Hari kedua, Alfia kembali bersekolah dengan wajah lesu dan tak ada semangat lagi yang terpancar. Namun Alfia tidak memperlambat langkahnya, demi tak mendengar bisikan berisi makian sana-sini, yang sudah menjadi asupan pagi dari kemarin. Entahlah berita hoax itu sudah sampai ke telinga guru-guru atau belum ada yang melaporkannya.
Anggap saja pandangan sinis mereka itu seperti tengah tersenyum dan mensuportnya dari belakang, jadi haruskah Alfia tersenyum agar terlihat baik-baik? Sepertinya tidak perlu.
Yang ada justru mereka berpikir kalau Alfia kurang waras senyum-senyum sendiri. Errr~~. Lebih baik Alfia menundukkan kepala supaya tak makin banyak siswa yang ketakutan melihat wajah dirinya.
Sumpah, Alfia berasa seperti maling yang sudah di curigai oleh banyak seakan orang. Hey, apakah mata kalian akan keluar karena terus melotot?
Ya sudahlah, sabarin aja. Nanti suatu hari nanti pasti akan menyesal kalau tahu kebenarannya.
So, tunggu apa lagi? Maka, Alfia harus berbuat sesuatu, tapi tetap Alfia tidak berdaya. Ketika Alfia membalasnya, sudah dipastikan semuanya akan tambah yakin Alfia psychophat, gangguan mental dan kurang belaian. Eh, bukan-bukan, Alfia hanya bercanda.
Bercanda untuk mengalihkan pemikirannya, walaupun nanti setibanya di kelas akan kembali dijauhi dan bicarakan oleh teman sekelasnya karena para murid kelas 7-2 kadang suka gosip.
Udah gitu ucapannya pedas banget, tapi lebih pedasan omongan tetangga. Ihh pokoknya serem, jika Alfia membayangkannya. Suka nge-jleb banget gitu ke hati. Jadi sudahlah Alfia memilih memberhentikan pemikiran liarnya dan tanpa sadar Alfia berjalan lambat serta diterimanya tulisan kertas yang membuat hatinya tersayat, perih.
Jadi ini toh yang pernah dirasakan Clarissa dulu saat dijauhi semua murid. Mungkin saja ini adalah balasan balik untuknya sebab pernah tertawa puas ketika mendengar cerita Clarissa membaca tulisan di dinding-dinding, yang Alfia kira Clarissa terlalu lemah.
"Ya elah, Sa, Lo lemah banget sih baca tulisan ini langsung sedih, Haha." Saat itu tawa Alfia pecah
Clarissa tak menanggapinya dan tetap berjalan, mati-matian berusaha menahan malu melihat tatapan ejekan tertuju kepadanya. Tapi Alfia masih belum sadar apa yang diperbuatnya.
"Kalo gue jadi Lo mah, gue ketawa aja. Dasar lemah!"
A
lfia segera mencabut semua tulisan laknat, takutnya ada salah satu guru yang membacanya. Alfia jadi menyesal sebab pernah menertawai Clarissa dan kini gantian Alfia lah yang merasakannya. Sesungguhnya Alfia paling lemah di situasi ini saat membaca 'Alfia Pembunuh.' 'Kamu tak pantas menjadi adek kelas kami.' 'Jangan bunuh orang, apa itu ajaran orang Lo?'
Dan dibalik salah satu kertas terdapat tulisan, 'Hai, gue temen sekelas Lo yang nyebarin ini. Selamat menikmati ya!"
Mencabuti kertas ini sungguh membuang waktu, apalagi terdengar sorakan dari belakang tubuhnya, tapi Alfia tak ingin menoleh.
Kertas itu dirobek-robek lalu digumpal, baru kemudian Alfia membuangnya ke tempat sampah. Firasatnya mengatakan bahwa yang melakukan ini adalah teman sekelasnya.
Sebelum ke kelas, Alfia memilih berjalan-jalan dulu keliling lantai dua, tepatnya menuju ruang guru. Takutnya ada kertas yang tertempel di sekitar situ, lebih bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Sahabat Sejati [COMPLETED]
Ficción General"Persahabatan sejati kami tidak akan mudah hancur bila tak ada satu pengkhianat." Berawal dari Hany, Felina, Ajeng, Alfia, Luna dan Gifta memasuki SMP Winanta. Mereka menjadi sebuah sahabat sejati dan berjanji akan saling menjaga satu sama lain. Ala...