Annisa berjemur dibelakang sekolah karena lapangan di pakai upacara. Ia tak pernah sekalipun ikut upacara. Padahal sudah lama tak berdiri dibawah sinar matahari bersama-sama bukan sendiri seperti aku. Angin sepoi-sepoi menggerakkan rambut annisa yang terurai tak terikat. Dedaunan juga perlahan gugur kebawah bagaikan musim gugur.
Devan berlangkah cepat agar tidak ketangkap oleh guru karena ia melarikan diri dari gerakan disiplin. Sudah berlangganan, devan tidak mematuhi aturan. Seragamnya seolah ia pakai hari-hari biasa membuat para guru yang berurusan dengan lebih baik main sama ayam daripada berurusan sama devan.
Devan melihat annisa sedang berada dibelakang sekolah. Ini waktu yang terbaik untuk dia bicara terbuka mengapa ia begitu marah padaku? Devan perlahan mendekat annisa.
"Sayang" Sapa lembut yang keluar dari mulut dajjal sekolah yang hanya bisa didengar oleh annisa seorang. Annisa hanya menegok tanpa ekspresi. "Kamu kenapa marah sama aku? Kali ini coba jujur jangan ngasih kode morse gajelas, aku ga ngerti sumpah" Mohon devan sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya. Annisa hanya diam saja dan menghembuskan nafas. "Ngomong dong sayang" paksa devan merengek membuat annisa merasa jengah dan tambah kesal. "Sayang"
"Apaansi! Kita bukan pacarlagi!" Gertak annisa dengan nada tinggi.
"M-maksud kamu?" Devan mencoba mengolah apa yang sedang dikatakan oleh annisa barusan. "Kamu pasti bercanda kan? Kamu pasti lagi ngeprank aku kan" Bahkan devan sempatkan untuk senyum bahwa akan ada air mata gelombang dua yang akan turun. Devan berjongkok. "Hehe kalo gitu gausah begini juga" Devan menyentuh punggung tangan annisa.
Perempuan itu menahan rasa kesalnya. Pipinya amat merah bukan karena ia baper akan tangannya disentuh Devan. Tapi, ia semakin kesal dengan yang ia lakukan.
Sebuah tamparan keras melayang begitu saja dibawah permukaan pipi devan. Seketika cowok itu terdiam saking kagetnya. Lalu terdengar suara isak tangis Annisa. Beriringan juga air mata langsung jatuh dan menetes kebawah tanah.
"Kamu jahat devan! Kamu jahat! Kenapa kamu melakukan hal ini sama aku?! Kenapa kamu bohong sama aku?! Kenapa kamu bohong soal ayah!" Tangan annisa menggoyang-goyangkan tubuh Devan hingga tersungkur diatas tanah. "Aku benci kamu dev! Mulai sekarang kita putus!" Sebuah perkataan yang melayang dari mulut annisa.
Devan hanya terdiam sesekali ia menghapus air matanya. Memberanikan dirinya untuk berbicara. "Ma-maafkan aku nis, aku GA BERMAKSUD!" terisak Devan diatas paha Annisa. Memohon untuk maaf dari perempuan yang ia cintai. "Aku gamau putus" ucapnya sesenggukan.
"Terlambat" Ucapnya dengan menekan. "Kalo kamu bilang sejak kemarin mungkin gaakan sesakit ini. Membuat aku berpikir, kamu itu sama saja seperti mantan aku! Ku kira kamu berbeda! Ku kira kamu baik nyatanya? ZONK!"
Air mata saling turun dari masing-masing pelupuk mata kedua pasangan ini. Isakan demi isakan semakin terdengar. Devan bertelungkup diatas paha annisa, menumpahkan kesedihannya dan tak sanggup untuk menahan lebih banyak air mata.
"Udah udah mending lo pergi! GUE GAMAU LIAT LO MASIH ADA DISINI!" kata annisa bernada tinggi sambil mendorong devan agar menjauh darinya. Annisa menghapus air matanya dengan sapu tangan yang ia bawa kemudian mendorong kursi roda dengan sendiri.
Devan melihatnya, iapun tergerak hatinya untuk membantu walau annisa marah sekali padanya. "Ngapain lo bantu gue?! GUE BUKAN ANAK KECIL!" Gertaknya. Devan cuman terdiam.
"Aku bakal nganter kamu sampai kekelas untuk... T-terakhir k-k-kalinya. Se-selepas itu tidak akan ada lagi" janji Devan. Malah kini annisa yang diam tanpa suara.
Kursi roda yang devan dorong melewati koridor sekolah yang sepi dan hanya terdengar suara guru dari dalam kelas yang tengah mengoceh atau mengajar. Ditambah mereka berdua yang hanya saling diam, pikiran kemana-mana, juga perasaan Devan dan annisa yang tersakiti. Hingga sampai ditangga Devan masih berbaik hati menawarkan punggungnya sebagai sandaran.
"Ayo naik, lepas ini gaada yang gendong kamu" Ucap devan bernada datar. Annisa meletakan tubuhnya diatas punggung Devan.
Cowok bertubuh tinggi menggendong annisa hingga kelantai atas tanpa merasakan capek sekalipun. Lagian ini adalah kali terakhir menggendong annisa. Lepas ini? Devan akan mencoba untuk menjauh. Ia harus sadar diri dan tidak memaksakan kehendak satu pihak.
Devan mengetuk pintu kelas. Semua tatapan mata tertuju padanya. Lalu menyuruh salah satu murid mengambil kursi roda yang masih ada dibawah.
"M-maaf annisa telat soalnya tadi dia ngeluh sakit" Ucap devan melayangkan alasan. Sang guru hanya mengangguk mungkin dia adalah guru baru jadi belom tau spesifikasi perilaku Devan yang sering berbohong.
Kursi roda telah sampai devan meletakkan annisa agar bisa duduk diatas kursi itu. Lalu pergi tanpa pamit apapun untuknya. Devan mencium punggung tangan sang guru lalu pergi dari kelas. Bola mata Annisa terus saja melihat gerak pria itu pergi hingga keluar dari kelas. Ada setitik rasa penyesalan dalam dirinya tetapi itulah yang terbaik jika ada seseorang yang berani-beraninya membohongiku.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Spontan in Love
Jugendliteratur"Kenapa kamu jatuh cinta pada wanita seperti aku? Punya fisik yang tidak cantik dan sesempurna wanita lainnya?" "Terkadang cinta yang sesungguhnya itu bukan dari dia sempurna tapi, bagaimana ia mengubahnya menjadi sempurna," Kehidupan Annisa sebelu...