[58] Taman Lampion

3.1K 120 1
                                    

"Gara-gara trauma itu, Adley jadi ketergantungan sama gue. Dia bahkan bakal nekat bunuh diri kalo penyakit nya itu kambuh dan gue gak ada di sisi dia."

Baiklah, penjelasan Rey berhasil membuat Ayra bingung sangat bingung. Di sisi lain Rey begini itu sebab Adley yang memang memiliki gangguan kejiwaan, dan Ayra juga tak mampu jika harus terus bersama dengan Rey dalam kondisi seperti ini.

"Keputusan gue udah bulat Rey, gue mau kita berakhir di sini aja." Ayra berkata dengan tegas tanpa ada keraguan.

Rey menggeleng keras, "Gak bisa, gue gak mau."

"Lo itu egois, lo mau Adley tapi lo juga gamau ngelepasin gue. Lo tahu? Gue pihak yang tersakiti di sini! Udah berapa kali sih gue bilang sama lo kalo gue sakit Rey! Gue sakit, liat lo sama Adley!" jeda Ayra, "Gue gak mau sakit terlalu dalam lagi."

"Gue sama Adley cuma sahabatan!" sentak Rey.

"Seandainya gue kasih pilihan ke lo, pilih gue atau Adley, lo bakal pilih siapa?" tanya Ayra berhasil membuat Rey diam seketika.

"Gue milih Adley yang jelas-jelas butuh gue!" jawab Rey yakin.

Rey berpikir, sahabat lah yang paling penting di bandingkan pacar. Sahabat yang menemani nya sejak dulu, sedangkan pacar hanya seseorang yang kebetulan singgah saja sesaat. Ditambah lagi, Adley yang membutuhkan nya sekarang ini.

Sudah cukup, hati Ayra kini benar-benar sudah hancur. Hancur oleh seseorang yang jelas-jelas ia cintai. 

"Gue pamit." Ayra segera meninggalkan Rey. Namun baru saja beberapa langkah Ayra berjalan, Rey kembali memanggil nya.

Rey sedikit berlari menghampiri Ayra. "Tapi gue gak bisa ngelepasin lo, Ayra."

Ayra dibuat bingung akan pernyataan Rey barusan, "Lo jelas-jelas udah milih Adley dibanding gue!"

"Tapi gue cinta sama lo!"

"BULLSHIT!!" bentak Ayra, entah mengapa kali ini tiba-tiba emosi Ayra benar-benar memuncak atas ucapan Rey barusan.

Ayra langsung berlari meninggalkan Rey. Ayra sempat mendengar ucapan Rey samar-samar yang berkata bahwa 'Rey tak akan pernah melepaskan nya.' Cih.

Ayra benar-benar kecewa akan Rey. Sedikit demi sedikit rasa kecewa itu menggunung dan kali ini benar-benar sudah meledak.

Mungkin Ayra masih bisa sabar jika hanya sekali atau dua kali saja Rey mementingkan Adley. Namun ini masalah nya sudah berkali-kali bahkan tak terhitung. Sepenting itukah? Atau Rey lupa jika ia memiliki seorang wanita yang perasaan nya juga perlu di jaga.

Terhitung sekitar 2 bulan sejak kehadiran Adley dalam kehidupan Rey dan sejak itu pula Rey berubah menjadi sangat acuh akan Ayra. Ayra tampak seperti tidak di perdulikan kehadiran nya, dan ya mungkin di jadikan yang kedua.

Kini Ayra harus kembali menata hati nya yang berantakan kembali. Tak perduli lah jika Rey berkata tidak akan melepaskan Ayra. Yang jelas kali ini Ayra hanya ingin melupakan semua tentang Rey.

"AYRA!" panggil Defan ketika melihat Ayra melewati nya sambil berlari.

Defan langsung menyusul Ayra yang berlari menuju parkiran.

Ayra membenturkan punggung nya pada mobil. Badan nya melemas, air mata nya terus bercucuran melewati pipi nya. Ayra memukul-mukul dada nya yang terasa sesak kali ini.

Ayra terlalu jauh akan menyayangi Rey hingga rasa sakit nya pun sebesar ini. Bagaimana tidak, lelaki yang benar-benar ia cintai malah memilih perempuan lain? Menyakitkan bukan?

"Lo kenapa?" Defan bertanya ketika ia sudah berada di hadapan Ayra.

Defan ikut berjongkok, "Cerita sama gue."

Ayra menggeleng, "Gue mau pulang."

Defan pun mengangguk menuruti ucapan Ayra. Mungkin rasa penasaran nya bisa di tunda nanti saja, keadaan Ayra kali ini terlihat sangat kacau.

Setelah siap, Defan langsung melajukan mobil nya menuju ke rumah. Defan sempat beberapa kali melihat Ayra yang tampak terus melamun.

Defan pun menepikan mobil nya di pinggir jalan. Lalu menatap Ayra dengan seksama.

"Ayra." Bahkan panggilan Defan pun tak di hiraukan oleh Ayra.

Defan lalu memegang punggung tangan Ayra yang terasa dingin, dan berhasil membuat Ayra menoleh ke arah Defan.

"Rey apain lo?" tanya Defan datar. Dan Ayra pun hanya menggeleng menjawab pertanyaan Defan.

"Tatap mata gue Ayra!" perintah Defan, dan Ayra pun hanya menurut saja.

"Lo tau gue gak suka sama orang yang suka bohong?" Ayra menghela nafas nya panjang mendengar ucapan Defan barusan. Ayra memang tidak pandai dalam urusan berbohong.

"Entah, gue gatau gimana kelanjutan hubungan gue sama Rey." Ayra berkata dengan nada yang lirih.

"Maksud lo?".

"Rey lebih milih Adley dibanding gue, dan Rey juga gak mau ngelepasin gue."

Dahi Defan terlihat bergelombang, ia bingung akan perkataan Ayra. Defan dapat menangkap maksud dari ucapan Ayra namun Defan tak mengerti akan jalan nya pikiran Rey.

"Brengsek," umpat Defan.

Ayra memegang tangan Defan dengan lembut, "Gue gamau lo apa-apain Rey."

Defan menatap tak suka Ayra. "Setelah apa yang di lakuin ke elo, lo masih berharap tuh cowok gakpapa? Bucin lo keterlaluan."

"Apa harus segala masalah di selesain pake otot?" Ayra membentak Defan dengan suara yang bergetar.

"Masalah nya sekarang beda, Ayra!"

"Beda apa nya bang? Lo cukup diam dengerin keluh kesah gue gak usah ikut campur dalam masalah nya!"

"Tapi gue pengen-"

Belum sempat Defan menyelesaikan ucapan nya, Ayra terlebih dahulu memotong nya. "LO MALAH MEMPERUMIT MASALAH NYA!"

Mendengar kembaran nya membentak nya, Defan pun memilih diam dan melajukan mobil nya kembali setelah itu tidak ada pembicaraan lagi diantara mereka.

Sejujurnya, Ayra merasa bersalah telah membentak Defan. Namun mau bagaimana lagi, ia ingin menyelesaikan masalah nya sendiri, apalagi ini masalah cinta nya.

Setiba nya di rumah, Ayra dan Defan langsung masuk ke dalam rumah nya tanpa ada percakapan diantara mereka. Aura canggung terasa diantara mereka.

Ayra langsung merebahkan tubuh nya di kasur kingsize nya merasakan lelah yang teramat. Lelah fisik maupun batin, hubungan nya dengan Rey cukup membuat batin Ayra lelah. Entah lah bagaimana kedepan nya.

Ayra berusaha tertidur namun suara dering ponsel yang terus berbunyi membuat Ayra mau tak mau harus melihat dulu ponsel nya.

Dahi Ayra terlihat bergelombang ketika melihat itu pesan dari Vivian, karena tak biasanya Vivian mengirimi nya pesan biasanya jika ada keperluan mengabari nya lewat grup berempat.

Temuin gue di taman Lampion sekarang.

Begitulah isi pesan nya. Kebingungan Ayra semakin bertambah, aneh sekali, pikir Ayra.

Ayra berusaha menyingkirkan pikiran negatif nya dan segera bergegas menuju tempat yang di perintahkan oleh Vivian. Mungkin ada sesuatu yang penting, kan.

Ayra sempat meminta izin kepada bunda nya, sempat tidak diizin kan oleh bunda nya karena hari sudah mulai sore namun karena Ayra sedikit memaksa dan mengatakan hanya sebentar jadi akhirnya ia diizinkan.

Setiba nya di taman lampion, Ayra celingukan mencari-cari keberadaan Vivian.

Sedang mencari keberadaan Vivian, tiba-tiba Ayra di pukul oleh sebuah balok besar yang mengantam kepala nya hingga membuat ia jatuh pingsan. Ayra sempat melihat samar-samar siluet seseorang yang memakai pakaian serba hitam lalu setelah nya kesadaran nya hilang.

****

WOHOO AKHIRNYA UPDATE😄
Maaf nih udah lama gak update, author lagi sibuk ngurusin hal lain hehe.

Next guys!

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang