mental cupu.Devan kepancing emosi. Ia akhirnya memutuskan untuk berangkat segera menuju tempat. Memasang kecepatan penuh. Membelah jalan raya yang sudah mulai padat oleh kendaraan pribadi. Sore hari sangatlah indah untuk menaikkan derajat.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Teen Fiction"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...