Chapter 43

115 36 0
                                    

Minggu ini di pagi hari, Hany bersembunyi dari balik tembok kamarnya untuk menguping pembicaraan Anin dengan rekannya lewat telepon. Ada maksud dan tujuan Hany melakukan ini.

"Jam 11 nanti saya berangkatnya, sis."

"Oh iya, sis, nanti saya bareng sama Rania kesananya."

"Iya, iya."

Sungguh Hany tidak mengerti akan obrolan tersebut. Tapi ini kesempatan yang bagus untuk keluar rumah menemui Alfia. Suara Anin sudah tidak terdengar lagi, berarti Anin sudah mengakhiri panggilannya.

Hany dengan cepat membuka pintu lalu menuruni tangga dengan sedikit berlari, tak sengaja menemukan Anin yang sibuk memainkan ponsel. Kedatangan Hany membuat Anin tersadar dan wanita itu menjauhkan pandangan dari ponsel menatap Hany dengan tatapan tajam. Bahkan Hany sendiripun jadi tergagap.

"Mama nanti mau ikut arisan. Pokoknya kamu tetep gak dibolehin keluar rumah, alasan a-pa-pun itu. Pintu rumah bakal Mama kunci." Tak ada suara lembut lagi dari Anin, yang ada hanyalah ketegasan dalam setiap lafal pengucapan. Anin ingin anaknya ini tetap dalam posisi pertama. Benar sih didikan ini penuh paksaan.

"Iya, Ma. Aku gak bakal keluar rumah."

Tapi, gak janji.

Sebab Hany sudah mempunyai janji lain, jadi harus menepatinya. Biarlah Hany akan berpikir keras bagaimana caranya untuk keluar rumah ini kalau pintu rumah akan dikunci.

Hany kembali melanjutkan berjalan, tapi Anin bertanya, "Kamu mau kemana?"

Terpaksa Hany harus mencegat langkahnya demi menjawab pertanyaan dari Anin. "Ke dapur mau minum. Masa gak dibolehin sih ke dapur doang." Jawabnya sedikit memprotes. Ya kali ke dapur aja dilarang.

"Yaudah sana." Anin menatap layar ponselnya kembali setelah menyahut. Wanita itu tahu pasti anaknya lagi menggerutu di dalam hati.

Hany segera bergegas untuk ke dapur, tetapi samar-samar Hany dapat mendengar gumaman Anin. "Maafin Mama, nak, terlalu tegas mendidikmu. Mama hanya ingin kamu menjadi sukses dewasa nanti karena kamu lah satu-satunya anak Mama."

Hany langsung tertegun mendengarnya.

Ia membalas dengan membatin, 'Aku juga minta maaf, Ma. Tapi Mama jangan galak-galak dong...'

Setibanya di dapur Hany mengambil gelas, menuangkan teko ke dalamnya. Sebenarnya tujuannya kesini bukan untuk minum, tapi menguping lagi pembicaraan Mamanya.

Beberapa saat kemudian, Hany mendengar Anin bersuara. "Kira-kira acaranya empat jam, sis. Gak seperti biasanya."

"Empat jam... Artinya Mama pulang jam 3 sore dong." Ucap Hany sambil berpikir. "Yess, kesempatan." Ia langsung girang bukan main. Kemudian minum dulu sebelum menuju ke kamar, pura-pura belajar.

Kini, didalam kamarnya Hany memegang buku dan menulis sebuah catatan sesekali matanya menatap keluar lewat jendela terbuka, mengawasi Anin yang tengah berbicara dengan Rania. Namun lama-kelamaan keduanya telah pergi dengan menaiki mobil.

Hany mengambil ponsel disampingnya untuk mengechat seseorang.

Me:
ketemuannya di Taman Bintara, Al.

Setelah itu Hany mengganti pakaiannya. Hany memakai baju T-shirt biru polos dengan rok hitam panjang motif bunga-bunga. Lalu mengambil slimbagnya, tak lupa memasukkan ponsel.

Tapi ternyata ada satu notifikasi.

Alfia
Aku otw.

Kami Sahabat Sejati [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang