🖤 59 - Hampir

2.2K 180 66
                                    

Aletta sudah duduk di meja kerja nya sejak pagi tadi, rasanya ingin saja dia hari ini tidak pergi ke kantor dan berharap bisa di rumah saja. Namun, bagi Aletta, tidak etis jika harus menggabungkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Ini juga merupakan resiko ketika dia mempunyai hubungan dengan Direktur Utama di perusahaan nya bekerja ini. Resiko nya adalah, harus menerima jika hati sedang tidak baik-baik saja, namun, harus tetap menjalankan tanggung jawab pada pekerjaan.

Aletta adalah wanita yang memiliki prinsip dan dia sangat memegang prinsip nya itu. Dia sudah berjanji untuk tidak menggabungkan masalah pribadi, meski sebenarnya hati nya sangat remuk saat ini, mengingat percakapan semalam membuatnya begitu pilu menerima keadaan.

Pintu ruangan staff terdengar terbuka, Aletta samar mendengar Nadya, Deril, Bima, dan Dewi memberi salam, "Selamat Pagi, pak Bian.."

Aletta mendadak beku di tempatnya, tak siap menemui Bian. Tak siap juga jika mata sembab nya terlihat oleh Direktur Utama sekaligus kekasihnya itu. a

Aletta berdiri dari tempat duduk nya ketika melihat Bian mulai mendekat ke ruangan kerja nya, "Selamat pagi, pak Bianta.." ucap Aletta memberi salam pada Bian sambil membungkuk kan badan.

Bian menoleh sekaligus berhenti tepat di depan meja kerja Aletta, tatapan nya sendu, "Bisakah kita bicara sebentar, Aletta?"

"Maaf pak, saya banyak pekerjaan." elak Aletta.

"Kalau begitu, semua pekerjaan mu tidak perlu kamu kerjakan. Saya tidak akan ada kegiatan apapun hari ini agar kamu bisa berbicara dengan saya."

"Maaf pak.."

"Apa? mau beralasan apa lagi kamu?" sela Bian cepat, "Cepat ke ruangan saya, Aletta." ucap Bian memaksa, dia berbalik dan berjalan ke ruang kerjanya.

"Permisi mbak Aletta, ada kiriman bunga dari seseorang.." ucap Office Boy yang datang dengan tiba-tiba.

Bian yang tengah berjalan menuju ruangan kerjanya pun langsung menoleh saat office boy itu berkata demikian, "Dari siapa bunga itu?" telisik Bian. Rahang nya mengeras, menunjukkan kini dia tengah emosi. Seperti dia tau dari siapa datangnya bunga itu.

"Dari laki-laki di lobby, nama nya kalau nggak salah Adrian." penjelasan office boy itu.

"Buang bunga itu!" perintah Bian dengan suara menggelegar nya.

Office boy itu justru tak beranjak dari tempatnya, dia mematung karena bentakan Bian. Buket bunga mawar merah yang di tangan nya pun relfeks di cengkram erat karena office boy itu mendadak kaku di tempatnya, takut akan bentakan Bian.

"Saya bilang, buang!" bentak Bian lagi, membuat office boy itu semakin menciut.

"Ba--baik, pak Bian.." ucapnya ketakutan.

Aletta memejamkan matanya, merenungkan sikap Bian yang terlampau cemburu karena ulah Adrian. Sedangkan, office boy itu sudah berjalan menuju tempat sampah di dekat nya. Namun,

"Berhenti!" cegah Aletta, dia berjalan mendekati office boy dan merebut buket mawar merah itu dari tangannya, "Jangan buang ini. Kamu bisa keluar sekarang.." ucap Aletta.

Office boy itu merunduk dan segera berlalu dari hadapan Bian dan Aletta.

"Apa maksud kamu? kamu mau menerima bunga itu, sayang?" Bian terheran-heran saat melihat Aletta merebut bunga yang hendak di buang office boy tadi, belum lagi, Aletta menciumi terus bunga mawar itu.

Bian kesal, dia melangkah kan kaki ke arah Aletta dan hendak mengambil bunga mawar itu. Tapi Aletta justru menepis tangan Bian, "Mau apa pak Bian?" sinisnya.

"Sayang, jangan bercanda. Kamu tidak akan menerima bunga dari Adrian kan? Sekarang saya minta, buang bunga itu. Saya akan belikan kamu lebih banyak bunga mawar, atau kalau perlu sekalian dengan tokonya." raut wajah Bian mulai khawatir, belum permasalahan nya selesai dengan Aletta, dia harus menelan sakit hati karena hadirnya Adrian dalam hidupnya dan Aletta.

MONOKROM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang