TigapuluhSatu

97 2 0
                                    

"kok chat dari aku ga dibalas-balas? So ngartis banget aku kira kamu beneran marah sama aku" Ucap annisa. Kami masih berada diruangan. Hanya berdua. Entah pergi kemana ChaCha setelah izin pergi ketoilet dan ini sudah sejam dia tak kembali.

"Hape aku mati, terus pas aku buka chatan kamu juga baterai hp aku minim ini aja dicas"

"Tapi udah seratus" Annisa melihat dari layar ponsel depan yang melayang menandakan pengisian sudah full. "Lagian udah dua hari dicas ko ga dicabut-cabut?" Tanya annisa.

"Hmmm maafin tadi aku main cacing dulu hehe"

"Ihhh ngeselin kok kamu malah main cacing" kesal annisa sampai cubit devan. Membuat pria itu mengaduh kesakitan.

"Ya maaf tadikan chacha main itu terus aku ketagihan. Rencananya setelah main langsung balas chat kamu eh taunya ketagihan"

"Huuuu dasar mentingkan sono aja game daripada aku"

"Maafin aku deh"

"Iyaya"

"Kamu gak kemari sama ayah kamu nis? Kok kamu malah berangkat sama bagas"

"Aku juga awalnya gamau tapi dia maksa. Mungkin dia udah pulang. Bentar deh aku chat ayahku dulu"

"Iya cepetan aku ga sabar pen ketemu ayah kamu"

"Ehh jangan"

"Kenapa?"

"Kalo ayahku tau kamu dalam keadaan begini bagaimana? Nanti bisa-bisa dia mikirnya kamu ga sayang nyawa atau gimana"

"Kok kamu bisa kepikiran seperti itu? Ayah kamu adalah ayahku juga"

"Yaudah deh" Annisa mengeluarkan ponselnya lalu mengirimkan pesan pada ayahnya segera. "Kamu udah makan?" Tanya annisa. Devan mengelengkan kepalanya.

"Terakhir makan tadi pagi cuman sama bubur itupun makanan khusus orang sakit"

"Aku tau perasaanmu pasti ga enak ya?" Devan menganggukkan kepalanya. "Apalagi buburnya itu rasa obat benerkan?" Devan menganggukkan kepalanya sekali lagi. Annisa benar-benar memahami apa yang aku rasakan. "Aku juga pas dirawat, makan bubur itu aja langsung muntah bahkan ga makan seharian, kayak puasa tapi pas kamu datang bawa cemilan, lapar aku tertolong"

"Jadi pas itu kamu belom makan seharian?" Annisa mengelengkan kepalanya. "Harusnya aku lebih banyak bawa cemilannya"

"Gausah ko gapapa. Aku cuman pengen kamu sembuh, dan masuk sekolah lagi kayak biasanya. Aku ga bisa sekolah tanpa kamu"

"Sama aku juga. Kita sama-sama beruntung memiliki ya. Aku beruntung memiliki kamu dan kamu beruntung memiliki aku. Aku ga peduli omongan orang tentang kamu apapun itu. Bahkan omongan orang-orang tentang fisik kamu yang kurang sempurna tetapi aku cinta pada orangnya bukan pada fisiknya. Karena cinta tak pernah memandang salah satu fokus saja. Cinta bisa memanah satu fokus lain yang dianggap sempurna" Kata devan panjang lebar sambil menggenggam tangan annisa. Pandangan kami saling menusuk satu sama lain. Tatapan mata annisa yang berkaca-kaca dengan ucapan devan. Dan devan yang berkata tulus merupakan kombinasi yang pas.

***

Chacha menghampiri bagas yang sedang duduk diruang tunggu. Chacha duduk disamping bagas yang tengah melamun. Mungkin menunggu annisa sampai pulang. Tetapi annisa tak kunjung keluar juga.

"Lu lagi nunggu annisa ya? Sama gue juga lagi nunggu devan" Kata chacha membuka obrolan. Bagas menengok kesebelahnya, ada chacha. Cewek yang seumuran dengan annisa.

"Lu cinta sama devan?" Tanya bagas yang to the points membuat ChaCha menatap kaget kearah Bagas.

"Dih so tau lu" sangkal chacha diiringi tawa kecilnya. "Gue sama devan itu sahabatan sejak kecil bahkan sampe sd. Cuman pas udh kelulusan sd gue gak pernah ketemu devan hingga saat ini gue bertemu dia pertama kali. Tapi dia mungkin lupa sama gue karena benturan dikepalanya membuat ingatan tujuh tahun kebelakang telah lenyap"

"Semua itu salah gue" ChaCha menengok kearah bagas. Kok?. "Kalo saja gue ga bacok palanya..."

"Jadi devan kebacok sama lu...!" Pangkas chacha yang sudah terlanjur emosi.

"Dengerin dulu gue. Gue emang benci sama devan benci banget, gue sama dia kayak musuh bebuyutan antara air dan minyak. Cuman untuk pertama kalinya gue ngerasa bersalah pada musuh dan itu karena annisa. Gue baru tau dan sadar bahwa annisa sudah milik devan dan begitu juga sebaliknya. Gue kira devan ga punya pacar mangkanya gue sabodoamat cuman pas annisa dia gabisa sekolah tanpa dia, gue udah ngerasa bersalah. Andai jika devan meninggal?... Mungkin annisa gabisa maafin gue sampai seumur hidupnya"

Chacha mengelus pundak bagas. "Gue tau apa yang lu rasain. Jikalau lu ditarik ke masa lalu apa yang lu bakalan perbaiki?"

Bagas menghembuskan nafas panjangnya. "Gue ingin satu. Ingin berhubungan lagi dengan annisa. Andai gue ga putus darinya dan ga malu dengan kondisi dia mungkin gue masih pacaran dengannya sampai saat ini"

"Menyesal selalu diakhir kalo diawal itu baru registrasi. Tapi jahat ga sih kalo kita merebut dari pemiliknya?" Tanya ChaCha. Bagas menjadi terpikirkan. Bahwa merebut annisa dari Bagas adalah mencabut nyawanya sendiri dan itupun susah. "Gue juga pengen kembali sama devan kayak dulu"

***

Spontan in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang