Empatpuluhtujuh

63 2 0
                                    

"Gue sakit hati bro! Ternyata hal yang gue takutkan terjadi juga. Gue harus gimana? Gue sebenernya gamau putus dari dia" Curhat devan menumpahkan segala kesedihannya. Kini ia sedang bersandar di pundak bima. Sesekali bima mengelus rambut Devan agar tenang. "Jujur baru kali ini gue ngerasain patah hati. Sakit banget njir!" katanya sambil sesenggukan.

"Iya dev gue tau perasaan lo, bahkan amar dan satria juga bisa ngerasain hal itu" Ucap bima berkata tenang. "Udah sekarang lu jangan nangis lagi. Semua orang pernah melewati masa ini. Cuman ada yang menang dan ada yang menyerah dan lo, harus menang mengendalikan keadaan ini" nasehat bima.

Disekolah bolehlah mereka seperti gangster yang tak punya hati tetapi kalo dibasecamp apalagi hanya ada mereka berempat, ditambah salah satu anggotanya ambyar, mereka berpelukan bagaikan Teletubbies.

"Mungkin annisa butuh waktu Van buat semua ini. Insyaallah kemudian hari dia baikan lagi" Tambah amar juga turut menasehati.

"Makasi semua" Ucap devan berterimakasih, kemudian mengambil sehelai tisu. Menghapus air matanya. "Klean kenapa ga pada sebat? Tumben banget"

"Kita ngerhargain lo bro. Kalo kita sebat saat lo sedih itu sama saja kita menari-nari diatas penderitaan yang lain" Jawab satria bikin Devan salut padanya. Lalu mereka berempat berpelukan memberikan dukungan satu sama lain. Tak salah devan memiliki teman sekaligus sahabat eh bukan saudara.

Devan sudah menganggap mereka berempat adalah saudaranya sendiri. "Tapi darimana annisa tau soal ayahnya sedang dirawat padahal gue kagak pernah kasih tau dia bahkan satpam dan pembantu dirumahnya juga udah gue sogok biar tutup mulut" Devan menjadi penasaran siapa yang memberitahu annisa soal ini dan ia baru kepikiran sekarang setelah berpikir tenang.

"Nah itu dia gue jadi bingung" Cetus bima.

"Kalo gue tau orangnya gue gaakan ngasih ampun sama dia" Dendam devan sambil mengepalkan tangan kanannya. Devan kemudian berdiri dan melangkah sampai dibingkai pintu.

"Lu mau kemana?" Tanya bima.

"Kerumah sakit bentaran"

***

Annisa dan bagas pergi kerumah sakit. Mereka berdua sedang berjalan menuju ruangan sang ayah. Bagas mendorong dibelakang. Suasana ramai dirumah sakit membuat annisa merasa sulit lewat akan sulitnya jalan.

"Kamu bakalan nginep dirumah sakit ini?" Tanya bagas. Annisa mengangguk. "Nanti kalo ada apa-apa panggil aja aku" Annisa hanya mengangguk saja.

Gak nyangka gue bisa sama annisa lagi. Tinggal selangkah lagi gue dapat manfaatin keadaan ini hehe.

Annisa membuka pintu. Terlihat prajurit kesayangan annisa tengah terbaring diatas kasur dengan dibantu alat pernafasan. Bagas mendorong perlahan masuk kedalam ruangan. mendekatkan Annisa pada ayahnya.

"Ayah kamu sudah ditangani ko sama ayah aku" Kata bagas.

"Hah? Ayah kamu dokter?" Bagas mengangguk.

"Iya tapi ayahmu masih belom Sadar, kita tinggal tunggu saja moga akan ada keajaiban datang"

Annisa memegang punggung tangan kanan sang ayah yang terinfus. Perasaan sedih seketika menyeruak tetapi ia tak bisa menangis hanya meringis melihat kondisi sang ayah yang sudah tak sadarkan diri. Dahulu sang ayah yang senantiasa menemani dirinya dirumah sakit sekarang, tuhan mungkin sedang menginginkan tukar posisi agar dia tau bahwa menjaga orang sakit itu tidaklah mudah.

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang