XLI - pt.2

266 28 4
                                    

Theresa memperhatikan rumah mereka dulu, yang sekarang adalah milik Jooheon. Dan pandangannya mulai terpaku pada sebuah foto keluarga, yang terdapat dirinya, Jooheon, Jihoo, Seona dan Yongguk. Saat mereka kecil.

Ia mencoba untuk mengingat semuanya, namun kepalanya selalu sakit setiap ia mengingat terlalu keras.

"Ibu, aku tak memaksamu untuk mengingat apa yang terjadi dulu, aku hanya ingin kau menerimaku kembali sebagai anakmu, kau bukan hanya memiliki dua anak seperti yang Yongguk katakan, tapi kau memiliki empat orang anak, aku, Jihoo, Seona dan Hyunki" ucap Jooheon

"Jihoo?"

"Iya, tetapi ia sudah tiada" jawab Jooheon sembari menundukan kepalanya

"Kenapa?" tanya Theresa lagi

"Karena sudah waktunya Jihoo untuk pergi" jawab Jooheon. Ia tidak ingin membicarakan yang sebenarnya pada Theresa.

"Kenapa Yongguk sampai melakukan hal seperti itu? Atau kau hanya mengarang saja?" tanya Theresa ragu

"Percayalah padaku ibu, aku mengatakan yang sebenarnya" ucap Jooheon







Theresa menutup wajahnya saat melihat mayat Yongguk yang hampir membusuk itu, masih dengan posisi yang sama. Sementara Jooheon menggali tanah untuk mengubur mayat Yongguk.

Theresa tengah menahan tangisnya. Entah ia pun bingung dengan perasaannya. Merasa marah iya, sedih pun iya. Ia marah karena Yongguk sudah memisahkan ia dengan anaknya dan mencelakai dirinya, dan ia sedih karena harus kehilangan orang yang ia cintai.

Jooheon menyeret mayat itu, lalu memasukannya ke dalam lubang yang baru saja ia gali, lalu menguburnya dan memastikan supaya orang orang tidak curiga.

Ia menatap 'kuburan' itu dengan tatapan dingin, lalu setelah itu ia tersenyum miring. Ia merasa puas dan senang.

"Kau sudah mendapatkan balasan atas perbuatanmu Yongguk brengsek" ucap Jooheon sembari tersenyum miring

"J-Jooheon" panggil Theresa dengan suara yang bergetar, lalu Jooheon menoleh dan tersenyum

"Ibu, lihat, pria itu sudah mati, sekarang kau akan baik baik saja dan kita akan bersama lagi" ucap Jooheon dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya, tetapi itu malah membuat Theresa takut padanya.

"Kenapa kau terlihat senang melihat orang yang mati? Apa kau senang membunuh orang?" tanya Theresa

"Tidak, aku hanya senang melihat orang yang aku benci lenyap" jawab Jooheon, masih dengan senyuman itu.

Ia melepaskan sarung tangan dan memasukannya ke dalam saku jaketnya, mengambil sekop bekas menggali lalu memasukannya ke dalam mobil.

Mereka akan pulang sekarang.

Jooheon menyetir sembari sesekali melirik ibunya yang sepertinya tidak merasa nyaman. Tidak seharusnya ia bersikap seperti itu pada ibunya, itu hanya akan membuat ibunya takut padanya.

"B-bau darahnya tidak hilang?" ucap Jooheon memecah keheningan

"Hm? Ah... Aku hanya mengantuk" ucap Theresa

"Tidur di rumahku saja, maksudku, rumah kita, besok ibu bawa barang barang ibu dan Hyunki, kita akan tinggal bersama mulai besok" ucap Jooheon

"Bagaimana aku memberitahu pada Hyunki tentang kematian ayahnya?" tanya Theresa

"Bilang saja mengalami kecelakaan" jawab Jooheon









"Jadi, kau akan kuliah Changkyun?" tanya Kihyun sembari meminum teh buatannya

"Aku sudah memutuskan jika Changkyun akan kuliah di luar negeri" ucap Wonho sembari mendudukan dirinya di sofa, di samping Changkyun yang fokus pada ponselnya

"Apa isi chatmu dengan Jooheon? Kau fokus sekali sampai tidak mendengarkanku" ucap Wonho

"Eh? T-tidak, hanya, eum... Layaknya teman, maaf hyung tadi kau bilang apa?" ucap Changkyun

"Ia bilang jika kau akan kuliah di luar negeri" ucap Kihyun

"Apa?! Hyung!"

"Kenapa? Itu bagus bukan?" ucap Wonho

"Aku tidak mau! Kenapa harus di luar negeri hyung" rengek Changkyun

"Kenapa? Apa kau takut berjauhan dengan Jooheon?" tanya Wonho

"Bu-bukan itu, hanya tidak mau saja" ucap Changkyun

Changkyun berdiri dan segera pergi ke kamarnya. Ia mengunci kamarnya lalu membantingkan dirinya ke ranjang empuk miliknya. Ia melemparkan bantal ke sembarang arah. Ia marah. Apakah Wonho sengaja menguliahkan Changkyun di luar negeri supaya jauh dari Jooheon?

"Apa apaan ini" gumam Changkyun

*tok tok tok

Changkyun mendengar ketukan di pintu kamarnya. Ia terlalu malas membukanya, apalagi jika itu Wonho. Ia sedang marah pada kakaknya itu. Ia pun mengabaikan ketukan itu, namun ketukan itu tak ada hentinya.

"Aish!! Tunggu! Sabarlah sedikit!" bentak Changkyun

Changkyun membuka pintunya, namun tak ada siapapun disana. Ia melirik ke arah kiri dan kanan, namun masih tak ada siapapun. Ia pun berjalan keluar kamarnya. Menghampiri tangga, dan melihat ke bawah.

Sepi.

Lalu siapa yang mengetuk pintu kamar tadi?

Changkyun sudah berkeringat dingin. Dengan segera ia berbalik.

Tiba tiba.....

"Aaaaaa!!! Hyung! Kau mengejutkanku bodoh!" ucap Changkyun sembari memegang dadanya, jantungnya sudah berdebar tak karuan

"Haha, Wonho hyung menyuruhku untuk memanggilmu" ucap Hyungwon 

"Bilang padanya aku tidak mau bicara padanya" ucap Changkyun

"Kyunie, temuilah dulu, mungkin saja ia berubah pikiran" ucap Hyungwon







Changkyun memasuki kamar Wonho. Ia menjatuhkan dirinya di sofa. Menatap tajam Wonho yang sedang sibuk dengan kertas kertas yang memenuhi mejanya.

"Apa?" ucap Changkyun

"Bagaimana?" tanya Wonho tanpa menatap Changkyun

"Harus berapa kali aku bilang? Aku tidak mau! Kenapa kau ini hyung, kau ingin aku jauh dari kalian?" bentak Changkyun

"Tidak, aku tidak membicarakan itu, aku bertanya, bagaimana hubunganmu dengan Jooheon?" ucap Wonho

"Memangnya kenapa?" tanya Changkyun

"Aku kakakmu, aku berhak tau"

"Aku tidak tau" jawab Changkyun merendahkan nada bicaranya

Wonho menghela napasnya. Menyimpan kertas kertas ditangannya lalu berdiri. Ia berjalan menuju jendela, lalu diam disitu. Menatap ke arah luar.

"Changkyun, apa kau benar benar jatuh cinta padanya?" tanya Wonho tanpa menatap Changkyun

"Iya"

"Jika ia tidak bagaimana?"

"Tak apa, aku tak memaksanya" ucap Changkyun

"Malam itu, aku bertanya padanya tentang dirimu, dan soal perasaanmu padanya, kau tau apa jawabannya?"

Changkyun menegakkan badannya. Matanya fokus pada Wonho yang masih membelakanginya.

"Apa?" tanya Changkyun

"Ia tidak memiliki perasaan yang sama, itu artinya cintamu bertepuk sebelah tangan" jawab Wonho. Changkyun berdiri. Menghampiri Wonho.

"Apa itu alasanmu, menyuruhku untuk kuliah di luar negeri?" tanya Changkyun

Just let me inTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang