Sedari pagi Aletta sudah berkutik dengan segala macam kertas yang berada di meja kerja nya, kertas-kertas itu berisi tentang materi laporan desain. Tim Aletta beberapa saat yang lalu menerima tawaran dari direksi untuk ikut serta dalam perencanaan Desain.
Hasilnya cukup bagus, desain dari tim nya kali ini menang telak dari tim marketing lain nya. Dan itu adalah pencapaian luar biasa bagi tim nya, mengingat setiap mereka beradu desain, desain itu selalu kalah dari tim tetangga karena selama ini mereka fokus ke penjualan bukan pada desain.
Tapi kali ini, rasanya mereka sedang berada di nasib yang mujur. Setelah memenangkan desain beberapa hari yang lalu, kini desain itu laris di borong dengan beberapa kontraktor bahkan relasi yang di punya perusahaan. Mereka seperti nya antusias dengan desain modern vintage yang di suguhkan oleh tim Aletta.
Ke mujur an itu rupanya seperti menjadi jam sibuk lebih bagi Aletta dan tim nya. Pekerjaan semakin menumpuk tatkala pemesanan juga semakin banyak dan hal itu rupanya membuat Aletta sedikit pening akhir-akhir ini.
Belum lagi salah satu desain eksklusif mereka juga terpilih menjadi desain Alamanda Resort.
Bian baru saja datang ke kantor saat jam dinding menunjukkan pukul sepuluh pagi, semua karyawan memberikan salam dan Bian menyunggingkan senyum nya setelah sekian lama senyum itu tidak muncul di sapaan pagi para karyawan nya.
"Tumben senyum sih? Biasanya boro-boro senyum, noleh aja kagak." cibir Deril.
"Udah sih! Disenyumin protes, dicuekin lebih protes." cibir balik Nadya.
Aletta juga turut memberikan tatapan sinis nya ke arah Deril, "Katanya laki tapi doyan banget ngelambe. Heran gue!" tambah Aletta.
"Wihh ada apa nih sama cewek-cewek? Kenapa mendadak bela Pak Bos nih?" sahut Bima.
Aletta dan Nadya saling memandang, merenungkan sikap aneh dari Bima dan Deril yang mengandung sikap ghibah para wanita.
"DASAR LAMBE!" Seru Aletta dan Nadya bersamaan.
Tak lama, pintu ruang kerja Bian terbuka, dia bertengger di depan pintu kaca ruangan nya membuat semua tatapan karyawan terfokus padanya.
"Aletta.."
"Ya Pak?"
"Buatkan saya kopi." kata Bian lalu setelah itu dia melesat masuk ke dalam ruangan nya.
Seketika tatapan tajam beralih ke Aletta.
"Masih juga ya minta bikinin kopi sama lo?" tanya Dewi dengan tatapan nya yang penuh pertanyaan.
Aletta hanya membalas dengan senyuman, lalu dia berdiri dari tempatnya dan melenggang ke pantry kantornya.
Dia menyiapkan sebuah cangkir bermotif bunga yang biasa di pakai Bian, membuka satu sachet kopi espresso dari starbucks, menambahkan sedikit gula dan mengisi nya dengan air panas yang suam-suam kuku.
Terakhir Aletta berbincang dengan Bian, Bian memberi tau nya kalau dia lebih suka meminum minuman yang tidak terlalu panas suhu nya atau bisa tergolong cukup hangat, entah itu susu, kopi, teh, ataupun lainnya. Katanya, jika tersaji hangat, dia langsung bisa menikmati suguhan itu. Kalau panas, terkadang dia malah lelah sendiri menunggu agar suhu nya hangat, kebanyakan dia akan lupa meminum nya.
Aletta mengaduk kopi itu, setelah dirasa pas, Aletta berlenggang ke ruang kerja Bian tidak lupa mengambil lepek bermotif sama.
"Permis---"
Saat Aletta membuka pintu kaca ruang kerja Bian, dia justru terdiam beberapa detik. Mata nya tak mampu berkedip, bahkan kopi di tangan nya hampir melesat ke lantai dan memecahkan diri. Aletta menghela nafas nya panjang dan meraih kesadaran dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM
RomanceAletta Melodia, biasa di panggil Aletta. Dia seorang gadis berparas cantik nan bertubuh mungil, sukses di usia muda nya sebagai seorang Lead Marketing sekaligus Public Relation di sebuah perusahaan ternama. Namun, kisah cinta dengan kekasih nya tid...