Chapter 19

207 41 0
                                    

Langit kerap diselimuti awan gelap, seiring dengan rintik-rintik air yang membasahi Bumi. Pagi ini, membuat semua murid yang memasuki SMP Winanta harus mengenakan mantel atau jaket agar tidak kebasahan juga kedinginan.

Felina baru saja sampai di Sekolahnya, ia mendongakkan kepala, menatap bagaimana rintikan dari langit tersebut dapat jatuh ke tanah. Kemudian bibirnya tertarik untuk tersenyum menanti rintikan hujan di bulan Juli.

Lalu setelah puas melihat rintikan tersebut, Felina berjalan dengan pelan. Felina menelusuri koridor, ditengah perjalanannya ia mendapat sapaan 'Selamat Pagi' dari orang-orang yang ia kenal dengan tersenyum manis.

Felina, gadis yang ramah dan mudah berteman dengan siapa saja sehingga ia kenal dengan hampir semua orang angkatan kelas 7, Kakak kelas pun juga ada namun hanya sedikit.

Sesampainya di Kelas, ia duduk di kursinya. Hany sudah berangkat lebih dulu, karena Hany ingin diantar sesekali oleh Papanya. Padahal Felina sempat diajak, namun ia menolak. Hany yang tengah membaca buku novel dengan serius, lantas menjauhkan buku tersebut dari wajahnya, hendak bertanya.

"Berangkat sama siapa?" Tanya Hany menatap Felina, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke deretan tulisan pada buku yang digenggamnya.

"Dianter sama sopir." Jawab Felina. Gadis itu menyuruh sopir untuk mengantarnya ke Sekolah, walaupun itu adalah sopir Mamanya untuk berangkat ke Kantor. Tetapi, ia sudah diizinkan.

"Ohh." Jawab Hany singkat. Balik ke sifat pendiamnya.

Felina bosan disini, ia melirik Hany lalu melirik pintu kelas, barangkali para sahabat yang lainnya datang.

Sebelum Felina dan Hany masuk ke kelas ini, ternyata sudah ada beberapa murid yang sudah mendahului datang lebih awal.

Luna dan Alfia memasuki kelas secara berbarengan membuat Felina senangnya luar biasa. Luna dan Alfia tak sengaja bertemu saat ingin memasuki gerbang Sekolah.

"PAGI FELINA DAN HANY." Sapaan dari Luna dan Alfia, tak lupa dilengkapi dengan suara teriakan. Suara ini seperti petir, membuat telinga siapa saja hampir pecah mendengar teriakan maut itu.

Felina menutup telinga ketika mendekar teriakan dari Alfia dan Luna, Ia takut jika telinganya tuli di usianya yang masih muda.

"Pagi mak lampir." Jawab Felina dan Hany kompak, walaupun tidak berjanjian mengucapkan hal yang sama.

Alfia berjalan ke kursinya, menaruh tas ransel dengan wajah merah menahan kesal. Suara pelan gitu kok ia bisa dibilang Mak Lampir, katanya begitu.

"Jangan panggil gue mak lampir, panggil princess aja, karena seorang Luna tidak cocok dipanggil dengan sebutan yang lo berdua bilanggg." Ucap Luna alay, ia sudah duduk di kursinya, wajahnya ia tekuk seperti belum di londry.

"Kamu gak cocok dibilang princess, tapi waitress. Cakep tau, Lun, panggilan itu. Aku aja dulu ingin dipanggil waitress, tapi malah dipanggil Hany."

"Otak lo kumat lola lagi deh, Han." Felina menggelengkan kepala.

Alfia menghampiri Luna, dan menduduki kursi yang kosong. Ada sesuatu yang ingin ia ucapkan. "Guys, gue mau ngomong sesuatu."

"Lah itu udah ngomong." Ucap Hany.

"Au nih. Alfia gimana sih?!" Tanya Luna.

"Hany, Luna, diem dulu. Gue penasaran nih, apa yang mau diucapin Alfia." Ujar Felina.

Setelah semuanya diam, Alfia mulai berkata, "Nanti kalo Ajeng dateng, kita kacangin dia ya. Gue mohon."

"Mau kacang apa? Kacang mere? Kacang tanah? Kacang hijau? Kacang kulit?" Tawar Hany mengikuti grosir kacang yang pernah ia temukan di Instagram.

Kami Sahabat Sejati [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang