31. Curiga

535 43 0
                                    

"Kai, gue main ke apartemen lo bentar ye."

Kai berdeham mengiyakan, "Pake aja. Kayak ga biasa aja lo makenya." Di ujung sambungan, terdengar suara kekehan. "Sip."

Sambungan terputus.

"Tadi siapa?" Suara lembut istrinya membuat Kai berbalik. Tersenyum kecil, Kai menjawab. "Jaemin. Minjem apartemen." Mendapati jawaban itu Jennie berdecak sebal. "Kamu tuh, ya. Jaemin gelandangan atau gimana, sih? Emang ga punya rumah? Lama-lama kesel aku liatnya!"

"Namanya juga temen aku, Sayang. Ya gapapa lah." Balas Kai sambil mencubit pipi Jennie. Jennie menggembungkan pipinya, membuat Kai merasa gemas. "Tapi, aku jadi curiga deh sama dia." Cicit Jennie membuat alis Kai bertaut, "Kenapa?"

"Dia aneh gitu. Jadi aku---"

"Perasaan kamu aja kali. Dah yuk makan." Potong Kai yang ditanggapi Jennie dengan helaan nafas.

Jujur saja, memang ada sedikit rasa tak enak pada Jaemin. Bukan kali ini ia bingung pada sikap Jaemin yang memang semencurigakan itu. Melihat Jennie juga menyadarinya, perasaan curiga Kai semakin kuat. Tetapi, sebenarnya, ia tak punya bukti apapun untuk mendukung perasaan curiganya.

Bagaimanapun, Jaemin adalah orang yang sempat membantunya.

Perasaan tidak enak ini, hanya perasaannya saja, bukan?

-Mama, Don't Cry-

Sesak.

Bocah kecil itu membuka matanya perlahan dan menemukan dirinya berada di sebuah... apa ini?

Ia berada di sebuah tempat yang sempit. Bagian tubuhnya yang menempel pada bagian bawah terasa panas. Bocah kecil itu sedikit merasa mual. Ia terkadang terhuyung dan akhirnya Eunwoo sedikit mengerti. Tampaknya ia sedang di mobil. Ah, ia baru menyadari bahwa ia sedang berada di dalam sebuah karung.

Rasanya ia ingin sekali untuk bangkit atau bahkan hanya sekedar duduk. Namun, sayangnya ia tidak bisa. Kaki dan tangannya terikat. Ia pun tak bisa berteriak karena ada kain yang menutup mulutnya.

"Hei, Eunwoo." Panggil sebuah suara. Eunwoo mendongak, menatap bagian karung yang terbuka. Tak ada siapapun dan tampaknya mobil yang ia tumpangi masih berjalan. Ia terus mencari dalam pandangan yang terbatas, hingga suara itu kembali menyapa. "Pejamkanlah matamu, Eunwoo."

Menurut, Eunwoo menutup matanya. Sebuah sosok perlahan muncul dan tampak seperti dirinya. Sosok itu menangkap ekspresi bingung Eunwoo dan terkekeh. "Apa kau lupa? Aku Jeon. Jeon Eunwoo!" Ucap sosok itu membuat Eunwoo ingat mengenai sosok yang persis seperti dirinya itu di kaca. Tersenyum, Eunwoo membalas. "Aku pikir kamu hanya dapat muncul di kaca."

Menggeleng, Jeon melipat tangannya di dada. "Aku adalah dirimu. Dan aku selalu ada ketika kau membutuhkanku. Apa yang kau rasakan adalah apa yang aku rasakan. Ingatlah itu." Terang Jeon kembali mengingatkan. Eunwoo hanya mengangguk-angguk sebelum akhirnya kembali bertanya, "Mengapa kamu ada disini?"

"Tidakkah kau lihat situasimu saat ini?" Tanya Jeon sambil memiringkan kepalanya. "Kamu terkurung di karung, dibawa sebuah mobil. Kau sedang terculik. Aku ada untuk menyelamatkanmu!" Mendengar penjelasan Jeon membuat Eunwoo berkaca-kaca, "Terimakasih."

Jujur saja, Eunwoo takut ia tak akan bisa kembali. Walau Mama sering memarahinya dan melarangnya untuk pergi bermain keluar, ia tetap menyayangi Mama. Ia tak mau berpisah dari Mamanya. Memikirkannya saja sudah membuat hati Eunwoo nyeri.

"Hiks.. apa yang harus ku lakukan?" Tanya Eunwoo membuat sosok Jeon tersenyum. "Pertama, aku akan mengenalkanmu pada diri kita yang lainnya."

Eunwoo mengernyit, membuat Jeon terkekeh dan melanjutkan penjelasannya. Jeon menatap ke arah samping kirinya dan terlihat seperti menggenggam sesuatu. Perlahan, sebuah sosok kembali muncul. Tidak seperti mereka, sosok ini tampak lebih tua beberapa tahun dari mereka.

"Sama sepertiku, dia adalah dirimu yang lain. Walau begitu, ia cukup berbeda dari kita karena ia bertugas sebagai penengah."

"Penengah?"

Mengangguk, sosok itu bicara. "Aku bertugas untuk menengahi kalian berdua jika kalian berselisih." Eunwoo hanya mengangguk paham. Sosok ini sedikit banyak mirip dengan Papanya. Tapi, belum lagi sempat menyuarakan pertanyaannya, Jeon sudah lebih dulu bersuara.

"Dia mirip Papa karena ketika kita remaja kelak, wajah kita akan sama sepertinya."

"Jadi... dia ini adalah gambaran kita ketika remaja?"

"Ya!"

Eunwoo tersenyum gembira. Ia mengagumi sosok itu dengan tatapan kagum khas seorang anak-anak. Jeon terasa seperti menepuk pundaknya, menatapnya dengan cukup aneh.

"Waktu kita akan habis. Berilah ia nama, maka kami akan membereskan semuanya."

"Maksudnya?"

"Cukup beri ia nama."

"Ah, erm. Patrick. Aku ingin ia bernama Patrick." Jawab Eunwoo sedikit tergesa. Jeon terkekeh, sebelum akhirnya memberi sebuah perintah.

"Tidurlah. Kami akan menyelamatkanmu. Percayalah pada kami."

Tak perlu diperintah dua kali, Eunwoo menurut. Sebelum ia benar-benar tertidur, ia tersenyum dengan setitik air mata mengalir dari sudut matanya.

Mama, akhirnya aku punya teman.


-Mama, Don't Cry-

Haloooo

Akhirnya kita bertemu lagi wkwkwk

Masih setia nunggu, kah?

Maaf karena aku ga tepatin jadwal 'update tiap hari' dua minggu ini. Tugas aku buat nilai praktek plus uts bener-bener gak bisa aku abaikan.

Sekarang aku tinggal berdoa nilai aku bagus biar gak dihantam sama emak

Seperti biasa,
Bagaimana part ini?

Ayo berinteraksi denganku di kolom komentar atau chat juga boleh

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar ya sayang-sayangkuuuuuu

Lop yu♡

Mama, Don't Cry (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang