Hari ini Ayra bersekolah seperti biasa nya. Dan sudah menjadi aktifitas rutin nya sekarang untuk berangkat pagi-pagi sehingga terkadang Ayra hanya duduk sambil membaca novel sendirian ya karena memang teman-teman sekelas nya berangkat siang.
Tiba tiba saja, sebuah pesan memasuki handphone nya. Yang tertera malah nomor yang tidak di kenal. Ayra memilih mengabaikan nya dan terus membaca novel nya.
Lagi, handphone nya kembali berdering. Namun, kali ini bukan pesan yang masuk tapi sebuah pangilan dari nomor yang tadi mengirimi nya pesan. Dahi Ayra terlihat bergelombang, bingung.
Karena penasaran, Ayra pun mengangkat telepon itu.
"Hallo?" ujar Ayra mulai berbicara dengan si penelepon.
Tidak ada respons, tapi ketika di lihat panggilan masih terhubung. Ayra menanyakan siapa, namun tidak juga di respons.
Ketika hendak di matikan, tiba-tiba si penelepon itu malah tertawa kencang dan yang membuat bulu kuduk Ayra bergidik adalah suara tawa itu seperti tawa seorang psikopat yang hendak membunuh orang.
Lalu terdengar suara dari si penepon itu, "Kau duduk sendiri disana? Boleh kah aku temani?" Suara si penelpon itu terdengar seperti bergumam dan memgerikan.
Ayra segera mematikan sambungan telepon itu, lalu memperhatikan sekitar nya mencari keberadaan si penelpon tadi. Lalu sepersekian detik kemudian, Ayra langsung ngacir keluar tanpa memperdulikan novel yang yang terjatuh.
Ayra berhasil keluar dari kelas, Ayra menstabilkan nafas nya yang terengah-engah.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahu nya dari belakang. Pikiran Ayra tertuju pada orang yang tadi menelpon nya, mata Ayra membulat sempurna, lalu ia pun menjerit.
"Kenapa lo teriak-teriak gitu?" Erlang, ya tadi yang menepuk bahu Ayra adalah Erlang.
"Ish kaget gue, disangka gue dikejar kejar psikopat," ujar Ayra sambil mengelus ngelus dada nya.
Erlang terlihat bingung, "Ngimpi ya lo?"
"Udah sana ke kelas, atau mau gue anterin?" tawar Erlang.
Ayra sedikit berpikir akan tawaran Erlang. Namun, ketika diingat ingat akan orang yang tadi meneror nya, Ayra pun mengiyakan tawaran itu.
Setelah mwngucapkan terimakasih kepada Erlang yang mengantarkan nya, Ayra pun segera masuk ke dalam kelas. Untung nya kondisi kelas sudah sedikit ramai tidak sesepi tadi.
Ayra berjalan ke bangku nya yang audah ada ketiga sahabat nya. Mereka menatap Ayra seolah Ayra adalah sebuah santapan bagi mereka.
"Kalian kenapa sih sering banget liatin gue kaya gitu? Herman gue," gerutu Ayra.
Sasa mendelik, "Herman itu om gue."
"Lo tadi dianterin sama siapa?" tanya Fara ketika melihat Ayra tadi diantar.
"Tadi kapan?" tanya Ayra balik.
"Barusan, tukiyem!" kesal Fara, Ayra pun mangut-mangut, "Si Erlang."
"Kenapa bisa si Erlang? Ada hubungan apa lo sama dia?" Ayra memutar bola mata nya malas mendengar pertanyaan dari Sasa barusan. "Caca, gak harus punya hubungan kan kalo cuma nganter gitu doang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reynand
Teen FictionPertemuan Dayra Aqila dan Reynand Graha selalu di bumbui dengan perdebatan dan perselisihan. Hingga akhirnya Rey terlibat dalam sebuah taruhan, yakni menaruhkan Ayra. Karena Rey merasa bertanggung jawab akan taruhan itu, Rey memutuskan untuk menjadi...