[63] Restu

2.7K 105 0
                                    

Sempatkan baca note dibawah ya guys!
Happy Reading!

Satu minggu berselang setelah kejadian dimana Ayra yang bersedih habis-habisan karena Rey.

Dan hari ini, Ayra harus di buat sedih kembali karena Ayra mendapatkan kabar dari Defan bahwa sudah seminggu lalu Rey pergi ke Jerman untuk menemani pengobatan Adley.

Sakit, tentu saja sangat. Namun mau bagaimana lagi, ini mungkin keputusan Rey. Ya, mungkin Adley lebih berharga bagi Rey, it's okay.

Rasa sedih memang ada di dalam lubuk hati Ayra namun tidak separah kejadian kemarin-kemarin.

Ayra mulai sekarang harus lebih terbiasa tanpa ada nya cinta dan kasih sayang dari Rey. Luka yang membekas di hati Ayra yang di dapat dari Rey mungkin harus segera ia hapuskan. Ya, kunci nya ikhlas.

Ayra berjalan di trotoar sendirian, hari ini Ayra pulang sendirian dengan berjalan kaki. Ayra sengaja menghindari Defan hari ini, supaya ia bisa pulang sendirian.

Inilah kebiasaan Ayra, jika ia sedang merasa terpuruk yang di butuhkan nya ialah kesunyian. Hati Ayra butuh kesunyian untuk tenang.

Sekitar 30 menit Ayra berjalan dari sekolah menuju ke rumah. Terhitung lama mungkin namun bagi Ayra tak terasa lama karena sepanjang perjalanan Ayra terus melamun.

Ketika sampai di rumah, Ayra langsung menuju ke kamar nya.

Tangis nya yang sepanjang jalan sudah Ayra tahan kini meledak di kamarnya. Ayra duduk di tepi ranjang sambil menutup wajah nya dengan kedua telapak tangan nya.

Bahu Ayra bergetar hebat, hati nya kembali nyeri. Ayra merasa seakan-akan memang Ayra tak ada penting-penting nya dalam kehidupan Rey. Apa pernyataan Rey yang mengatakan bahwa lebih memilih Adley itu benar adanya?

Seharusnya Ayra lebih sadar diri dan mengingat bagaimana dirinya dan Rey dahulu. Bahkan kronologis Rey dan Ayra pacaran pun tak jelas, tiba-tiba saja Rey memaksa meminta menjalin hubungan. Dan Ayra pun tak yakin Rey menjalin hubungan dengan nya atas dasar cinta.

Ayra semakin lama semakin tenang dan memilih untuk membasuh wajah nya agar bekas-bekas air mata di pipi nya menghilang.

"Sayang, ayo makan siang dulu!" Suara itu berasal dari Wanda yang berada di luar kamar Ayra.

"Iya bun, sebentar!" sahut Ayra.

Beberapa menit kemudian Ayra turun untuk makan siang. Di meja makan sudah ada Wanda, Rian, Isqi dan Defan.

Tanpa berkata apapun lagi, Ayra langsung duduk dan mengambil makanan tanpa memperdulikan sekitar nya yang sedamg memperhatikan nya.

"Ayra mau makan di kamar aja." Ayra berdiri sambil membawa makanan di tangan nya.

Ketika Ayra hendak berjalan, Rian mencegah nya. "Duduk Ayra!"

"Tapi yah-" bantah Ayra, namun Rian memberikan intruksi seolah agar perintah nya tidak dibantah.

Dengan kesal Ayra pun duduk kembali di kursi nya.

"Kamu itu kenapa sih, dek?" tanya Isqi dengan lembut.

Baru saja Ayra membuka mulut hendak berbicara namun Defan mendahului, "Si Rey pergi ke luar negri," jawab Defan dengan nada bicara yang malas.

Ayra memberikan tatapan tajam nya pada Defan. "Gakpapa kok," jawab Ayra seceria mungkin.

"Tapi mata kamu kaya abis nangis," ucap Wanda.

Isqi menatap Ayra dengan tatapan menyelidik, "Kamu kalo nangis biasa gak bakal kaya gini mata nya, pasti nangis kejer ya kamu?"

ReynandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang