XXXI - pt.2

264 30 1
                                    

"Oppa! Kembali"

"Kau sudah tidak menyayangiku lagi ya?"

"Aku marah padamu"

"Baiklah, jangan pernah kembali kalau begitu"

Jooheon berdiri, tanpa melakukan apapun. Ia hanya menatap adiknya itu. Tangan Seona sudah menggenggam sebuah pisau, yang entah ia dapatkan dari mana.

Disayatnya lehernya sendiri, tidak, bukan disayat, lebih tepatnya digorok. Ia menggorok lehernya sendiri, sampai menyemburkan darah yang amat banyak. Jooheon bisa merasakan darah mengenai wajahnya. Hangat, darahnya masih hangat.

Telinganya menangkap sebuah suara. Suara orang sekarat disatukan dengan suara darah yang mengalir. Mungkin suara itu sudah tidak aneh untuk Jooheon. Tetapi, kenapa ini terasa menyakitkan untuk Jooheon.

Tentu saja, karena suara sekarat itu berasal dari adiknya, Seona. Seona masih bisa menggerakan tangannya, walaupun kepalanya sudah hampir terpisah dari tubuhnya.

Jooheon masih belum melakukan apapun. Ia masih berdiri, menatap adiknya yang sudah tidak bernyawa, dengan keadaan yang mengerikan.

Lama ia diam. Seseorang menampar pipi kiri Jooheon.

"Apa yang kau lakukan?" tanya orang itu

"Maaf" jawab Jooheon

"Jangan minta maaf padaku, minta maaflah pada Seona"

"Bagaimana? Ini sudah terlambat"

Orang itu, Jihoo. Menatap Jooheon marah. Lalu ia pergi.

"Jihoo! Jangan pergi" teriak Jooheon

"Jooheon kau baik baik saja?" tanya Changkyun

Sedari tadi, Jooheon hanya berdiri saja sembari melamun, lalu tiba tiba ia menangis dan meneriakan nama Jihoo. Jooheon menghapus air matanya lalu menghadapkan dirinya pada Changkyun.

"Eh? Kau menangis?" Jooheon hanya menggeleng









Wonho, Minhyuk dan Hyungwon pergi ke hutan dimana Changkyun membawa Helena untuk dibunuh. Wonho membuka papan kayu yang menutupi sumur. Di dalamnya terdapat rangka manusia, dibalut pakaian wanita yang sudah rusak.

Wonho masuk ke dalam sumur itu untuk membawa tulang belulang itu. Menjijikan. Walaupun sumur itu mengering, tetapi Wonho merasa jijik. Tanpa sengaja ia menginjak kubangan darah.

Ia mengikat mayat yang sudah tinggal tulang itu. Lalu memanggil Minhyuk untuk menarik talinya.

Minhyuk menangis saat melihat ibunya kini.

"Seharusnya aku berada di dalam penjara karena membunuh ibuku sendiri"

"Jangan berkata begitu, ini sudah takdir" ucap Hyungwon

Ditutupnya mayat itu dengan kain putih, lalu dibawa menuju rumah.

"Ada apa hyung?" tanya Changkyun

"Cepatlah pulang" ucap Wonho

"Baiklah, aku tutup teleponnya"

"Jooheon, aku harus segera pulang"

"Oke" jawab Jooheon

Changkyun terkejut saat melihat mayat ibunya sudah berada di rumahnya.

"Hyung, kenapa kau membawanya?" tanya Changkyun

"Kita harus mengkremasi ibu Kyun, besok kita akan membawanya ke krematorium" ucap Wonho

Just let me inTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang