[43] Pantai 2

2.6K 141 9
                                    

Ayra langsung dihampiri teman teman nya ketika ia baru saja mengijakkan kaki nya di area pantai.

"Ayra, sumpah gue kesel banget sama si Rey!" ujar Sasa berapi api.

"Hati lo ada yang sobek ga?" celetuk Vivian.

"Ayra lo yakin gapapa? Lo gamau pulang aja?" tanya Fara serius.

"Gue gapapa," jawab Ayra lalu meninggalkan teman teman nya.

Fara hendak menyusul Ayra, namun dicegah oleh Vivian.

"Dia cuma perlu waktu buat sendiri," ujar Vivian lalu Fara pun mengangguk.

Ayra berjalan menyusuri tepi pantai, kaki nya menendang nendang pasir pantai. Air mata nya tiba tiba meluncur tanpa seijin Ayra.

Hati nya saat ini sakit, memori saat tadi Rey berpelukan dengan wanita lain dan saat Rey dengan jelas jelas menelantarkan Ayrs masih teringat.

Semudah itukah Rey melakukan nya? Sebenarnya siapa wanita tadi? Mengapa wanita itu datang saat cuaca sedang cerah cerah nya? Ayra sama sekali tidak dendam akan wanita yang bernama Adley itu, namun ia hanya menginginkan penjelasan.

Ayra ingin penjelasan yang dapat menjelaskan semua nya. Penjelasan yang dapat menjawab semua pertanyaan dalam otak nya. Penjelasan yang dapat meluruskan ini semua.

Ini terlalu rumit bagi Ayra. Semua nya terlalu mendadak, bahkan Ayra tidak pernah menduga akan seperti ini jadinya. Yang Ayra kira hanyalah hubungan nya dengan Rey yang akan terus berjalan lancar tanpa adanya gangguan.

Namun ternyata, Ayra melupakan prinsip hidup bahwa tidak ada kehidupan yang selalu berjalan lancar. Akan ada random yang terjadi.

Ayra mendaratkan bokong nya di pasir pasir pantai, pandangan nya lurus menatap hamparan pantai beserta senja sebagai background nya.

Ayra tersenyum menatap pemandangan di depan nya. Ayra merasa tenang ketika melihat segala hal yang bersangkutan dengan alam.

Air mata nya masih turun membasahi pipi nya. Helaan nafas nya terdengar gusar. Lagi lagi dada nya terasa sesak.

Ayra menenggelamkan kepala nya di antara kedua lutut nya, disitu isakan tangis Ayra mulai terdengar pilu. Namun, dengan semuat tenaga ia menggigit bibir bawah nya agar suara isakan nya tidak terdengar oleh siapapun.

Bagaimanapun, ia tak mau terlihat seperti orang yang menyedihkan dan terlihat lemah oleh orang lain hanya karena menangisi seorang lelaki.

"Luapin semua nya kalo itu yang bisa bikin lo tenang," ucap seseorang dari sebelah Ayra. Ayra pun mengangkat kepala nya dan ternyata itu Defan.

Ayra menatap sendu kearah Defan, kondisi Ayra saat ini sangatlah berantakan. Rambut yang acak acakan, bekas air mata di pipi nya serta hidung nya yang merah membuat Defan semakin merasa iba.

Defan lalu menarik Ayra kedalam dekapan nya. Ia tak tega melihat kembaran nya dalam keadaan terpuruk seperti ini. Dan bisa dibilang Ayra tak pernah menangis, terakhir kali Ayra menangis adalah saat ia dengan Ezra.

"Luapin semua nya, jangan lo pendem sendiri." Defan berusaha menenangkan Ayra dengan cara mengusap ngusap punggung Ayra.

Tak lama setelah Defan mengucapkan itu, isakan Ayra pun mulai terdengar, makin lama semakin kencang malah. Namun, Ayra meutupi wajah nya dengan dada bidang Defan sehingga suara isakan nya tidak terlalu kencang terdengar.

Juga, tangan Ayra yang memukul mukul dada Defan seolah ia sedang meluapkan semua kekesalan nya. Defan berusaha menahan emosi nya saat semakin lama isakan Ayra semakin kencang dan pukulan Ayra pun semakin kuat.

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang