🖤36 - PROBLEM

2.5K 204 49
                                    

Perang hari ke Tiga
- Final Deadline - 😵

Rasa lelah begitu merasuki Aletta dan teman-teman nya. Jangan tanya lagi apa otak mereka saat ini berjalan dengan baik atau tidak. Jelas, jawaban nya dipaksa dan di harus kan berjalan dengan baik.

Meja kerja di depan Aletta sekarang sedang tidak menunjukkan diri yang sebenarnya. Berbagai dokumen serasa ingin di buang nya ditempat sampah. Lelah dengan urusan yang melelahkan ini.

Rencana hari ini berjalan baik sejauh ini. Sejak kemarin, Aletta sudah berusaha merampungkan materi sesuai dengan deadline harian nya.

Mata nya serasa panas dan saat ini sedang merah berair, efek terlalu lama memandang laptop sekaligus komputer yang berdampingan di depan nya.

Seperti rencana, hari ini adalah jadwal finishing untuk keseluruhan materi sebelum menemui pak Richard esok hari. Sedari awal Aletta memang selalu menegaskan ke siapapun yang ada di perusahaan ini untuk diam sejenak, dalam artian tidak memberi tahu pak Richard masalah ini sebelum revisi desain ini selesai.

Karena Aletta tau, siapapun klien pasti akan kecewa bila ada kejadian seperti ini. Bahkan bisa saja, mereka menilai perusahaan ini sedang bermain bagaikan anak TK yang menantang siswa SMA. Jelas kalah telak bukan?

Mau menang? Si anak TK harus memastikan punya senjata dulu sebelum berperang. Entah itu dengan cokelat, entah dengan permen karet yang sudah mereka kunyah, atau dengan lumpur-lumpur yang sering mereka gunakan main. Ya, anak TK harus memanfaat kan cara kekanak-kanakan sesuai umur mereka bukan?

Itu sama hal nya dengan yang dilakukan Aletta saat ini. Dia harus menyiapkan alat perang sebelum berperang besok. Dengan cara nya sendiri, dan pasti nya dengan kerja keras tim nya sendiri.

"Leta.."

"Apa Nad?"

"Pak Bian uda di kantor nya belum sih?" tanya Nadya dengan teriakan melengking.

"Udah. Dari jam sepuluh kalik. Kenapa?" jawab Aletta dengan pandangan mata yang tertuju pada komputer di hadapan nya.

Setelah jawaban itu, Aletta tidak mendengar lagi Nadya bertanya maupun berteriak nyaring pada nya. Melainkan suara sepatu heels sedang terdengar mendekati nya. Pendengaran Aletta memang setajam itu apalagi urusan sepatu heels.

Tapi dia memilih tidak menghiraukan suara heels yang di prediksi memiliki hak setinggi 6 centimeter itu.

"Permisi.."

Ada suara merdu yang masuk ke telinga nya, dan sontak membuat Aletta memandangi seorang wanita di hadapan nya.

Badan wanita ini sangat ramping bhak model dengan midi dress berbahan sifon yang membuat pinggang ramping wanita ini jelas tercetak dengan baik. Wajah nya berpaduan dengan ke bule-bule an meski banyak unsur Indonesia nya. Rambut nya se bahu dengan warna ashgrey membuat penampilan nya semakin elegant.

"Iya, mau bertemu dengan siapa?" tanya Aletta dengan sopan.

"Saya mau ketemu Pak Bian."

Aletta menghela nafas pelan, cukup menyakitkan saat ada wanita cantik seperti ini akan bertemu dengan kekasih nya. Susah juga saat berusaha profesional di tengah hubungan seperti ini. "Apa sudah buat janji?"

"Belum."

"Saya konfirmasi ke Pak Bian dulu ya, tolong ditunggu."

Aletta memilih konfirmasi lewat telepon berkabel di meja nya,

Halo siang Pak Bian

Apa?

Ada yang mau bertemu dengan Bapak.

MONOKROM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang