[55] Teror 2

2.6K 107 1
                                    

"Gak Ayra, engga!" Erlang memeluk tubuh Ayra hingga membuat Ayra sedikit tenang.

Melihat kondisi kantin yang ramai dan masih menjadikan nya pusat perhatian. Erlang pun membawa Ayra ke taman belakang sekolah. Mungkin di sana akan lebih tenang.

Ayra dan Erlang duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di taman. Tangis Ayra sudah berhenti, namun ia masih melamun seakan tak menghiraukan adanya Erlang disamping nya.

"Are you okay?"  Pertanyaan bodoh itu spontan terlontar dari mulut Erlang. Pastilah jawaban Ayra tidak, kondisi seperti ini mana mungkin Ayra baik-baik saja.

"Apa gue bodoh, Lang?" tanya Ayra sambil menatap Erlang sayu.

Erlang balas menatap Ayra lalu ia mengangguk, "Ya lo bodoh, lo munafik, lo egois. Lo terlalu bodoh karena cinta, bahkan udah di sakitin berkali-kali dengan mudah nya lo maafin Rey. Lo munafik, lo bilang gakpapa ke semua orang sedangkan hati lo apa-apa. Lo sok kuat di depan orang lain, sedangkan asli nya lo cengeng.

Lo egois, terlalu mikirin kata hati lo daripada kata otak lo. Otak lo yang udah bilang cape berkali kali ke lo tapi hati lo tetep keukeuh dan akibat nya hati lo sendiri yang kena batu nya. Lo seharusnya ngadepin cinta itu pake logika juga jangan cuma pake perasaan."

Ucapan Erlang yang panjang lebar itu seolah menampar keras-keras Ayra. Semua yang di katakan Erlang benar. Ia bodoh, bodoh akan cinta.

Seharusnya ia lebih bisa membentengi hati nya agar laki-laki tidak dengan mudah nya masuk dan mengobrak-abrik kembali hati nya. Dan konsekuensi jika sudah membiarkan seorang lelaki masuk, ya harus siap menerima semua sakit dan perih nya.

"Lo salah jika berpikiran ini semua salah lo yang udah buka hati. Ini semua harus lo jadiin pelajaran sekaligus pengalaman lo. Gak semesti nya lo stuck terus gara-gara masa lalu lo," ucap Erlang membaca pikiran Ayra.

Ayra menatap Erlang lalu tersenyum. "Hari ini emang pahlawan pembela gue gak ada, tapi ternyata ada pengganti nya."

"Pahlawan? Indonesia udah merdeka kali," kekeh Erlang.

Pahlawan yang di maksud Ayra adalah Defan. Kalian tahu lah bagiamana reaksi Defan jika Rey menyakiti Ayra. Dan kini Defan sedang pelatihan untuk perlombaan basket di luar sekolah.

"Kan gue bilang nya pahlawan buat gue doang," jawab Ayra dengan kekehan nya.

Syukurlah, Ayra sekarang sedikit membaik tidak sesedih tadi. Erlang dapat tersenyum lega sekarang. Begitu mudah nya mengembalikan mood Ayra.

Bunyi dari ponsel Ayra membuat mereka diam sejenak dari obrolan yang sedang di bicarakan.

Nafas Ayra terdengar memburu ketika melihat pesan yang dikirimkan padanya. Erlang yang menyadari adanya perubahan pada Ayra pun bertanya  pada Ayra namun sama sekali tidak di respons. Lalu Erlang melihat ponsel nya yang menunjukan sebuah pesan masuk.

087************

Bagimana jika kita bermain-main dengan pisau ku ini? Aku biasa menggunakan pisau ini untuk memotong daging. Mungkin selanjutnya adalah daging kau!

"Coba di telepon," perintah Erlang,  lalu Ayra pun memencet tombol telepon.

Bukan nya tersambung, yang ada malah suara operator yang menyatakan bahwa nomor nya tidak terdaftar. Hal itu membuat Ayra maupun Rey kebingungan.

"Tadi pagi ini nomor tuh nelepon gue," tutur Ayra.

"Tapi kok sekarang gak aktif ya?" tanya Erlang heran.

Sedangkan di lain tempat, di UKS tepatnya. Rey terbaring di ranjang UKS dengan Adley yang menemani si samping nya. Rey kini sudah siuman dari pingsan nya.

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang